Perhatian

7.6K 732 15
                                    

Aku duduk manis sambil memperhatikan Mas Is membuat lauk untuk makan siang hari ini. Sudah seminggu aku diam di rumah, sudah seminggu juga dia mengambil alih tugasku, selama aku sakit, dia begitu perhatian denganku. Dia memang baik, namun aku masih takut untuk membuka hatiku untuk mencintainya, aku takut jatuh cinta.
Selama masih ada wanita lain yang ada di hatinya, selama itu juga aku tidak berani membuka hatiku.

Entah bertahan berapa lama kah pernikahan tanpa cinta ini, entah berapa lama kah kami mampu bersama. Kadang aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, bagaiman kedepannya nanti, akankah kami akan tetap bersama dan seperti ini. Aku sama seperti wanita lain, mengharapkan sebuah rumah tangga yang bahagia, aku juga berharap, pernikahan yang terjadi hanya satu kali dalam hidupku, tidak ada pernikahan yang kedua atau ketiga, aku ingin ini pernikahan pertama dan terkahir dalam hidupku.

"Ya Allah, mampukah aku bertahan dengan pernikahan ini? Jika aku tidak mampu, kuatkan aku untuk menjalaninya ya Allah, jika memang dialah jodoh dunia akhiratku, buat aku dan dia saling mencintai, hanya Engkau yang mampu meluluhkan hati kami berdua"

"Sha ..." Suara itu membuyarkan lamunanku. Aku menoleh menatap dia.

"Ayo makan," ucapnya.

Ternyata lauk-pauk yang ia masak tadi sudah masak dan siap untuk di nikmati. Aku segera mencuci tanganku dan mengambil piring nasi.

"Mas kalau mau pergi, pergi aja, Sha tidak apa-apa sendirian," ucapku.

"Beneran?"

"Iya." 

Dia mengangguk, lalu menyantap nasi yang ada di depannya. Aku tau ke mana dia akan pergi, siapa yang ia temui, karena aku pernah melihatnya sendiri mereka bertemu dan makan bersama. Cemburu? Aku tidak berhak cemburu, aku tidak mencintainya dan dia tidak mencintaiku, cemburu hanya untuk orang yang saling cinta saja.  Aku tidak masalah, dia mau jalan dan dekat dengan wanita lain, walaupun dia suamiku, namun itu hanya status saja.

Dret

Handphone ku bergetar pertanda ada chat masuk. Ternyata itu Dewi, dia mengatakan dia dalam perjalanan menuju rumahku.

Aku meletakan handphone ku dan kembali menikmati masakan mas Is.

Mas Is berdiri lalu mencuci piring bekasnya, ia memang cepat makan, beda denganku yang lambat sekali makannya.

"Yakin gak papa sendirian?" tanyanya menyakinkan.

"Iya, nanti anak-anak kampus mau ke sini ..."

"Siapa?"

"Entah, yang pasti ada Dewi. Boleh?" tanyaku meminta izin.

"Iya," jawabnya sambil menaruh piring.

Dret

Handphoneku bergetar, Dewi menelponku.

"Hallo ..." ucapku.

"Beb bukankan pintu, kami di luar?"

"Hah di luar?!"

"Iya cepat!"

Tut ... tut ...

Aku langsung memutuskan sambungan telepon. "Mas, mereka sudah di luar! Mas keluar lewat pintu belakang ya. Sha bukakan pintu depan, Mas keluar!" ucapku.

"Iya." 

Aku langsung mengambil tongkat dan berdiri, melangkah keluar, sedangkan Mas Is, dia siap-siap untuk keluar lewat pintu belakang.

"Sha ..."

"Hey, masuk-masuk. Eh Ada Deni juga?"

"Iya dong, gue rindu lo. Seminggu gak ketemu berasa sebulan, gak ada teman mabar." Aku terkekeh mendengarnya.

Setelah Akad (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang