XXII: Yang Tersembunyi

5.2K 1.3K 90
                                    


Malam itu Alex tak bisa tidur.

Dia merasa mungkin Rama dan Seiji mengutuknya. Seiji, terutama. Seharusnya Alex tetap tinggal di kantor X, tetapi dia tidak bisa menginap. Oma meneleponnya menjelang pukul sembilan malam dan Alex tidak punya alasan kuat untuk berbohong. Jadi dia minta izin untuk pulang sambil berjanji akan ke kantor secepat mungkin besok pagi. Seiji tidak mengizinkan sedangkan Rama hanya mengangguk enggan. Alex menganggap itu sebagai "ya".

Nyatanya di rumah, Alex tak bisa langsung terlelap. Dia hanya berputar-putar di atas kasur, tak bisa tidur. Pikirannya cemas membayangkan analisis video-video itu. Apa yang akan terjadi besok? Kalau video itu betulan diedit, apakah Enigma bisa ditemukan?

Menjelang jam tiga subuh, barulah Alex tertidur. Rasanya dia hanya terlelap selama beberapa menit, karena mendadak saja, sebuah suara yang sangat berisik mengusik tidurnya.

Ponselnya berdering.

Alex mengerang. Telinganya terasa seperti dibor. Dia menggapai ke nakas tempat dia meletakkan ponselnya.  "'Lo?"

"Alex?" suara Rama. "Kamu di mana?"

"Di rumah. Kenapa, Rama?"

"Sekarang udah jam delapan pagi. Kita harus segera ke museum!"

Alex langsung meloncat dari tempat tidur. Di balik tirai, matahari sudah bersinar dengan terang. Tanpa banyak tanya, dia menghambur ke kamar mandi. Dia membayangkan wajah cemberut Seiji seandainya muncul terlambat lagi.


...


Mereka berlima menunggu dengan cemas dalam mobil sedan hitam itu. Lalu lintas padat khas hari Senin. Orang-orang yang hendak berangkat kerja berjejalan di jalan, adu cepat untuk sampai ke kantor.

Semua orang termasuk Alex tampak mengantuk, kecuali Celeste. Gadis itu masih cengar-cengir seperti anak kecil yang diajak menonton sirkus. Saat Alex bertanya pada Celeste apa dia sempat tidur, Celeste menggeleng dan bilang bahwa dia terbiasa tidak tidur berhari-hari. Pekerjaannya sebagai hacker membuatnya tahan bergadang seperti itu.

"Jadi, karena videonya nggak ada yang diedit, untuk apa kita ke museum?" Alex memberanikan diri menanyakan pertanyaan itu karena sedari tadi belum ada yang menyinggungnya. "Kita belum bisa membuktikan apa-apa."

"Video-video itu memang nggak diedit, tetapi waktunya dimainkan dengan cermat," kata Rama. "Rekamannya betulan diambil tanggal sembilan Agustus, saat Enigma dicuri. Namun waktunya bukan pukul enam sore, melainkan enam pagi."

Alex tercengang. "Enam pagi?"

"Jam di kamera-kamera live streaming itu dimajukan dua belas jam lebih cepat," timpal Seiji. Kantung hitam menggelayut di bawah matanya. "Kamera-kamera live streaming itu mulai merekam bukan pukul lima sore seperti yang kita duga, tetapi lima subuh. Makanya jam di kamera mencatat peristiwa itu terjadi di sore hari"

"Kalau begitu..." Alex menebak-nebak. "Yang ditonton para peserta lelang melalui live streaming pada sore hari itu sebetulnya merupakan rekaman kejadian di pagi harinya, saat Enigma masih belum hilang?"

"Tepat sekali," kata Seiji. "Si pelaku hanya perlu memutar ulang rekaman itu. Saat streaming, penonton tak akan tahu perbedaannya, karena yang di-streaming adalah apa yang ditampilkan di layar kamera. Apalagi tidak ada penanda waktu yang jelas di galeri Enigma: semua jam di museum bukan jam digital, melainkan jam analog dengan jarum. Pelaku menipu peserta lelang sehingga mereka mengira sedang menonton Enigma secara live. Jika kamera CCTV diperiksa dan jam di dalam galeri itu terlihat, tidak ada perbedaan yang jelas apakah saat itu pagi atau sore. Pada jam enam pagi atau sore, posisi jarum jamnya akan sama persis."

X: ENIGMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang