XIV: Brawidjaya Brontoseno

5.8K 1.4K 64
                                    


Kesimpulan dari Seiji itu sangat gamblang, tapi Alex tahu cowok itu benar. Si polisi menatap Seiji dengan tajam. Api tersulut di matanya, pertanda dia tidak senang analisisnya didahului Seiji.

"Untuk memastikan, apa kita boleh menonton rekaman dari kesembilan kamera pengawas itu?" tanya Rama pada Victor.

"Tunggu dulu!" Si polisi maju dan berdiri di antara tim X dan Victor. "Anak-anak ini tidak bisa menyuruh-nyuruh seenak perut mereka! Penyelidikan resmi dari kepolisian masih berlangsung. Kami sedang mengumpulkan barang bukti!"

"Kalau begitu apa kesimpulan Anda, Pak Kapolres?" tantang Rama.

Semua orang menatap si polisi. "Saya sudah bilang, kami sedang mengumpulkan barang bukti."

"Sudah ada lebih cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa Enigma diambil dari dalam galeri ini saat lelang berlangsung," potong Seiji tak sabar. "Kecuali ada Doraemon yang masuk ke dalam galeri memakai Pintu Ke Mana Saja."

Alex hampir tertawa mendengar itu. Doraemon?

Si polisi menghambur untuk menarik kerah kemeja Seiji. "Apa kamu menghina kinerja polisi?"

Rama langsung melerai. Si polisi menahan Seiji kuat-kuat, tetapi cowok itu tetap tenang. Billy juga ikut-ikutan menahan si polisi agar tidak mematahkan leher Seiji. Alex membiarkannya saja. Bagus, pikirnya. Mulut Seiji memang keterlaluan.

"Pak Victor," kata Seiji, sedikit pun tidak terpengaruh oleh ribut-ribut ini. "Apa saya bisa melihat rekaman videonya?"

"Tidak bisa!" si polisi ngotot. Dia mengedik pada empat orang polisi lain yang mengawasi dari tadi. "Kalian harus keluar dari tempat ini sekarang juga!"

"Wow! Oke, oke!" Rama mengangkat tangan dengan lagak menyerah. "Nggak usah galak begitu, Pak Polisi! Kami akan keluar!"

"Jangan mengganggu tugas kami lagi!" bentak si polisi.

Tanpa menunggu komentar Victor Lam, polisi itu memanggil beberapa anak buahnya untuk menggiring tim X ke lobi depan. Namun sesampainya di lobi, Rama mengentakkan lengannya sampai lepas dari kekangan para polisi itu. "Kami tahu di mana pintu keluarnya," desisnya. "Terima kasih."

Seiji mencolek pundak Alex. "Lima detik lagi, kamu harus jatuh berlutut dan pura-pura meringis memegang perut."

"Lho, kenapa?"

"Cepat lakukan saja! Lima...."

"Eh, tunggu sebentar! Aku harus pura-pura kesakitan karena apa?"

"Empat, tiga... Cari saja alasannya. Berhenti saat aku kasih kode, oke?"

"Kode? Kode apa?"

"Dua, satu. Sekarang!"

Seiji mendorong punggung Alex hingga dia terjorok ke depan dan jatuh telungkup di lantai. Aduh, apa-apaan cowok ini?  Rama mengedip pada Alex, sepertinya sudah paham rencana rekannya. Orang-orang di sekitar lobi memandangi Alex.

Seorang polisi mendekati Alex. "Mbak kenapa?"

"Lex!" Rama dan Billy juga ikut-ikutan menolongnya. "Kamu kenapa?"

"Emm... itu..." Sialan! Aku harus bilang apa? "Anu..."

"Perut kamu kenapa?" Rama memelototi perut Alex, memberi isyarat agar Alex memegangi perutnya. "Sakit, ya?"

Alex menuruti rencana super dadakan itu. "Umm. Iya nih. Sakit."

"Sakit kenapa, Mbak?" Polisi lain ikut bergabung. Perhatian semua orang kini terpaku pada Alex. "Mbak bisa berdiri?"

X: ENIGMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang