The Longing (END)

1.3K 160 102
                                    

Ia mendengar suara pintu yang terbuka. Pukul 1.29. Ini terlalu larut dari yang ia duga.

Suara langkah kaki yang menapaki lantai itu dibuat sepelan mungkin, memecah kesunyian kamar. Tak membutuhkan waktu lama hingga suara pintu kamar di sebelahnya terbuka, lalu tertutup kembali.

Ia pun menyerah. Membiarkan kedua matanya tertutup, mencoba mencari rasa kantuk yang tak kunjung datang. Ia sendiri tak tahu, kenapa ia memilih untuk terjaga sampai Wangnan kembali?

Postingan salah satu senior di jurusannya kembali menyapa benak. Hanya sebuah foto yang dibagikan untuk menunjukkan suasana romansa pesta dansa. Sang senior selalu memiliki ketertarikan lebih dalam hobinya mengambil gambar itu. Setiap objek yang ia ambil selalu mendapatkan ribuan likes dan puluhan comment. Tapi untuk postingan malam itu, hanya beberapa saat setelah foto itu dibagikan, ribuan orang memberikan begitu banyak hati untuk foto itu. Kolom komentar itu pun sudah dibanjiri oleh orang-orang.

Itu hanya lah sebuah foto yang diambil dengan latar pesta dansa di pesta Yuri. Latar foto itu temaram, dengan sedikit pencahayaan yang menerangi beberapa sudut. Salah satunya menerangi dua objek utama foto itu.

Keduanya tertutupi topeng, seperti beberapa orang lain yang memencar di sekitar mereka. Dari sekian banyak orang di lantai dansa itu, siapa pun tahu siapa yang menjadi objek utama dari foto itu.

Tangan berbalut sarung tangan hitam itu melekat erat pada lekukan indah di depannya. Meski itu adalah sebuah gambar mati, siapa pun yang melihatnya tahu tangan itu berusaha menghapus segala jarak yang memisahkan ia dengan sosok di rangkulannya. Seolah memberitahu pada semua yang ada di sana. Malam itu, detik itu, hanya ada mereka berdua di sana. Menikmati alunan musik dan membiarkan tubuh bergerak mengikuti.

Kontras dengan warna hitam yang dikenakan salah satu pemeran utama di sana, tangan berbalut sarung tangan putih itu terlihat melengkapi warna hitam di sana. Sama-sama melekat erat, seolah pundak itu hanya lah satu-satunya pegangan yang bisa ia jangkau. Seolah pundak itu ada sebagai tempat tangannya beristirahat.

Sudut pengambilan foto itu menunjukkan dengan jelas, dua iris berbeda warna yang saling menatap di balik topeng yang menutupi paras keduanya. Yang meski pun telah ditutupi, siapa pun bisa melihat keindahan paras si pemeran utama.

Dua netra berbeda itu menatap satu sama lain. Seolah melihat dunia mereka dalam sepasang bola mata di hadapan.

Tapi ada satu yang luput dari kaca mata yang lain. Benang merah yang sekali lagi, terlihat menyala di tengah minimnya pencahayaan. Benang merah yang terlihat mengikat keduanya. Bukan hanya jari kelingking mereka, benang itu merekat dari bahu hingga ujung kaki mereka. Mengikat, tak menyisakan jarak sedikit pun antara keduanya.

Sebuah tulisan yang menyertai gambar itu membuatnya berpikir.

The string may tangle, it may stretch. But how far it will takes, it surely never break. Until it's time for its string to pull us together. Put us in place, forever, together.

Kenyataannya, apa yang tulisan itu katakan benar apa adanya. Lihat lah, sejauh apa pun dua pemeran utama itu berdiri satu sama lain, pada akhirnya benang itu akan melilit dua tubuh dalam satu takdir.

Itu terlihat begitu jelas di sana. Dalam foto itu. Bagaimana benang merah itu telah menjalankan perannya dengan baik, menyatukan dua insan dalam satu takdir.

Dan ia berpikir dirinya bisa menjadi Dewa untuk menciptakan jarak antara keduanya?

And if it's time for me to become an antagonist of some play,

Bamkhun's JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang