Sean meneguk sisa americanonya sambil menunggu rangkaian bunganya selesai dibuat. Mawar putih dan lily putih menjadi pilihannya seperti sebelum-sebelumnya. Gadis itu suka dengan bunga lily putih dan mawar. Yah walaupun dia juga membawa beberapa paket makanan untuk mereka nanti, wajib hukumnya jika dia juga harus membawa bunga.
Ponselnya berdenting dua kali, pria itu merogoh sakunya dan menghidupkan layar pipih itu melihat bahwa Akbar yang mengiriminya sebuah pesan dan share lokasi. Pria itu kemudian mematikan ponselnya ketika si florist mengingterupsinya jika buket bunganya sudah selesai. Pria itu memasukkan ponselnya ke saku, kemudian merogoh saku lain untuk mengambil dompet dan mengeluarkan uang pecahan seratus ribu sebenyak dua lembar.
"Terima kasih ya kak. Sampai jumpa, hati-hati di jalan." Sean hanya menanggapi dengan sebuah senyum tipis. Pria itu meletakkan buket yang lumayan besar itu di jok sebelahnya kamudian melajukan kendaraannya menuju alamat yang sangat dia kenali.
"Bahkan takdirnya sendiri yang bawa dia deket sama masa lalunya. Mereka memang belum menyelesaikan urusan di masa lalu, makanya takdir selalu bawa mereka untuk bertemu apapun kondisinya," ucapnya kemudian mulai menginjak pedal gas. Di tengah jalan dia terfikir untuk mengubungi seseorang. Dia mendial sebuah nomor kemudian menyalakan loud speaker ketika panggilan teleponnya telah terhubung.
"Halo?" Ucap seorang pria di seberang sana. Sean mengeratkan pegangannya pada kemudi. Dia diam sejenak sambil menghentikan mobilnya saat lampu merah.
"Hana ... udah nikah," ucap Sean meragu. Di seberang sana tidak ada jawaban selama beberapa menit, kemudian telinganya menangkap suara ketika pria itu berdeham kecil nyaris tak terdengar. Sean sangat tau jika pria itu akan sakit setelah ini. Mungkin dia harus mempertimbangkan untuk menemuinya di Sydney untuk menjenguk.
"Lo kapan mau pulang?" Tanyanya setelah diliputi oleh keheningan selama beberapa menit. Pria di seberang sana terdiam cukup lama.
"Gue bakal pulang, Tapi gak sekarang. Gue janji bakal pulang. Thanks ya udah ngabarin gue."
"Iya, hari ini dia pindah rumah."
"Masih satu baris sama rumah lo ...," ucapnya kemudian berbelok ke sebuah rumah yang pagarnya terbuka. Setelah sampai di pelataran, pria itu tidak langsung keluar. Pria itu melirik rumah sebelahnya dengan ekspresi yang tidak terbaca.
"Kehidupan emang lucu ya. Gue harap lo bisa handle semuanya dengan baik ya Sean. Gue percaya sama lo. Demi Hana gue rela ngelakuin apapun," ucap pria itu. Sean hanya diam tidak merespon. Setelah beberapa menit berada dalam keheningan, pria di seberang sana membuka suara. Sean hanya diam tidak tahu harus merespon dengan kalimat apa.
"Lo bahagia nggak?" tanya Sean tiba-tiba. Pria di seberang sana memandang langit malam kota Sydney dengan pandangan menerawang. Tanpa sadar setitik air matanya meleleh saat dia menyentuh kaki besinya. Pria itu meremas sweaternya sendiri untuk menahan isakan.
"Gue ... Gue selalu bahagia kalau dia bahagia, Sean. I always give her every pleasure that her need," jawabnya dengan suara parau. Sean memejamkan matanya sejenak. Dia memijat pangkal hidungnya yang berdenyut pusing.
"She wanted you, Vin. But, too late. She's married." Pria di seberang sana tersenyum getir. Dia tau jika Hana membutuhkannya, tapi dia tidak ingin Hana menanggung bebannya. Dia merasa kecil. Dia merasa tidak pantas bersanding dengan gadisnya.
"Gue tau. Lo sendiri gimana?"
"Gue tau lo suka sama Hana," lanjut pria itu. Sean terkekeh pelan. Jujur dia tidak tahu. Semakin dia menarik dirinya, semakin rasa cintanya bertambah besar. Jika dia bisa egois, dia ingin terus bersama gadis itu, memberi semuanya kepadanya. Kasih sayang, perhatian, dan cintanya. Semuanya untuk Hana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bring Me To Jannah [END] REVISI
FanfictionHana, gadis yang mendapatkan kepribadian baru saat peristiwa besar itu terjadi. Peristiwa yang memporak-porandakan hidupnya. Hingga, orangtuanya terpaksa merenggut sebagian ingatannya. Bangun dengan kepribadian yang lebih bar-bar membuat orangtuanya...