Chapter 18 : The answer

100 24 5
                                    


Hai Engene!
Jangan lupa voment ya biar aku ada alesan buat nerusin work ini. Kalau masih sepi aja mungkin bakal aku unpub meskipun beberapa chapter lagi work ini bakal end.
Jadi, kalau kalian suka cerita ini tolong jangan lupa vomentnya yaa 😁
Makasih! ❤️

___________________________________________








"Gue rasa.. gue memang.. udah jatuh cinta sama lo."

Jantung gue udah berasa jadi gunung berapi yang siap meletus. Tapi gue tahan dengan menarik nafas sedalam yang gue bisa. Wajah Jay yang bingung seribu bahasa itu coba gue tatap dengan harapan dia bisa melupakan apa yang telah terjadi. Hah gila aja mau melupakan ada perempuan sendu nginjak kaki lo setelah itu ambil kesempatan cium bibir lo tanpa izin.

Gue menampar pipi sendiri berulang kali, perlahan, sampai rasanya kebas.

Kemudian laki-laki dingin itu tiba-tiba bangun dari duduknya. Dia mengambil langkah ringan seraya mengutip bola yang menggelinding menjauh, kemudian dia lempar tepat ke dalam sebuah keranjang besar di ujung ruangan. Mata gue cuma memperhatikannya bingung, tidak lepas dari melihat setiap inci pergerakannya. Sesekali dia menoleh membuat gue langsung gelagapan, mau tidak mau gue harus menyembunyikan wajah di atas lutut.

Waktu gue mendongakkan kepala lagi, hampir keluar umpatan indah karena Jay yang tadi di sudut ruangan tiba-tiba muncul didepan mata.

"B-bwo?"

Tas warna biru pastel itu dia jatuhkan di atas pangkuan gue. Oh ini tas gue, "Gak mau balik?" tanyanya lalu dengan langkah tenang berjalan keluar.

Keluhan ringan dihela, gimana bisa berlakon seolah tidak terjadi apa-apa. Walaupun udah bertahun-tahun hidup dengan Park Jaymet, gue gak pernah bisa baca apa yang dia fikirkan. Karena semua orang pun tau kan, IQ dia sama gue seperti langit dan bumi. Sekali pun gue gak pernah bisa menebak. Apalagi perasaan dia.

"Lo mau ke kunci apa?"

"G-gak mau lah!" dengan cepat gue meraih tas yang ada di pangkuan kemudian berlari kecil menuju ke pintu keluar. Janggal. Sebuah kesalahan gue bikin test kayak gitu, mendadak pula. Gue cuma mau membuang fikiran kalau gue jatuh cinta sama Jay aja. Tapi malah hal lain yang terjadi.

Dalam diam gue memukul dada. Kenapa dia harus meminta dekat dengan Jay? Ya, ini semua salah jantung gue. Balik nanti gue harus tanya dia.

Dengan takut gue berjalan di belakangnya. Jay diam membisu, tidak ada pertanyaan apapun yang keluar. Kali ini bibir pula jadi mangsa tamparan, salah dia juga kenapa dengan bibir Jay sampai tergoda, setelah itu meluahkan perasaan sesantai badak pula.

Kami berdua duduk di halte bus menanti perhentian berikutnya. Sunyi, laki-laki itu cuma bermain dengan telefon pintarnya. Mata gue gatal mau curi-curi pandang.

Tapi gak aneh juga kalau gue suka dia. Park Jaymet, selalu ada untuk back up gue, sentiasa sediakan bahu untuk gue bersandar ketika gue sedih, dari dulu selalu mengajari gue hal baru, tidak pernah lelah mengulangi hal yang sama. Walaupun kasar, hati keras, tapi tidak ada siapa yang tahu di dalamnya ada tempat lembut yang jarang orang lihat.

Orang tua dia bercerai sejak dia berumur 8 tahun. Sejak itu Jay tinggal dengan halmeoni-nya yang menjaga dia dengan penuh kasih sayang, tapi wanita tua itu pergi meninggalkannya kerana sakit. Setelah kejadian itu, gue merasa Jay gak suka berteman dengan siapapun selain sama gue. Dia jadi pendiam dan dingin. Laki-laki itu makin benci dengan orang tuanya, ibunya menghilang dan hanya ada ahjussi Park.

Jay pernah membuat keputusan kalau dia rela tinggal di panti asuhan dari pada tinggal bersama ayahnya. Tapi ayahnya bersikeras untuk memberikan yang terbaik, Jay memberi syarat jika tinggal dengan ayahnya, dia mau bertetanggaan sama gue. Dikarenakan hal itulah jarak rumah kami berdua hanya beberapa langkah saja. Lagipun ahjussi Park tidak selalunya ada di rumah, dia ada rumah lain. Jadi Jay pun kerap makan di rumah gue. Selalu juga ayahnya mengirimi uang ke mama, tapi mama gue selalu menolak karena dia ikhlas menjaga Jay seperti anaknya sendiri.

CamaraderieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang