Matahari belum menunjukkan sinarnya bahkan hari baru saja berganti. Sepasang suami-istri itu baru tidur beberapa jam setelah bermain kembang api dan membuat jagung bakar di halaman. Suara-suara takbir masih nyaring terdengar di masjid dan mushalla dekat rumahnya, Hana bangun tergesa karena perutnya sakit.
Sejenak dia melihat kalender duduk yang berada di nakas tempat tidurnya kemudian berdecak kesal. Pasti hari ini dan beberapa hari ke depan adalah jadwal mencuci seprei karena dia selalu bocor saat menstruasi.
"Sial! Sial! Sial! Padahal hari ini hari raya pertama gue setelah jadi istri orang. Malah menstruasi."
Setelah membersihkan dirinya, dia duduk sejenak di toilet untuk mengatur emosinya yang tiba-tiba membeludak. Dia kesal setengah mati. Kemudian kembali bergelung di ranjangnya yang hangat melanjutkan tidur. Namun, semuanya hanyalah angan. Perutnya rasanya makin melilit dan kaku. Dia telah meringkuk menahan kesakitan selama sepuluh menit hingga dia meraih lengan kaos suaminya.
"Bar, Bar." Pria itu mengerjap pelan melihat istrinya yang sudah mandi keringat. Pria itu mendadak panik hingga dia langsung mendudukkan dirinya. Dia mengusap peluh di dahinya kemudian mengecek suhu tubuh Hana. Normal.
"Perut gue sakit banget!"
"Kenapa?"
"Kram menstruasi." Pria itu mengkode untuk membelakanginya. Pria itu merapatkan dirinya kemudian mengusap perut Hana. Gadis itu terpaku. Bahkan dia bisa merasakan hembusan nafas pria itu dia lehernya. Dia hendak berbalik, pria itu menahannya.
"Biarin gini aja daripada nggak bisa tidur. Pagi masih lama." Hana berdeham. Rasa sakitnya mengalahkan segalanya. Dia memilih diam meringkuk dengan keringat sebesar biji jagung disekujur tubuhnya.
"Mau dibikinin kompresan nggak?" Tanya Akbar, Hana terdiam berpikir sejenak kemudian mengangguk. Pria itu langsung bangkit dari posisinya dengan mata terpejam ke arah dapur. Saat pria itu benar-benar dia rasa sudah menjauh dari kamar, Hana menetralkan nafasnya. Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang.
"Kayaknya gue udah gila!"
"Anjir! Gue gak kuat sama laki-laki act of service!"
Setelah sepuluh menit, pria itu kembali dengan kompres air panas ditangannya. Dia mengusap peluh di kening istrinya kemudian meletakkan kompresan di perut gadis itu. Pria itu kembali ke posisi awalnya merapatkan dirinya untuk mengusap perut Hana. "Sakit banget!" Rengek gadis itu.
"Saya lama-lama nggak tega. Lain kali saya hamilin aja biar nggak kram mens selama sembilan bulan." Gadis itu mencubit keras tangan kekar suaminya yang tengah mengusap perutnya. Pria itu mengaduh kemudian terkekeh pelan. Tangan kekarnya tetap melanjutkan aktivitasnya mengusap perut gadis itu sesekali membenarkan posisi kompresan air hangatnya.
"Makasih."
"Kembali kasih, istriku,"ucap pria itu dengan mata terpejam, pria itu menunduk kemudian mengecup puncak kepala Hana sekilas. Iya, sepertinya pria itu benar-benar akan membuat Hana jatuh sejauh-jauhnya dalam perasaan yang lebih dari ini. Gadis itu memegang tangan kekar suaminya kemudian mengusap pelan bekas cubitannya tadi. Pria itu benar-benar membuatnya merasa nyaman alih-alih memaksakan kehendaknya untuk mencintai balik pria itu. Dia membiarkan hubungan mereka mengalir dan membuatnya nyaman.
Sebelum ini mereka sudah sangat saling mengenal. Jadi tidak terlalu canggung untuk mereka bicara pada akhirnya. Walaupun hanya berdua di rumah.
Pria itu setiap waktu selalu memperhatikannya, berjalan di belakangnya kemanapun dia melangkah. Pria itu benar-benar takut jika dirinya terluka. Mata tajamnya selalu berubah menjadi berbinar ketika dirinya berbicara. Dia benar-benar merasa sedang dicintai secara hebat oleh seseorang. Entah, tinggal menunggu waktu yang tepat agar perasaan cintanya tumbuh kepada suaminya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bring Me To Jannah [END] REVISI
FanfictionHana, gadis yang mendapatkan kepribadian baru saat peristiwa besar itu terjadi. Peristiwa yang memporak-porandakan hidupnya. Hingga, orangtuanya terpaksa merenggut sebagian ingatannya. Bangun dengan kepribadian yang lebih bar-bar membuat orangtuanya...