Siang hari Vanda sengaja menghampiri Viona di kantornya. Kini ia menginjakkan kaki di kantor redaksi majalah Drupadi yang merupakan majalah fashion dan life style terkenal di Indonesia. Adik iparnya itu memang bekerja sebagai layouter majalah. Ia menunggu Viona di lobi sesuai janji. Tak butuh waktu lama untuk menunggu Viona karena gadis itu sekarang sedang berjalan di lobi mendekati Vanda. Viona berjalan dengan dua orang perempuan dan dua orang laki-laki yang sepertinya rekan kerjanya.
Vanda memang sengaja mengajak Viona untuk makan siang bersama. Ada banyak yang ingin diketahui tentang Erza, sehingga Vanda berinisiatif bertanya pada Viona. Untung saja adik iparnya itu bersedia makan siang dengannya meski masih di lokasi kantor redaksi majalah Drupadi.
"Mbak, kita makannya di restoran sebelah. Beneran nggak apa-apa, nih?"
Vanda mengangguk setuju. "Iya. Nggak apa-apa. Santai aja."
Vanda kini mengikuti Viona menuju restoran yang akan dijadikan tempat makan siang sambil mengobrol. Senyum Vanda terkembang ketika bertegur sapa dengan teman-teman kerja Viona.
"Mbak Viona, coba lo lebih kalem kayak kakak ipar lo. Pasti lebih cakep," ujar seorang laki-laki berkemeja garis-garis dengan name tag bertuliskan 'Bara Hudatama' tergantung di lehernya.
"Yaelah, gue juga cakep, Bar. Kalau nggak cakep mana mungkin gue laku," balas Viona.
"Lo kali yang kurang cakep, Bar. Makanya jomblo permanen," sahut seorang wanita yang bau parfumnya sangat menyengat. Name tag-nya bertuliskan 'Sherlin Juliana'. Bahkan wanita yang berjalan di samping Viona sampai menutup hidungnya dengan sapu tangan. Sepertinya wanita itu ingin muntah.
"Astaga, Mbak Sherlin. Tega banget bilang gue jomblo permanen."
"Kenyataannya emang gitu, Bar."
"Udah deh, Mbak. Daripada julidin kejombloan gue, mending lo ganti parfum lagi. Kasihan tuh Mbak Amara lagi hamil muda bawaannya pengin muntah mulu gara-gara parfum lo. Kasihan juga bayinya."
"Ribut mulu sih kalian itu," tegur pria yang berjalan paling depan.
"Bara tuh biang keroknya, Mas Cakra," sahut wanita yang bernama Sherlin.
Viona dan teman-temannya masih ribut dan mengejek satu sama lain. Vanda sempat terkikik melihat kelakuan konyol teman-teman kantor Viona. Mendadak ia jadi rindu bekerja. Rindu juga dengan teman-teman kantornya dulu. Rasanya Vanda ingin bekerja lagi, tapi Papa pasti tidak mengizinkannya karena sudah menikah.
***
Vanda dan Viona duduk di meja terpisah dengan rombongan teman-teman kantor Viona tadi. Keduanya menyendok makanan sambil mengobrol tentang Erza. Vanda banyak bertanya tentang Erza pada Viona. Dan adik iparnya itu pun menceritakan semua tentang kakaknya, termasuk masa lalunya.
"Mbak yang sabar ya ngadepin Bang Erza. Orangnya emang dingin gitu semenjak ibu kandung kami meninggal."
Ya, Erza berubah drastis sejak kepergian sang Bunda. Semenjak itu tidak ada lagi yang membelanya di saat Ayah memarahi atau mengekangnya.
"Dulu aku aja sempat sebel sama sikap dingin Bang Erza juga, Mbak. Ya, tapi orangnya emang gitu."
Vanda mengangguk. Diteguknya jus apel dingin di gelas yang bersebelahan dengan makanannya.
"Bang Erza waktu muda tuh kasihan, Mbak. Dia benar-benar dikekang Ayah dulu. Bahkan Bang Erza pernah mencelakai dirinya sendiri saking depresinya sama semua kekangan Ayah."
Vanda membulatkan matanya. "Mencelakai ... dirinya sendiri?"
"Iya, Mbak. Bang Erza pernah nabrakin dirinya ke pohon waktu naik motor. Terus ya luka-luka. Tangannya sebelah sempat retak waktu itu."
![](https://img.wattpad.com/cover/237663279-288-k560796.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Wedding
RomanceVanda Afriska, gadis 27 tahun berparas cantik seperti bunga anggrek kesukaannya. Selain wajah cantik, Vanda juga wanita cerdas dan penuh kelembutan. Seumur hidupnya, Vanda selalu menjadi anak yang berbakti pada sang papa selaku orang tua tunggal bag...