XXXII: Melihat Dalam Gelap

4.1K 1.1K 42
                                    

Alex membeku. Rambut-rambut halus di tengkuknya menegak.

"Apa itu?" Rama duduk tegak sambil mengusap-usap matanya.

"Ada yang berteriak," kata Celeste, yang sudah terbangun juga. Seiji ikut bangun, matanya membelalak waspada. Hanya Billy yang masih terlelap, seluruh tubuhnya terbungkus selimut sampai kepala.

"Asalnya dari luar," kata Alex. Jika Rama dan Celeste juga mendengarnya, berarti bukan hantu. "Suara wanita."

Rama berdiri dan membuka pintu. Alex mengekor di belakangnya, bersama Seiji dan Celeste.

Koridor di luar gelap, tak ada lampu darurat seperti yang terpasang di kamar-kamar. Hanya sinar redup purnama yang menerobos lemah dari jendela. Seiji mengambil senter dari laci kamar dan menyorotkannya ke koridor.

Beberapa tamu yang lain mulai bermunculan dari kamar.

"Itu!" Celeste menunjuk ke arah ujung koridor. "Di sana!"

Samar-samar ada bayangan gelap besar yang teronggok di lantai. Para tamu yang ikut terbangun hanya celingak-celinguk bingung. Keempat anggota X berlari menuju arah yang ditunjuk Celeste, Rama memimpin di depan.

Onggokan itu sekilas bisa dikira tumpukan kain, tetapi setelah diamati dengan lebih jeli, ternyata manusia. Seiji mengarahkan senternya, dan sosok Renata Kadir tampak. Wanita itu tergeletak diam di lantai, keningnya robek dan darah membanjir dari luka itu. Di dekatnya tergeletak sebuah tongkat baja berkaki tiga, yang biasa dipakai oleh para manula.

Alex otomatis menunduk untuk membantu Renata, tetapi Seiji cepat-cepat menariknya. "Sebaiknya biar Rama yang melakukannya," kata cowok itu. "Tolong panggilkan Toni Ekanila sekarang juga!"

Rama meluruskan tubuh Renata dan memeriksa nadinya. "Masih hidup, tapi lemah. Dia harus segera dirawat. Apa ada dokter di sini?"

Seorang wanita mengangkat tangan. Alex mengenalinya sebagai wanita yang memprotes Bernard di ruang depan. "Saya dokter. Nama saya Sekar."

Dokter Sekar memeriksa Renata. "Pasien mengalami syok. Luka robek ini harus segera dijahit. Saya membawa peralatan medis, tapi letaknya di bagasi mobil."

Ada langkah buru-buru dari arah koridor yang berlawanan. Bernard bersama dua orang pelayan lainnya muncul. Mereka masih berbusana lengkap dan membawa beberapa senter tambahan. Si kepala pelayan melihat Renata yang terbujur bersimba darah dan melenguh seperti sapi yang terluka.

"Siapa yang melakukan ini? Apa yang terjadi?"

Rama dan Seiji menjelaskan situasinya. Sambil tergagap-gagap, Bernard meminta dua anak buahnya untuk menemani dokter Sekar mengambil peralatan medis di mobil. Dua orang tamu lain mengajukan diri untuk menemani sang dokter.

"Kita harus memindahkan Renata ke kamar," kata Rama. Dia menunjuk kamar di ujung koridor itu. "Kalau tidak salah, ini kamar Renata, kan?"

Bernard mengangguk. Dia dan beberapa pria menggotong Renata dengan hati-hati ke kamar yang terbuka itu. Lampu darurat di dalamnya berkedip-kedip nyaris padam.

Seorang pelayan ingin mengambil tongkat itu, tetapi Seiji mencegahnya. "Jangan sentuh apa pun," kata cowok itu galak. "Sekarang koridor ini telah menjadi TKP. Saya minta bapak dan ibu sekalian untuk segera kembali ke kamar masing-masing. Kunci pintunya dan jangan biarkan tamu yang lain masuk. Kami yang akan mendatangi Anda sekalian satu demi satu untuk meminta keterangan."

"Tunggu sebentar!" Seorang laki-laki berkumis tebal memprotes. "Kenapa kami harus mendengarkan perintah dari Anda? Memangnya Anda siapa?"

"Nama saya Seiji Fujiwara dan yang tadi itu rekan saya, Rama Gunadi," kata Seiji. "Kami adalah Biro Detektif X."

X: ENIGMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang