White Lie | 1 |

942 87 59
                                    

Pemuda dengan paras menawan itu hampir tak luput dari perhatian beberapa orang yang bertebaran di berbagai sudut. Kondisi bandara saat ini tak terlalu ramai, mengingat sekarang adalah penerbangan tengah malam di hari kerja. Namun tampaknya hal tersebut tak menghalangi mereka yang ada di sana untuk menikmati pemandangan bak fashion show dadakan itu.

Tak ada yang bisa memalingkan pandangan mereka barang sejenak dari sosok bersurai biru keperakan yang melenggang anggun dengan balutan kain hasil karya desainer ternama. Dari ujung rambut hingga kakinya, semua yang menempel di sana menjelaskan setinggi apa status yang disandang pemuda tersebut.

Bola mata di balik kacamata hitam memutar malas, berdecak kecil sembari mempercepat langkahnya menuju lounge yang diperuntukkan bagi penumpang first class sepertinya.

"Irinya terlahir dengan kemampuan menyita perhatian semua orang sepertimu."

Rasanya pemuda itu sudah memutar bola matanya tadi, tapi ia tak bisa menghentikannya untuk terjadi yang kedua kalinya. Apalagi setelah mendengar bisikan seorang pemuda plontos yang sedari tadi jalan bersamanya.

"Tugasmu menghentikannya, bodoh."

"Oh, ayolah Aguero. Tak ada salahnya menikmati seluruh pandangan memuja yang mengarah padamu. Meski kau pasti sudah bosan, biarkan aku yang menikmatinya. Jarang-jarang aku mendapat perhatian seluruh dunia seperti ini."

Dalam hati, pemuda bernama Aguero itu menyesal karena ia mengambil penerbangan tengah malam seperti sekarang. Jika penerbangannya lebih awal, Aguero tak akan segan untuk mendorong Shibisu, pemuda yang ia pekerjakan sebagai sekertaris pribadinya itu pada kerumunan orang-orang yang disebut 'memuja' dirinya.

Hell, dirinya bukan artis atau apa. Wajahnya hanya sering muncul di majalah-majalah tentang bisnis, yang tentu saja orang-orang biasa seperti mereka tak akan tertarik untuk melihatnya. Ia bukan seorang idol atau aktor terkenal yang seharusnya mendapat perhatian berlebihan seperti itu.

Ketika perjalanan yang ia rasa cukup lama berakhir, akhirnya mereka tiba di lounge yang begitu tenang dan sepi. Hanya ada pasangan paruh baya di sudut lain dari tempat ia dan Shibisu menunggu saat petugas maskapai membawa paspor dan tiket mereka untuk keperluan check in.

Aguero melepas kacamatanya dan menyelipkannya di saku jaket yang ia kenakan. Tangannya meraih clutch miliknya untuk mengeluarkan benda persegi panjang dari sana. Saat ia menggeser layarnya, ada beberapa notifikasi panggilan masuk tak terjawab.

"Hei, aku ke toilet sebentar ya. Sepertinya sucrepice yang kumakan mulai bereaksi sekarang."

Aguero mengiringi kepergian Shibisu dengan pandangan jijik, sebelum atensinya kembali pada benda persegi panjang di tangannya. Jemarinya menggeser sekali lagi layar di sana, melihat dua nama kontak berbeda yang dikenali sebagai panggilan tak terjawab oleh ponselnya. Saat jarinya hendak menekan tombol hijau pada salah satu kontak, pergantian layar yang menampilkan panggilan masuk lainnya tiba. Mencantumkan nama yang bukan menjadi pilihannya untuk dihubungi.

Namun tombol hijau itu tetap digeser dan Aguero membiarkan suara di seberang sana menyapanya.

"Hei, kupikir kau sedang di pesawat sekarang."

Sudut bibir Aguero tak bisa berhenti untuk terangkat sedikit. Ia jarang mendengar suara seseorang di seberang sana. Semenjak kepergiannya untuk menyelesaikan beberapa urusan di negara dengan julukan Kota Mode sejak sebulan yang lalu, mereka hanya berkomunikasi sesekali melalui chat. Ini pertama kalinya Aguero mendengar suaranya sejak satu bulan berlalu.

Bamkhun's JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang