XV: Sosok Asing di Lift

5.5K 1.3K 54
                                    


"Alex? Lo kenapa?"

Billy menegurnya. Alex tersentak kaget. Dia memutar layar laptop agar bisa dilihat Billy.

"Ini Bill... peserta lelang yang ini ternyata mantan bos bokap gue."

Rama ikut melongok. Bersama Billy, dia membaca artikel berita yang sedang dibuka di layar browser Alex.

"Apa kamu pernah ketemu sama orang ini, Lex?" tanya Rama.

"Mungkin," Alex mengingat-ingat. "Aku sering ikut menemani Papa ke acara-acara kantor. Biasanya di acara-acara seperti itu, dewan komisaris ikut hadir."

"Di sini disebutkan kalau Brontoseno keluar dari Bank Prima bulan Juni lalu karena alasan kesehatan," kata Billy. "Kalau nggak salah, bukannya ledakan itu...."

Alex mengangguk. "Kejadiannya di bulan Juni juga."

"Dan dia orang yang kita cari!" Rama menarik catatannya dan catatan Billy untuk membandingkan. "Di antara ketiga puluh peserta lelang ini, Brawidjaya Brontoseno memiliki jumlah kekayaan paling besar. Secara finansial, dia yang paling mungkin untuk menawar Enigma sampai tiga ratus milyar Rupiah."

"Setelah Brontoseno, dua orang terkaya lainnya di daftar ini adalah Renata Kadir—seorang selebriti, dan Agung Basuki—mantan atlet sepakbola sekaligus pengusaha," kata Billy. "Dari risetku, sepertinya Renata dan Agung saling kenal. Mereka pernah sama-sama main film bertema olahraga dua tahun lalu."

"Kalau begitu, kita harus menanyai mereka bertiga," kata Rama yakin. "Tapi mereka orang-orang penting. Mustahil kita nyelonong begitu saja menemui mereka. Apa kalian tahu caranya?"

Alex menggulir mouse. "Kita mungkin bisa mendatangi kantor pusat PT Cahaya Wijaya Abadi milik Brontoseno. Beberapa artikel yang kubaca bilang, Brontoseno masih datang ke kantor tiga kali seminggu."

"Aku dapat nomor manajer Renata dari Instagram-nya," kata Billy. "Agung juga mencantumkan nomor contact person di Instagram miliknya."

"Kalau begitu, kita harus menghubungi orang-orang itu dan mengatur janji untuk bertemu," kata Rama.

"Tapi apa mereka mau ditemui oleh detektif?"

"Tenang, Lex." Rama menarik keluar tiga kartu plastik dari laci meja. Kartu-kartu itu bertuliskan "PERS". "Kita akan menyamar jadi wartawan. Peristiwa ini sedang ramai diberitakan, jadi mereka pasti lumrah kalau ada wartawan yang minta wawancara. Kita atur janji untuk bertemu secepatnya. Aku akan mengontak Brontoseno, sementara Alex—"

"Alex yang harus mewawancarai Brontoseno."

Seiji keluar dari ruang kerjanya sambil menguap. Rambut di belakang kepalanya terangkat sedikit karena dia tidur tadi. Cowok itu mengusap-usap perutnya, seperti kelaparan.

"Brontoseno kenal dengan mendiang Keenan Prasetyo," Seiji melanjutkan dengan malas setelah melihat ekspresi heran dari semua orang. "Ada kemungkinan dia mengenali Alex."

Billy menggaruk-garuk pipinya. "Tapi kalau begitu Alex nggak bisa menyamar jadi wartawan, dong?"

"Alex nggak perlu menyamar," kata Seiji. "Kalau Brontoseno mengenalinya, itu lebih bagus lagi. Bisa jadi Brontoseno nggak tega menolak permintaan wawancara Alex, apalagi kalau soal ledakan waktu itu disinggung sedikit."

Alex langsung enggan. "Seiji, aku nggak mau—"

"Kamu bisa mencari tahu apa betul Brontoseno keluar dari Bank Prima karena masalah kesehatan atau bukan," potong Seiji tenang. "Dengan begitu, kamu bisa memastikan apakah Brontoseno ada sangkut pautnya dengan ledakan itu. Bukannya itu yang ingin kamu ketahui, Alex?"

X: ENIGMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang