Aku selalu heran, kenapa orang-orang selalu ingin tahu urusan kisah asmara orang lain? Menjadi janda pun malah membuat orang-orang semakin sibuk bertanya-tanya kisah-kasihku. Masalahnya, Razka juga tidak membantu meredam rasa penasaran orang lain, malah membuat rekan-rekanku semakin penasaran sosok yang berusaha mendekatiku, yang tentu lebih sering kutolak kalau-kalau ia ingin menemuiku dikantor.
Emangnya dia enggak risih dikepoin sama orang apa? Ck! Ya, sih, dia cuma perlu panggil Mbak Yanti, office girl lantai 15 (lantai departemen kami berdua), dan menyuruhnya mengantarkan titipan dari Razka untukku serta berpesan agar dibagikan keseluruh rekan seruanganku. Masalahnya, Mbak Yanti ini mulutnya lemes juga. Pake segala bilang, "Teh Lika, ini ada makanan dari orang departemen legal. Katanya untuk Teh Lika tapi boleh dibagi-bagi sama temen seruangannya." Sambil ia menyerahkan bungkusan besar berisi beberapa porsi rice bowl.
Makin kepo gak tuh anak-anak T&D?
Aku mendesah pasrah. Tak urung membagikan makan siang itu kepada yang berhak alias teman seruangan yang sudah menatapku penuh curiga bercampur mupeng. Kapan lagi bisa kepo berhadiah makan siang?
"Siapa sih anak legalnya, Li?" Ini sampe yang bertanya Mas Nadjib, kasubag T&D, loh! Mampus deh lo, Lika! Sementara, Eka yang sudah lebih dulu menguasai ombak hanya berusaha menahan tawanya.
"Dipanggilnya 'Ka' loh, Mas. Siapa ya anak legal yang dipanggil 'Ka'?" Giliran Grace yang memanasi keadaan.
Anggi, rekan se-sub bagianku yang terakhir, menunjukkan raut berpikir keras, serupa dengan Grace dan Mas Nadjib. Sementara, Eka berpura-pura berpikir. Aku? Aku hanya bisa menutup wajahku dan berharap Eka tidak membocorkan informasinya.
Tiba-tiba Anggi menjetikkan jari. "Oh! Jangan-jangan, Raka?! Hah? Iya, Raka anak legal yang baby-face unyu itu, Li?" Anggi menatapku meminta penjelasan.
Haduh. Di satu sisi aku lega mereka salah menebak, tapi di satu sisi aku takut menimbulkan gosip baru.
"Bisa jadi, tuh!" Giliran Mas Nadjib bersuara lagi. Dasar! Bapak satu anak ini paling getol sama gosip emang. "Dia kan yang nyiptain slogan 'mbak-mbak trainer berambut kebiruan' pas kita outing tahun lalu."
Eh? Aku malah baru tahu fakta itu. Selama ini tidak terlalu peduli siapa pencetus julukan itu.
"Kayanya bukan deh, Mas." Jawaban Eka membuatku ingin berkata kasar. "Raka udah sama ncus-ncus lantai dua." Ncus alias calon suster gemes alias anak-anak fakultas keperawatan yang lagi PKL. Itu julukan Eka yang buat.
"Terus mana ada lagi anak legal yang ada 'Ka' nya." Grace membuat yang lain ikut bepikir lagi siapa-siapa saja nama anggota departemen legal.
"Ada pasti, Mbak." Ekasiandehlo! Emang kurang ajar kamu, ya. Aku memaki Eka dalam hati.
"Enggak ada. Enggak ada." Aku akhirnya berbicara. "Mungkin ini anak legal lagi bagi-bagi, saja. Sudah dimakan saja."
Mas Nadjib, Grace dan Anggi tampak tidak puas dengan jawabanku. Namun, mereka mengangguk dan memilih melanjutkan makan. Akhirnya, aku terbebas dari rasa penasaran mereka.
Sialnya.... Emang sial. Dasar sial. Laki-laki itu malah nongol di ambang pintu ruanganku ketika jam pulang kantor. Sosoknya tampak jelas ketika Eka membuka pintu ruangan kami ketika ia berpamitan pulang. Sungguh kehadiran Razka jauh dari prediksiku. Bahkan, sebenarnya, kiriman makan siangnya tadi saja cukup mengagetkanku. Terakhir kali kami bertemu adalah hari Jumat dua minggu lalu saat dia mengantarkanku pulang ke apartemen. Awalnya, dia akan mengantarku balik ke Tangerang—ke rumah Mama—tapi karena dia akan pergi ke Yogyakarta selama weekend, dia takut tidak bisa menjemputku di hari Senin dan malah merepotkanku karena tidak membawa mobil. Memang, beberapa kali aku menerima tawarannya untuk menjemputku kerja dan mengantarku pulang. Namun, itu sebatas memuaskan rasa penasarannya kepadaku. Aku ingin meyakinkannya bahwa tidak ada yang spesial dariku untuk ia ketahui. Aku tetap pada pendirianku bahwa terlalu beresiko untuk kami mengganti hubungan profesionalitas ini menjadi lebih intim.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADRONITIS
ChickLitIni bukan tentang kisah cinta bertepuk sebelah tangan. Ini juga bukan tentang dia yang tidak bisa bergerak maju. Apalagi, cerita tentang musuh jadi cinta, jelas bukan. Ini kisah mereka yang berusaha menyejajarkan langkah dan tujuan, meski ego mem...