XVI

12 4 3
                                    

Sepeda putih milik Zidny terpaksa berhenti dihadapan Felisya kala Felisya memanggil namanya di sisi jalan dengan buku tebal ditangannya yang terbilang mungil. Ia menghampirinya setelah memastikan tak ada kendaraan lain melintas dihadapannya.

"Ada apa?" Zidny bertanya dengan wajah tak suka. Felisya tak mendengar pertanyaan Zidny, ia langsung berjalan ke belakang sepeda dan menaiki nya secara tiba-tiba.

Tatapan Zidny membuat Felisya ketakutan setelah ia tiba-tiba berdiri pada tempat boncengan yang ada di sepeda milik Zidny. Untungnya, Zidny langsung terkesiap karena jika tidak maka keduanya akan terjatuh secara bersamaan dengan sepeda nya juga.

Felisya berdehem, menengok ke kanan juga kekiri tanpa merasa memiliki kesalahan. Tangannya bergerak pada pundak Zidny, memegangnya erat kemudian menepuknya pelan memerintahkan untuk segera berjalan.

"Gua butuh lu," katanya.

"Tapi gua enggak." Zidny menjawab dengan santai, lebih santai daripada Felisya saat menaiki sepedanya. Sepeda putih miliknya tetap diam, tak ia gowes dengan segera.

"Gua trak—." Tanpa aba-aba, Zidny langsung melajukan sepedanya dengan kencang membuat Felisya segera memeluk Zidny dari belakang secara tak sadar. Tak lama kemudian ia melepasnya dengan cepat.

Zidny membeku, badannya kaku setelah pelukan Felisya dari belakang tadi. Walaupun dirinya tahu ini kesalahannya, namun ia merasakan sesuatu yang berbeda kali ini, entah apa.

"Maaf, Gua gapernah bonceng cewek," terangnya.

"Gua juga gapernah dibonceng cowok." Felisya menjawab pernyataan Zidny. Ia kembali meletakan jari jemarinya pada pundak Zidny, sedangkan Zidny menerimanya tanpa mau berprotes. Takut juga jika Felisya terjatuh apabila tak berpegangan.

"Kemana?"

"Kafe Fla," Jawab Felisya

Kini, jari Felisya bergerak pada leher Zidny dari belakang kemudian melepaskannya. Menghirup udara segar sore hari di atas sepeda. Ia senang karena baru kali ini merasakannya bahkan dengan June saja dirinya tak pernah.

Tangannya masih mengudara membuat Zidny memelankan kecepatan menggoes sepedanya. Mata Zidny fokus ke depan, berusaha menjaga Felisya agar tidak terjatuh.

"Badan lu berat," ledek Zidny disela-sela kesibukannya ketika sedang fokus dalam perjalanan. Kejadian dua bulan lalu terputar dalam otak Felisya. Ia mengingatnya ketika pingsan di UKS karena telat makan. Felisya mendengus, kemudian menggelitik Zidny yang sedang berkendara.

Tiba-tiba, Sepeda itu berbelok ke kanan serta kekiri. Zidny segera mengeremnya sedangkan Felisya langsung turun dari sepeda ketika sepeda itu sudah berhenti di sisi jalan yang cukup sepi. Masih kurang beberapa meter sebelum Kafe Fla.

"Yang bener dong," protesnya pada Zidny namun dibalas tatapan sinis.

"Lu yang ada."

"Kok gua?"

"Lu gelitikin gua," kesal Zidny tanpa menoleh pada Felisya. Ia kemudian mendorong sepedanya hati-hati, hilang Mood untuk berolahraga seperti tadi.

Felisya berlari kecil berusaha menyamakan langkahnya dengan Zidny. Memulai percakapan namun tak dijawab oleh Zidny. Ia menyerah. Kemudian Felisya mendahului Zidny, menunjukkan kemampuan berlarinya.

"Kalau lu bisa lari, kenapa harus naik sepeda gua?" tanya Zidny.

"Tadinya males keringetan." Akhirnya, mereka berjalan beriringan menuju kafe yang sudah mulai terlihat Banner-nya. Felisya tersenyum senang, sedang Zidny masih dengan muka masam.

Interior Kafe semakin menarik kala mereka melihat banyak perubahan pada Kafe. Padahal, Felisya hanya sehari tak berkunjung ke sini. Ia berlari pada tempat antrian, memberi kode pada Zidny untuk mencari tempat duduk.

Dream [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang