10. Meyakinkan Kamu

6K 409 32
                                    

Suara televisi menyala menemani Vanda malam ini. Ia masih setia menunggu kepulangan sang suami. Hingga jarum jam menunjukkan pukul 9 malam, ia masih duduk di ruang tengah menunggu Erza. Sudah beberapa hari ini ia selalu menunggu Erza. Seolah ini sudah menjadi rutinitas wajibnya sekarang. Vanda tidak pernah merasa lelah melakukan semua ini. Ia tetap menjalaninya dengan sepenuh hati.

Sudah tidak terhitung seberapa besar kesabaran Vanda menghadapi Erza. Batu karang itu sangat kuat hingga rasanya Vanda mulai terengah, tapi Vanda yakin kerasnya batu karang lambat laun akan terkikis oleh ombak. Ia masih ingat betul apa kata Viona tempo hari.

Sebenarnya Bang Erza itu baik kok, Mbak.

Ya, kalimat itulah yang meyakinkan Vanda bahwa suaminya memang baik. Bagi Vanda berusaha mencintai Erza itu berat. Tidak semudah saat hatinya terjerat oleh Razka, tapi mau bagaimana pun Erza yang menjadi suaminya sekarang. Hanya Erza yang patut Vanda cintai. Satu harapan sederhana Vanda yaitu menikah seki seumur hidup. Jika mungkin takdir berkata lain, seandainya mereka berpisah, Vanda lebih memilih tidak akan menikah lagi. Namun, Vanda tetap berharap ia bisa mempertahankan keutuhan pernikahan ini sampai maut yang memisahkan.

Vanda melongok ke arah ruang tamu saat mendengar suara pintu terbuka. Benar saja, suaminya sudah pulang. Seperti biasa Erza pulang dengan wajah kusut, rambut agak berantakan dan baju yang sudah tidak rapi. Melihat kesungguhan Erza dalam bekerja, Vanda jadi teringat kata-kata Viona lagi.

Sebenarnya Bang Erza itu baik dan tekun.

Iya, selain baik, Erza juga tekun. Hal ini terlihat dari kesungguhan Erza dalam bekerja. Pria itu selalu totalitas menjalani pekerjaannya. Ia tidak pernah mengeluh capek dan sebagainya setiap kali pulang kerja. Tak jarang pria itu masih melanjutkan pekerjaannya di rumah.

"Mas, mandi dulu, gih. Abis itu kita makan malam bareng. Aku udah siapin makan malam buat kamu."

Erza mengernyitkan dahi. Vanda masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Masih menunggunya tanpa lelah dan putus asa. Mendadak pesan papa mertuanya tadi sore terngiang-ngiang di kepalanya. Ya, pesan untuk menjaga Vanda. Namun, hati Erza masih berat untuk melakukannya.

"Mas?" Suara Vanda menginterupsi lamunan Erza.

"Aku udah makan di luar," balas Erza berdusta.

Ada rasa kecewa saat usaha Vanda gagal lagi. Vanda ingin marah saja rasanya, tapi ia bukan tipe orang yang suka meledakkan emosi. Papa selalu mengajarkannya untuk berpikir dengan kepala dingin. Meluapkan emosi saja menambah perkara menurutnya.

"Makan lagi, Mas. Dikit aja," bujuk Vanda.

"Enggak." Erza tetep bersikukuh menolak.

Saat Erza akan melangkahkan kakinya menuju lantai dua. Tiba-tiba suara nyaring terdengar. Suara keroncongan keras dari perut Erza mendadak membuka kebohongan pria itu di hadapan Vanda. Erza langsung menoleh ke belakang. Ia dapat melihat jelas Vanda yang tersenyum lebar, lalu mengatakan sesuatu yang tidak bisa membuatnya berkutik lagi.

"Aku tunggu di ruang makan ya, Mas. Kamu harus makan biar nggak bunyi-bunyi lagi perutnya."

Erza mendengus pelan. "Iya."

***

Erza turun dari lantai 2 dengan muka yang lebih segar setelah mandi. Vanda sudah menunggunya di ruang makan. Perempuan itu menggunakan gaun malam yang lebih sopan daripada kemarin-kemarin. Ternyata Vanda menuruti saran Erza tempo hari. Hari ini Vanda mengenakan gaun tidur berbahan satin tebal. Gaun berbentuk kimono warna tosca itu entah mengapa sangat cocok di tubuhnya. Ikatan rambut Vanda yang hanya dicepol juga tidak mengurangi kadar kecantikannya. Ah, sudahlah, Erza terlalu larut memikirkan perempuan itu.

Imperfect WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang