XII: Pelelangan

6.3K 1.4K 32
                                    


Di luar, semburat ungu gelap mewarnai langit. Cahaya lampu-lampu yang sudah dinyalakan terpantul di kepala botak Victor Lam, membuatya tampak seperti bola kristal raksasa.

Sang direktur berdeham gugup, sadar bahwa perhatian semua orang sedang terarah padanya. Dia mengetuk mik di hadapannya, tetapi benda itu tidak bereaksi. Dia berbisik pada dua petugas museum yang bersiaga di dekat panggung. Orang-orang itu memeriksa si mik lalu membetulkannya.

Suasana di aula sudah kian ramai sejak Alex masuk. Sekarang ada selusin wartawan yang menenteng-nenteng kamera. Alex menunggu dengan tegang bersama Seiji, Rama dan Billy. Meski dia tak mungkin membeli Enigma, tetapi Alex merasa keenam lukisan itu menyimpan banyak misteri.

Bunyi berdenging kecil melayang dari mik yang akhirnya menyala.

"Selamat malam," kata Victor. "Selamat datang di Museum Macan."

Para pengunjung bertepuk tangan.

"Saya minta maaf karena harus menyita waktu saudara sekalian yang sedang menikmati karya-karya seni yang sedang dipamerkan hari ini," si direktur membungkuk sedikit, meminta maaf. "Hari ini Museum Macan memutuskan untuk melelang Enigma..." Viktor merentangkan tangan untuk menunjukkan foto keenam kanvas Enigma yang ditampilkan di layar putih di belakangnya. Dua orang petugas museum mengangkat tinggi-tinggi plang yang bertuliskan: Dilarang mengambil foto dan video.

Beberapa wartawan memprotes, "Untuk liputan, pak!"

"Sayang sekali, dokumentasi dalam bentuk apa pun tidak diizinkan, kecuali oleh pihak museum," kata Victor sambil melambaikan brosur pameran. "Ini prosedur keamanan untuk mencegah Enigma dijiplak dan direproduksi. Selain itu, pelukisnya juga secara spesifik meminta seperti itu."

"Pelukisnya?" Seiji mendelik. Para pengunjung yang lain juga gempar.

"Apa Bapak berhasil bertemu dengan Eunike?" todong seorang wartawan.

"Bukan, bukan!" Victor mengangkat tangan, mencoba menenangkan orang-orang yang risau. "Surat pengantar Enigma bilang seperti itu."

Kali ini giliran Rama yang menatap Seiji. "Surat pengantar?"

"Pak, bagaimana kalau bapak menjelaskan dulu tentang Enigma?" tanya salah seorang wartawan. "Saya yakin orang-orang banyak yang penasaran!"

Victor terkekeh gugup. "Saya juga sama tidak tahunya, tapi—"

Para pengunjung di aula melanjutkan bisik-bisik mereka dengan semangat yang meningkat. Alex paham mengapa orang-orang ini begitu antusias. Jika Eunike Melysandra pernah mengontak Victor Lam, maka Enigma tak lagi misterius.

"Baiklah, baiklah!" Victor berseru kalah. "Saya yakin saudara sekalian yang hadir di sini sudah tahu tentang Enigma, tapi bagi yang belum... akan saya jelaskan. Keenam lukisan ini pertama kali dikirim ke Museum Panca pada tahun 1995, beserta selembar surat pengantar. Surat itu hanya menjelaskan bahwa lukisan ini tidak boleh didokumentasikan oleh pihak lain di luar museum, karena jika hal itu terjadi, nilainya akan turun. Pihak Museum Panca memamerkan Enigma, tetapi karena dokumentasi yang terbatas, hanya sedikit yang tahu tentang keenam lukisan itu. Selama dua setengah dekade Enigma dipamerkan, tidak ada yang membelinya."

"Setelah ini ceritanya bakal makin seru, kok," kata Rama dengan nada membujuk pada Billy yang menguap bosan.

"Kemudian lima tahun lalu, satu komplotan pencuri barang seni membobol Museum Panca. Dari semua karya seni yang ada di dalamnya, komplotan itu hanya mencuri Enigma," lanjut Victor Lam.

X: ENIGMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang