Vanda bersyukur Erza tidak mengungkit kejadian malam itu lagi. Ya, malam saat mereka masih berada di Jogja. Erza memergoki Vanda yang lancang membuka folder di laptonya. Untung saja saat itu Erza tidak marah. Pria itu cenderung cuek dan hanya mengatakan 'dia orang yang aku sukai dari dulu'. Rangkaian kalimat pengakuan itu berhasil membuat hati Vanda retak. Vanda sendiri memang belum jatuh cinta pada Erza, tapi sebagai seorang istri, Vanda mencoba menjaga perasaan Erza. Ia hanya belajar menjadi istri yang baik untuk Erza. Dan mungkin ia akan belajar mencintai Erza suatu hari nanti.
Pasangan pengantin baru itu langsung menempati rumah mereka ketika kembali ke Jakarta. Rumah itu cukup luas meski tidak seluas rumah orang tua mereka. Ada dua lantai di rumah itu. Di lantai dua ada 3 kamar dan di lantai satu ada 2 kamar. Ayahnya Erza sengaja memberi rumah yang kamarnya lumayan banyak agar tidak bingung saat anak-anak mereka sudah besar dan meminta kamar pribadi. Erza tidak habis pikir sang ayah sudah memikirkan sejauh itu. Bahkan keduanya belum melakukan malam pertama. Boro-boro malam pertama, mengobrol saja jarang.
Vanda tidak langsung menata barang-barangnya di kamar. Ia malah sibuk menata anggrek-anggreknya di halaman belakang dibantu tukang kebun yang dipekerjakan di rumah itu. Vanda bersyukur sang mertua mencarikan tukang kebun dan asisten rumah tangga juga meski ia tidak meminta.
Dari kejauhan, Erza mengamati istrinya yang sedang menata pot-pot anggrek itu. Semilir angin menerbangkan helaian rambut Vanda. Cahaya matahari yang sedikit meredup karena hari telah berganti sore semakin mempertegas siluet wajah cantik itu. Senyum manis itu ... ah, mengapa Erza selalu teringat senyum manis Vanda. Demi apa pun, ia tidak akan mudah terhipnotis kecantikan istrinya. Ya, istri yang tidak dicintainya.
"Mas Erza?" seru Vanda yang mendadak mengagetkan Erza. "Ngapain berdiri di situ?"
Erza yang sedang berdiri di samping pintu belakang sambil bersidekap hanya menyahutinya dengan deheman. Vanda malah menghampirinya.
"Maaf ya, Mas. Aku bawa koleksi anggrek aku ke sini. Mas nggak suka ya?"
Erza menggeleng. Tidak ada jawaban pasti yang keluar dari mulut pria itu. Ia memang tidak tertarik dengan anggrek-anggrek itu. Namun, bukan berarti ia tidak suka. Erza hanya tidak peduli saja dengan apa pun yang berhubungan dengan Vanda.
"Mas?" seru Vanda lagi. Membuat Erza mengedarkan atensinya pada manik mata perempuan itu.
"Mau aku buatkan kopi?" tawarnya.
Erza mengangguk. Entah apa yang membuat pria itu menyetujui tawaran Vanda untuk membuatkannya kopi. Yang jelas sekarang sudah ada dua cangkir kopi hitam di hadapan mereka. Keduanya duduk di ruang makan. Hanya berdua karena asisten rumah tangga sedang sibuk membersihkan kamar yang akan mereka tempati nanti.
Erza menyesap kopi hitam hangat buatan Vanda. Erza rasa kopi buatan Vanda diracik dengan komposisi yang pas. Tidak terlalu pahit dan tidak terlalu manis. Vanda juga menyesap kopinya. Perempuan itu bingung mau berbicara apa. Pernikahan yang terlalu mendadak dan juga sikap Erza yang dingin membuatnya tidak tahu apa yang bisa membongkar lapisan es yang menyelimuti suaminya.
"Mas?" Vanda berusaha mencairkan suasana. "Makanan faforit kamu apa? Besok aku buatkan sarapan sebelum kamu berangkat kerja."
Vanda semakin canggung saat Erza menatap manik matanya. Ah, tatapan mata itu terlalu tajam dan membuat Vanda tak bisa berkutik. Tatapan mata itu seolah menginterupsi niat baik Vanda untuk melayani suaminya dengan semestinya.
"Terserah." Hanya kata itu yang keluar dari bibir Erza.
Baiklah, sekarang Vanda menyerah. Ia tidak akan lagi repot-repot menanyakan hal yang tidak penting pada Erza karena jawabannya selalu itu-itu saja. Seolah tidak ada kosa kata lain yang dimiliki Erza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Wedding
RomanceVanda Afriska, gadis 27 tahun berparas cantik seperti bunga anggrek kesukaannya. Selain wajah cantik, Vanda juga wanita cerdas dan penuh kelembutan. Seumur hidupnya, Vanda selalu menjadi anak yang berbakti pada sang papa selaku orang tua tunggal bag...