Prolog

19.4K 2.7K 53
                                    


Ruangan itu gelap.

Dari tirai sutra yang tersibak, hanya cahaya rembulan pucat yang menerobos masuk. Meski malam ini purnama, tetapi sinarnya tidak cukup kuat untuk menerangi seisi ruangan.

Sebuah meja kerja dari kayu yang kokoh memenuhi salah satu sisi ruangan. Meja yang dari model dan kilau peliturnya saja sudah mencerminkan kekuasaan dan uang. Itu adalah jenis meja kerja yang biasa dimiliki para direktur.

Di belakang meja, duduk seseorang. Wajahnya hanya tampak samar-samar, sementara postur tubuhnya tersembunyi dalam bayang-bayang. Dia suka seperti ini. Dia memilih untuk tidak dikenal. Malah semakin tidak dikenal, semakin baik. Dia semakin bebas bergerak.

Setidaknya untuk urusan yang satu ini.

Pintu ruangan itu diketuk agak takut-takut.

"Masuk!"

Pintu dibuka dan seorang pria lain masuk. Cahaya lampu dari pintu yang terbuka menyinari seleret lantai di ruangan itu yang berlapis marmer kelas satu.

"Shadow," kata sosok balik meja. "Nah, bagaimana?"

Dengan langkah-langkah tergesa, Shadow mendekati meja kerja yang megah itu. Dia melirik kursi tamu yang kelihatan nyaman, tapi terlalu gugup untuk duduk. "Semuanya sudah diatur."

Sosok di balik meja meraih sebatang pulpen dan memutar-mutarnya dengan tak sabar. "Diatur... seperti apa, tepatnya?"

"Sesuai rencana."

"Tepat sesuai rencana?"

"Betul," kata Shadow. "Tepat sesuai rencana. Saya sudah mengecek semuanya. Tidak akan ada yang tahu. Orang-orang akan mengira bahwa itu adalah kecelakaan."

"Aku tak mau mereka hanya sekedar mengira-ngira," jawab si sosok di balik meja. Suaranya tipis dan dingin, seperti kegelapan yang menyelubungi sosoknya. "Aku ingin Keenan mati dan orang-orang yakin bahwa penyebabnya adalah kecelakaan itu."

Shadow refleks mengangguk dalam-dalam. Dia tahu kalau lawan bicaranya sangat serius. Bukan hanya Keenan yang akan berakhir tragis kalau rencana ini meleset. Tapi aku juga. 

"Apa yang akan kita lakukan pada keluarganya?"

Sosok di balik meja sudah menunggu kemunculan pertanyaan itu. "Apa maksudmu?"

"Dia punya seorang anak perempuan. Apa gadis itu akan... curiga?"

Sosok di balik meja itu menggebrak mejanya. "Itulah alasan mengapa persisnya aku ingin rencana ini berjalan dengan semestinya. Kalau semuanya lancar, seharusnya gadis itu tak akan curiga sama sekali."

"T-tapi... Bagaimana kalau seandainya saja—"

"Aku tidak suka berandai-andai!" bentak si sosok di balik meja. Dia kembali duduk, gerakannya penuh perhitungan. "Tapi kalau itu terjadi, kau akan kubunuh lebih dulu sebelum gadis itu. Taruhannya terlalu besar. Kita tak boleh membuat kesalahan. Kau paham?"

Shadow menelan ludah. "Saya mengerti."

"Nah, kalau begitu..." Sosok di balik meja itu terkekeh. "Mari kita mulai permainannya!"

X: ENIGMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang