XXI

7 3 1
                                    

"Zidny," Panggil Felisya dari dekat tangga. Ia menoleh dengan muka datarnya. Dani yang tak habis fikir langsung menghampiri Zidny dan memberinya pertanyaan bertubi-tubi dan jangan lupakan kelebayan Dani jika bertanya.

"Gua capek," jelas Zidny. Sorot matanya jelas menggambarkan dirinya sedang lelah dan tak ingin diganggu. Entah mengapa, hal itu membuat keduanya tertegun tak mampu berkata-kata apapun lagi.

"Gua mat—"

"ZIDNY!" teriak keduanya refleks ketika Zidny berkata demikian. Padahal, ucapan Zidny belum juga terselesaikan. Felisya menjewer kuping Zidny dengan gemas akibatnya kuping Zidny memerah.

"Lu apa-apaan sih Fel?" Bukan Zidny yang protes, melainkan Dani. Didalam hatinya, Dani kesal setengah mati ketika Felisya menghawatirkan Zidny sebegitunya walaupun sebenarnya Dani pun sama khawatirnya.

Felisya mundur selangkah, matanya tetap terarah pada Zidny dengan tajamnya.

"Sampe lu berfikir buat bundir gue tenggelemin lu," ucap Felisya yang dibalas tawa renyah oleh Zidny.

"Kok ketawa?"

"Siapa yang mau bundir sih." Keduanya melongo mendengar penjelasan Zidny.
Zidny merapihkan baju seragamnya yang sedikit keluar. Memang, bajunya terlihat sangat berantakan dan muka Zidny pun seperti memiliki banyak masalah membuat Dani dan Felisya berfikir demikian.

"Ayo kita lanjutin menggambar," ucap Zidny tanpa peduli keduanya masih shock.

"Ayo," titahnya sekali lagi.

Felisya berjalan dengan lamunan, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada Zidny saat ini. Dia ingin membantu, setidaknya kan mereka berteman dan berteman itu harus saling membantu, itu fikirnya.

Ketiganya melewati anak tangga satu persatu dengan keheningan. Tak ada yang mengajak bersuara, hanya ada suara langkah kaki mereka ketika berjalan. Mereka masuk dalam fikiran masing-masing.

-----

Mobil Bu Lia terparkir diluar ketika Felisya menuju tempat Parkir sepeda motornya. Dengan tenang, ia tetap berjalan santai berharap tak mendapat panggilan dari Bu Lia. Tapi, baru saja dirinya ingin meraih stang motornya, Bu Lia menghampirinya dan mengatakan banyak hal padanya.

Ya, Bu Lia memang sering memanggilnya, mengajaknya bercerita tentang kesehariannya ketika sekolah sudah mulai sepi. Ini bukan pertama kalinya Felisya pulang sendiri, jadi ia sudah pasrah saja jika dipaksa untuk bercerita. Felisya tahu ini baik untuk dirinya, namun terkadang dirinya merasa tak nyaman jika harus mengobrol banyak apalagi dengan gurunya sendiri. Ia malu menceritakannya.

"Felisya, Gimana hari ini?" tanya Bu Lia dengan tas yang ia jinjing. Felisya tersenyum manis seperti biasanya. Ah, Felisya harus jujur kepadanya sesekali saja.

"Menyenangkan kok Bu, tapi cuma agak kaget aja sama Zidny tadi." Ia mencoba menyampaikan apa yang didapatkannya hari ini sesuai keadaan yang sebenarnya. Felisya masih benar-benar kaget dengan perubahan sikap Zidny yang tiba-tiba kembali seperti dahulu yaitu menyendiri.

"Oh gitu, nanti ibu bicarakan dengan Zidny ya. Emang tadi Zidny kenapa?" Disaat itu juga, Felisya semangat menceritakan kejadian Zidny sore tadi sambil berjalan menuju bangku yang ada di pojok parkiran. Bu Lia merespon seadanya, beliau bilang akan membujuk Zidnya untuk bercerita agar cepat terselesaikan masalahnya.

"Terimakasih Bu." Ia membuang nafasnya lega. Setidaknya, dirinya tak mengubur kisahnya sendirian. Seketika Felisya bersyukur karena memiliki guru yang sangat baik seperti Bu Lia.

------

Setiap Chapter ada maknanya..
Hayo, apa makna tersembunyi di chapter ini?

Jawab di kolom komentar, atau dalam hati juga gapapa ehehe.

Jangan lupa kritik dan saran nya gais! Terimakasii^^
Vote juga yaa💗

Dream [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang