28. Canggung

64 29 4
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMENTNYA ❤️

Canggung

Perihal hati sangat sulit untuk dimengerti. Lisan berkata lupakan namun hati tidak demikian ~


***

Painan, November 2020

Aku berbaring di atas kasur yang sudah cukup lama tidak aku tempati. Sekitar satu jam yang lalu aku sudah sampai di rumah. Fikri sempat singgah sebentar untuk menikmati teh hangat buatan bundaku. Banyak pertanyaan yang ditanyakan, karena tidak biasanya aku membawa seorang lelaki pulang. Bunda bilang dia itu kekasihku. Padahal tidak. Tidak mungkin rasanya aku dan Fikri menjalani sebuah hubungan lebih dari teman.

Dapat kulihat jika laki-laki itu lebih berhati-hati dalam mengucapkan tutur kata. Jujur saja, aku juga takut jika Fikri salah bicara dan membuat hati keluarga ku sakit mendengarnya. Mengingat Fikri adalah lelaki yang ceplas-ceplos.

Ku tarik nafas ku dalam.

Lalu ku hembuskan.

Aku tidak tau harus melakukan apa. Rasanya berbaring adalah cara satu-satunya untuk menjedakan pikiran ku perihal masalah hati.

Aku pernah menjadi seorang penasihat dikala teman-temanku sedang mengalami problematika hati.

Namun, aku tidak bisa menasehati diriku sendiri dikala aku bermasalah tentang hati juga.

Benar,

Kita bisa menjadi motivator yang sangat memotivasi orang. Namun tidak untuk diri sendiri.

Kak Hani, pasti ia sangat terkejut mengetahui ini semua. Aku jadi tidak enak terhadapnya. Dia itu wanita yang baik. Apa mungkin semua orang bisa berubah begitu saja setelah ia patah hati?

***

Didalam mobil yang ditumpangi Andra, Fajar dan Hani tak ada yang mengeluarkan suara. Fajar sibuk menyetir. Andra bingung harus mengatakan apa. Dan Hani sibuk dengan tatapan hampa.

Hani sedang menertawakan dirinya diam-diam. Tak disangkanya jika orang yang dibicarakan Andra selama ini adalah orang yang dikenalnya.

“Han, jangan diam aja dong” kata Fajar berusaha mengajak Hani berbicara. Namun, Hani tetap mengacuhkannya.

“Maaf Han” ucap Andra lirih.

“Aku benar-benar gak bermaksud untuk bohongin kamu. Aku udah niat untuk nyeritain semuanya. Tapi aku masih nunggu waktu yang tepat.” Ucap Andra pada akhirnya.

“Waktu yang tepat kapan? Kalau kalian udah nyebar undangan nikah? Terus dengan bodohnya aku masih berharap sama kamu yang jelas-jelas suka sama orang lain. Kalau kamu jujur dari awal aku gak bakal sesakit ini Ndra. Apalagi cewek yang kamu maksud sangat aku kenal. Kamu pikir dong” ucap Hani dengan tampang kecewanya.

“Maaf” ucap Andra lagi.

“Salah gak kalau aku udah gak respect lagi sama Dilla. Salah gak. Aku kayak orang bodoh Ndra. Aku nyeritain ke Dilla kalau misalnya aku punya rasa sama kamu. Sedangkan kamu sukanya sama dia” kata Hani menggebu.

“Kamu juga jar. Kamu nyembunyiin fakta sebesar ini sama aku. Kamu udah gak ada rasa apa-apa lagi kan ke aku. Bagus lah, setidaknya kamu gak sakit hati dengar aku ngomong kayak gini” kata Hani lagi.

“ Waktu itu kamu bilang kalau kamu mau coba buat buka hati ke orang lain. Siapa jar? Jangan sampai kamu ngerasain apa yang aku rasain” kata Hani berniat menyindir Andra.

Mendengar pertanyaan Hani, Andra dan Fajar saling melempar tatapan intimidasi. Hani yang peka akan hal itu langsung tertawa miris melihatnya.

“Fajar, jangan bilang kalau kamu juga suka sama cewek itu” kata Hani tak percaya.

Fajar hanya diam.

“Jar” sentak Hani. Lelaki itu tetap diam.

“HAH. Apalagi ini” kata Hani frustasi.

“Dua sahabat aku suka sama orang yang sama. Terus aku kalian anggap apa?” lirih Hani.

“Maaf Han” kali ini Fajar yang mengucapkan maaf.

Mendengar ucapan maaf dari mulut Fajar membuat Andra geram. Perkataan itu sudah menjadi bukti jika fajar juga menyimpan rasa terhadap Dilla.

“Aku capek. Kalau udah sampai bangunin” kata Hani akhirnya. Cewek itu pun memilih untuk tertidur dimobil dengan mata yang masih berair.

***

Malamnya aku dan keluarga ku berkumpul. Saat-saat seperti ini yang ku rindukan. Bercerita dan tertawa bersama walaupun ada masalah  yang sulit untuk ku ceritakan. Keluargaku selalu mempunyai topik obrolan, hingga gak terasa pertanyaan bunda membuat ku terdiam.

“Yang tadi itu benaran bukan pacar kakak?” tanya bundaku lagi.

“Astaghfirullah. Bukan bun. Cuma teman aja kok.” Jawabku sejujurnya. Apa-apaan ini. Masa iya aku berpacaran dengan Fikri.

“Bohong dia tu ma” balas adekku.

Oh iya, perlu kalian ketahui. Aku memanggil “bunda” dan adekku memanggil dengan sebutan “mama”.

“Stttttt anak kecil diam” balasku sedikit kesal.

Seperti biasa, ayah hanya diam saat mendengar topik-topik sepeti ini.

“kapan balik ke Padang kak?” tanya ayahku.

“Insyaallah lusa yah. Karena 3 hari lagi udah mulai kuliah lagi” ucapku.

“Hmm. Kuliah yang rajin. Jangan malas-malasan. Ingat ayah sama bunda susah cari duit untuk biaya kuliah kakak. Kalau dapat kakak tu lebih dari pada ayah dan bunda yang Cuma tamatan SMA ini. Kalau Adek masih lama kuliah. Kalau bisa pas adek kuliah kakak yang bantu. Jangan mikirin pacaran dulu. Gak semudah itu untuk memantapkan hati ke laki-laki. Restu orang tua itu penting. Apalagi ayah yang akan menjabat tangan calon suami kakak nanti” kata ayah panjang lebar.

Jujur saja aku merinding mendengar ayah berkata seperti itu. Ada makna tersirat pada kalimat yang ayah ucapkan tadi. Tidak pernah ayah berbicara seperti ini sebelumnya.

Aku hanya mengangguk mendengar perkataan ayah. Benar, aku harus fokus kuliah. Aku tidak ingin mengecewakan orang tua ku. Apalagi dengan alasan karena aku berpacaran. Semoga saja tidak.

Canggung,

Aku merasa canggung jika ayah sudah berkata seperti itu. Ku putuskan saja untuk kembali kekamar. Ku matikan lampu dan ku tarik selimut untuk menutupi tubuhku.

19 tahun usia mu saat ini. Perihal cinta jangan terlalu di paksa. Masih banyak yang harus kau perjuangkan untuk masa depan. Perihal jodoh tak akan kemana. Jadi tenang saja.

Kata-kata itu kembali ku ingat, saat aku mengikuti sebuah seminar seputar kemuslimahan beberapa waktu lalu.

****
JANGAN LUPA VOTE AND COMENTNYA ❤️

SCHEIDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang