LIMA

44 16 12
                                    

Halo semua, fyi part ini nggak panjang. Aku agak males nulis sebenarnya, tapi karena jadwal update jadinya aku usahain update.
Ya sudah, mari kita langsung ke inti saja, let's get it man!


...

"Assalamu'alaikum."

Aku mendengar salam dari luar rumah.

"Wa'alaikumsalam. Iya, sebentar," Ibuku beranjak keluar untuk membukakan pintu.

Setelah beberapa saat, aku melihat ada Bian dan Vito. Ternyata dua orang laki-laki ini yang bertamu ke rumahku.

"Kalian di sini nggak papa. Tante permisi sebentar," ucap Ibuku lalu meninggalkanku di kamar bersama dua orang itu.

"Gia," sapa Bian sambil mendekat ke arahku.

"Gimana keadaan lo? Tadi gue khawatir lo nggak dateng, ternyata lo sakit," ucapnya.

"Aku nggak papa kok. Udah enakan, udah nggak panas juga," jawabku sambil tersenyum tipis.

Tangan Bian terangkat menyentuh dahiku. Jujur aku terkejut dengan sentuhan orang lain, tapi aku mencoba untuk biasa saja dengan Bian. Lagipula dia temanku 'kan?

"Iya, udah nggak panas," ucapnya tersenyum.

Aku membalas senyumnya.

"Ehm," aku dan Bian melirik Vito yang tiba-tiba berdehem. Aku bahkan lupa ada orang lain di sini. Lelaki itu hanya mengusap tengkuknya dan mengalihkan pandangan.

Kami berdiam-diam cukup lama sampai Ibuku datang membawakan teh dan sedikit camilan untuk Bian dan Vito.

"Aduh, tante nggak usah repot-repot," ucap Bian.

Ibuku tersenyum lalu menggeleng, "Nggak repot kok. Tante justru seneng banget, ada temen Gia yang datang ke sini."

Bian mengangguk dan tersenyum sopan.

"Tante," sapa Vito tiba-tiba.

Ibuku menoleh, "Iya Vito?"

"Tante beneran udah nggak papa?" Tanyanya serius pada Ibuku.

Ibuku tersenyum lagi, "Beneran. Kamu tuh ya, dari tadi nanyanya itu terus. Tante beneran nggak papa. Nggak usah khawatir."

Vito tersenyum tipis pada Ibuku.

Oh iya, aku lupa bilang bahwa tadi pagi Vito datang ke rumahku membawa makanan. Ia bilang itu titipan dari Bundanya. Dan memang tadi pagi Vito sudah menanyakan keadaan Ibuku seperti itu. Mungkin ia khawatir karena semalam ia melihat keadaan Ibuku yang sangat mengkhawatirkan.

Dan karena ia berada di rumahku pagi tadi, Ibuku sekalian menitipkan surat izin untukku dan dia dengan baik hati menerimanya.

Sungguh, awalnya ku pikir Vito tipikal laki-laki yang jutek dan tidak berperasaan. Ternyata ia justru anak laki-laki yang sopan terhadap orang tua. Dan juga memiliki empati dan simpati pada gadis sepertiku.

Tiba-tiba aku teringat, Vito dan Bian adalah teman. Apa itu artinya Vito telah menceritakan semuanya pada Bian? Termasuk masalah keluargaku?

"Bian," ucapku lirih.

"Ya?"

"Jadi, apa kamu tau apa yang terjadi sama aku dan Mama?" Tanyaku pada Bian.

Namun sebelum Bian membuka mulut, Vito terlebih dahulu menjawab. "Gue udah cerita tentang kejadian semalam. Tapi nggak tentang masalah keluarga lo."

TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang