O4.

8.7K 658 255
                                    

Harapan Jiyeon untuk tidak berangkat sekolah hari ini harus pupus saat ia mengingat sebentar lagi akan dilaksanakan ujian akhir. Ketika kepalanya mengarah pada titik itu, ia tidak ingin melewatkan pelajaran yang diberikan sekolah sebab Jiyeon ingin kuliah di universitas luar negeri. Tidak mudah bagi Jiyeon untuk bisa masuk kesana, ada rangkaian persiapan dan pemantapan diri sebagai bekal yang ia butuhkan.

Tentu. Jiyeon ingin pergi sejauh mungkin dari jangkauan pemuda Jeon itu yang bisa saja menjeratnya lagi. Pemuda itu kelewat membera. Pun Yumi, gadis itu harus ia lupakan. Jiyeon tidak ingin terlibat apapun dengan mereka lagi. Hal sinting yang dialami oleh Jeon bersaudara itu, membuatnya paham bahwa berada di dekat mereka adalah petaka.

Sebisa mungkin, Jiyeon menjauh dari keduanya. Kendati sekarang Jiyeon sudah berteman dengan rusak, setidaknya bukan ia yang menginginkan hal itu terjadi.

Saat menikmati sarapannya sendirian di ruang utama—orangtuanya sudah pergi dan berangkat duluan, sementara Taehyung ada kelas siang—isi kepala Jiyeon dipenuhi dengan pesan semalam yang ia terima dari Yumi. Kenapa? Ada apa? Permainan seperti apalagi yang akan Yumi berikan untuknya?

Jiyeon tidak akan semudah itu untuk percaya setelah apa yang ia lalui beberapa waktu yang lalu. Membawanya pada kehancuran yang kekal, memaksanya berkenalan dengan sesuatu yang kotor. Ketika ingatan tersebut berputar dalam kepalanya, Jiyeon selalu merasa pusing dan jijik bersamaan. Perasaannya campur aduk dan sulit untuk didefinisikan. Semua terlalu abstrak untuk ia terka.

Menggelengkan kepala untuk menepis santiran kotor itu, lantas Jiyeon mengakhiri sarapannya dengan menenggak segelas susu sebagai menu penutup.

"Bibi Jang, aku sudah selesai," serunya kepada Bibi Jang—salah satu pelayan dirumah keluarga Yoon.

Wanita paruh baya itu menunjukkan presensinya dari arah dapur sembari tersenyum dan mengangguk. Menemukan Jiyeon yang bersiap-siap untuk berangkat sekolah sembari merapikan ranselnya.

"Aku berangkat dulu, Bi," ujar Jiyeon seraya mengangkat bokongnya dari kursi. "Jangan lupa bangunkan Kakak nanti untuk pergi kuliah."

"Baik, Nona."












Tungkai Jiyeon melangkah teratur menyusuri trotoar untuk menuju halte bis. Ia memerhatikan ketukan langkah kakinya, tetap menundukkan kepala walau sesekali ia akan mengangkat pandangan dan melirik sekitar. Jiyeon merasa, entitasnya tidak pantas lagi di pertunjukkan sebab ia telah dipenuhi dengan noda.

Udara dan aroma pagi hari terasa menggelitik hidung, membuat nuansa yang sedikit memenangkan daksa. Menyegarkan sekujur badannya. Sejemang Jiyeon merasakan sensasi kenikmatan alam yang mengitarinya. Membuat isi kepala yang tidak bisa diajak berkompromi itu kosong untuk sejemang, lantaran larut dengan suguhan alam.

Namun, semua itu harus buyar saat ponselnya berdering dalam saku blazer-nya. Kali ini bukan sebuah pesan, melainkan sambungan telepon dari Yumi. Membuatnya menjeda langkah, merogohnya, dan menatap lamat layar benda pipih itu yang menyala dan menampilkan sederet nama 'Jeon Yumi'.

Meneguk ludah, maka Jiyeon lekas apatis dengan panggilan itu. Melanjutkan langkahnya lagi, namun tidak selang beberapa saat ponselnya kembali berdering. Hingga ia berdecak jengkel dan memutuskan untuk mematikan ponselnya.

Jiyeon pikir, Yumi tidak harus sampai menghubungi begitu sebab ia sudah terlanjur benci dan tidak ingin berbincang lagi. Pada akhirnya ia akan sampai di halte bis sekolah dan mereka bisa bertemu. Lantas, apalagi yang Yumi khawatirkan? Jiyeon tidak akan lari sebab selain bertemu ia akan menaiki bis sekolah disana.

Hanya tinggal kurang lebih tujuh meter lagi, Jiyeon akan sampai di halte bis sebelum pergelangan tangan kirinya dicekal dari arah belakang. Membuat Jiyeon memutuskan untuk memutar kepala dengan cepat. Terbelalak, saat menemukan postur Yumi dengan wajah berantakan tak karuan.

[M] SOUGH ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang