Chapter 14

461 83 24
                                    

Warning typo bertebaran, harap maklum 😊
.
.
.
.
.
.
.
Selamat membaca 😘














Kim Tan menghentikan mobilnya di depan rumah kakak tirinya, Won. Gerbang besi yang berwarna hitam itu terbuka secara otomatis, begitu salah seorang petugas keamanan di rumah itu mengenali mobil mewah tersebut.

Jiyeon mendengus sebal saat Tan turun begitu saja dan langsung membuka bagasi mobil guna menurunkan barang-barang miliknya. Tan kemudian bersidekap di samping pintu mobil dan membiarkan para pelayan untuk membawa koper-koper ke dalam.

“Iya, jangan mengomel terus. Apa ayah tidak takut darah tinggi?” sungut Jiyeon sebal, saat ayahnya hendak membuka mulutnya saat Jiyeon tak juga turun dari dalam mobil.

“Dengar, ayah tau kau bosan dan entah yang terjadi hari ini merupakan suatu ketidak sengajaan atau bentuk pemberontakanmu. Tapi semua sudah terjadi, dan kau harus menanggung konsekuensinya” setelah memberikan teguran terakhir untuk anaknya, Tan kemudian memeluk Jiyeon untuk sejenak. “Tinggal lah sementara disini, jangan buat ayah dan ibumu kawatir. Sekarang masuklah”

Jiyeon masih berdiri ditempatnya walaupun Tan sudah melepaskan pelukannya dan kini masuk kembali ke dalam mobil. Bahkan ayahnya tak ingin mengantarnya masuk ke dalam, sungguh kejam.

Bersabar katanya, entah apakah dia akan menerima kebebasan itu ataukah ini hanya akal-akalan ayahnya saja untuk tak mengakuinya bahkan hingga ia mati kelak. Bukankah dia bukan seorang presiden atau sosok publik figur lainnya yang diaruskan menyembunyikan fakta keberadaanya. Lalu kenapa pula kakak-kakaknya yang lain tak menerima perlakuan yang sama sepertinya.

“Oh ayolah Kim Jiyeon jangan seperti itu, coba beri ayah senyuman cerah sebelum ayah pulang” tutur Tan yang masih belum menjalankan juga mobilnya. Jiyeon membuka bibirnya selebar mungkin memberikan senyuman manis, tidak lebih tepatnya sebuah ringisan lucu. Selanjutnya ia melengos begitu saja meninggalkan ayahnya dan memilih untuk masuk ke dalam menemui paman dan bibinya.

Langkah Jiyeon yang semula dihentakkan keras-keras akibat rasa sebal mendadak hening seketika saat sebuah ide terlintas di pikirannya. Membalikkan badannya cepat dan melihat apakah mobil sang ayah sudah benar-benar pergi dari sana.

Setelah dirasa kondisi sudah aman, Jiyeon langsung menuju kearah kopernya yang hendak dibawa ke lantai atas. Ia membuka isi koper dan mengeluarkan tas sekolahnya juga beberapa baju yang semula tertata rapi di dalam koper.

“Eh... Jiyeon mengapa kau mengeluarkan baju-bajumu disini. Kau tidak berniat tidur di depan tangga kan?” celetuk Won yang baru saja keluar dari kamarnya dan hendak melihat sang keponakan.

“Paman, sepertinya aku tidak akan menginap disini untuk tiga hari kedepan” jawab Jiyeon yang masih sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam tas, lalu dia mengeluarkan barang-barangnya lagi karena tidak cukup.

“Apa? Tapi ayahmu bilang..”

“Paman.. aku baru saja memiliki seorang teman di sini dan aku berencana untuk tinggal di rumahnya untuk beberapa saat. Paman pasti pernah muda bukan? Jadi.. bantu aku ya. Jangan beri tahu ayah hmm..” Won hanya dapat menghela nafasnya pasrah saat melihat putri adiknya ini mengeluarkan ekspresi wajah memelas yang lucu itu. Dia yang memang menginginkan anak seperti Jiyeon tentu sangat memanjakan bocah itu sedari kecil hingga sekarang.

“Baiklah-baiklah” mendengar persetujuan dari sang paman membuat Jiyeon berteriak kegirangan. Dia kemudian menenteng barang-barangnya dan segera pergi dari sana tak lupa menghadiahkan kecupan di pipi sang paman.

The Heirs (Reborn)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang