Sabrina duduk diruang tamu, sambil memainkan jemari nya. Samudra lagi ada Kania di rumah, jadi Sabrina merasa nggak terlalu kesepian pas pulang dari puncak tadi. Sabrina kaget pas melihat ponselnya setelah mandi tadi, kalau Rafi mau ngomong sama dia."Nunggu siapa sih, Sab?" tanya Samudra yang lagi makan bareng sama Kania.
"Temen.." ucap Sabrina pelan. Kania menaikkan alisnya pas Samudra menatap Kania dengan raut wajah tidak yakin.
"Mau main dirumah atau pergi keluar Sab?" tanya Kania kali ini.
Sabrina menoleh. "Kayaknya keluar sih." jawab Sabrina padahal nggak tahu juga, kalau Rafi mau ngobrol disini...Sabrina malu sih. Karena ada Samudra, lagi Sabrina juga nggak enak kalau ada tetangga yang melihat.
Sesekali Sabrina mengintip dari jendela dibalik gorden. Kenapa sih Sabrina nggak bisa tenang?
Sampai akhirnya, suara motor terdengar dan Sabrina melihat ke jendela. "Abang sama Ka Kania jangan keluar ya." ucap Sabrina dengan wajah memohon.
Sabrina langsung menuju keluar dan menutup pintu. Rafi pakai jaket jeans warna hitam nya dan celana pendek se lutut. "Hai.." ucap Sabrina canggung.
Beberapa hari nggak ketemu Rafi, nggak kirim pesan juga.
"Ada orang ya dirumah Sab?" tanya Rafi melirik ke rumah Sabrina.
Sabrina mengangguk. "Ada Abang sama pacarnya."
"Ngobrol dimana ya enaknya?" tanya Rafi, nggak nyaman juga buat Rafi kalau ngobrol di depan rumah Sabrina.
"Taman aja? Rame kok, apalagi hari minggu." ucap Sabrina mengingat ada taman di kompleknya, banyak yang jual makanan juga.
Rafi setuju dan Sabrina langsung naik ke motor cowok itu.
Begitu sampai, Rafi nanya ke Sabrina mau pesan makan atau minum apa nggak gitu, basa-basi aja sih karena Rafi juga deg-degan sebenarnya. Sabrina menolak dan akhirnya mereka duduk di bangku taman yang panjang.
Sabrina beruntung dia ingat taman ini disaat mendesak kayak tadi, beruntungnya juga disini masih banyak anak yang bermain. Jadi suasananya nggak terasa terlalu sepi dan canggung.
"Tadi ke puncak sama siapa Sab?"
"Sama temen-temen, Zidan, Aqila, Bima dan yang lain." ucapnya jujur.
Rafi mengangguk. Sedikit kesal pas dengar nama Zidan, nggak kepikiran sama sekali kalau Sabrina bakal pergi sama Zidan juga. Kesal juga karena disini Rafi berusaha mati menyingkirkan Sabrina dari pikirannya tapi perempuan itu lagi senang-senang. Tapi kesalnya Rafi sedikit memudar pas ingat kalau Sabrina masih mau ketemu sama dia.
"Sab.." jeda. "Maaf ya malem itu gue nggak jadi dateng." tambah Rafi. "Ada temen dateng kerumah terus nyokap ngajak makan malem."
"Iya nggak papa." ucap Sabrina, walaupun kalau diingat-ingat Sabrina kesal sekali malam itu.
"Sab lo tuh ada yang deketin nggak sih?" tanya Rafi, berusaha menganalisis Sabrina terlebih dahulu biar Rafi tahu harus mulai bicara dari mana.
"Emang kenapa?"
Rafi menarik napas. "Gapapa, gue takut udah ada yang deketin lo, nggak mau ganggu.." memang benar, Rafi nggak mau berkompetisi sama siapapun apalagi jika orang itu sudah ada beberapa langkah di depan Rafi.
Sabrina terkekeh, dan itu jawaban buat Rafi kalau nggak ada yang mendekatinya. "Sab, jujur.. dari kemarin gue nggak bisa berhenti mikirin lo. Gua bingung sama lo yang waktu itu tiba-tiba pergi, terus besoknya lo berubah. Gua ada salah ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Girl Behind the Curtains
Roman d'amour"Kenapa nggak jadi sama temen yang gue kenalin kemarin?" Sabrina diam. "I am not an easy person to deal with...Nan." Sabrina Azalea, selfless girl yang punya medium wavy brown hair dengan kulit honey skinnya yang nggak mau punya pacar yang cuma ja...