XXVI: Undangan Makan Malam

4.6K 1.2K 34
                                    


Di akhir ceritanya, Celeste hanya menatap Alex.

"Jadi apa kamu mau membantu aku?" tanya Alex penuh harap.

Alis Celeste terangkat. Alex baru menyadari bahwa si hacker telah mem-bleaching alisnya sehingga menjadi sewarna kulit.

"Lex, orang mati nggak mungkin pesan kue dan ngirim SMS."

"Aku tahu." Kupikir Celeste akan percaya. "Cuma... semua ini terlalu janggal."

"Mungkin cuma kebetulan."

"Kalau itu kebetulan, kenapa Victor Lam menyinggung soal ayahku sebelum dia meninggal?"

"Gue rasa pesan itu dimaksudkan untuk Rama atau Seiji," kata Celeste. "Kedua orangtua mereka amat terkenal di bidang masing-masing. Ayah Seiji populer di tengah kalangan pecinta seni di Asia, sementara bokapnya Rama... siapa juga yang nggak kenal? Nah, mustahil lo jadi tenar tanpa punya musuh."

Alex belum memikirkan kemungkinan itu. Bisa jadi. Dalam dua kali pertemuan mereka, Victor Lam memang tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia mengenal Alex. Dan aku juga belum pernah bertemu pria itu, jadi mana mungkin dia tahu tentang Papa?

"Kalau begitu, apa sebaiknya aku cerita pada Rama dan Seiji? Aku memang belum bilang apa-apa ke mereka."

"Boleh-boleh aja," kata Celeste. "Gue yakin mereka pasti cuma akan kasih tahu bokap masing-masing."

"Tapi Victor Lam menyebut-nyebut tentang Shadow... bayangan yang bergerak dalam gelap."

Pelupuk mata kiri Celeste berkedut sedikit. Gadis itu memutuskan kontak matanya dengan Alex dan membuka ponselnya. "Kalau soal itu... gue kurang tahu. Mungkin lo bisa membahasnya secara pribadi dengan mereka berdua."

"Tapi—"

TING TONG!

Suara bel yang elegan mengalun dari pengeras suara. Celeste langsung bangkit berdiri. "Kita kedatangan tamu."

...


Sebetulnya mereka bisa bertanya lewat interkom, tetapi Celeste ngotot untuk menyambut secara langsung tamu itu. Untuk melemaskan kaki, katanya. Jadi Alex mengikuti Celeste ke pintu depan. Dia juga ingin tahu siapa yang memencet bel itu. Jangan-jangan calon klien.

Kedua gadis itu mengangkat palang berat yang dipakai untuk menghadang gerbang depan lalu menarik pintunya.

Mobil sedan metalik milik Seiji ada di sana.

"Oh, kalian..." dengus Celeste kecewa. "Gue pikir tamu. Perlu banget ya pencet bel rumah sendiri?"

"Kita nggak memencet bel," Rama melongo. "Kita baru sampai, kok."

"Memangnya ada yang pencet bel?" tanya Seiji.

"Ada," jawab Alex. "Kalau begitu, mungkin... pos?"

"Ya udah, tolong cek kotak suratnya," kata Seiji.

Alex memeriksa kotak surat sementara Seiji memasukkan mobil ke dalam. Celeste langsung memutar balik ke arah rumah, tampangnya jengah.

Di kotak surat, Alex menemukan sebuah amplop berwarna ungu yang dibungkus plastik. Amplop itu terbuat dari karton tebal, seperti undangan. Label di depannya bertuliskan: 'Kepada Biro Detektif X'. Di bagian belakangnya, tempat nama si pengirim biasanya tercantum, Alex menemukan dua huruf inisial: TE.

Si pemencet bel tadi pasti meninggalkan amplop ini di kotak surat.

Alex membawa amplop itu masuk. Di ruang depan, Celeste sudah kembali di tempatnya selonjoran tadi. Seiji sedang tidur terlentang sambil memegangi dahinya. Rama menyeruput minuman soda dingin dari kulkas.

X: ENIGMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang