Jue Viole Grace mengingat kehidupan terdahulunya. Suatu kejadian yang seharusnya tak masuk akal untuk diterima oleh akal sehat. Tapi itu terjadi padanya, bagaimana ia melihat semua adegan reka ulang kehidupannya yang lalu di setiap mimpinya. Begitu menyakitkan, begitu menyedihkan.
Ia selalu merasa ini lah karma yang harus ia terima, untuk menebus kegagalannya menjadi seorang Dewa di kehidupan yang lalu. Ia bahkan tak bisa menjadi pelindung untuk orang yang paling ia sayangi, bagaimana mungkin ia bisa menjadi seorang Dewa? Menyelamatkan miliaran makhluk hidup?
Entah sudah berapa tahun berlalu, mungkin ratusan atau bahkan ribuan tahun? Sebelum ia terlahir kembali menjadi Jue Viole Grace. Nama yang sama, rupa dan tubuh yang sama, juga ingatan yang sama. Semuanya terasa begitu familiar namun juga asing di saat yang bersamaan. Ia mengingat wajah ibu dan ayahnya dari kehidupan yang lalu melalui cerita legenda, sekarang ia bisa melihat wajah keduanya dengan jelas, bahkan menyentuhnya.
Mungkin aneh rasanya bagi bayi yang baru lahir mengingat jelas apa yang ia lihat. Tapi ia mengingat semuanya. Tak ada langit-langit goa yang menyapanya saat ia pertama kali membuka matanya. Hanya ada wajah menangis ibunya dan pekikan gembira ayahnya.
Setidaknya, Dewa memberikan ia satu kebahagiaan di kehidupan yang ini.
Namun apa artinya kebahagiaan jika di tiap saat ia membuka matanya, ia tak menemukan sosok biru yang begitu ia cintai di ujung pandangannya. 18 tahun hidupnya berlalu, ia sama sekali tak menemukannya. Menemukan sosok yang menjadi pilarnya, sekaligus awal dari kehancurannya di kehidupan yang lalu.
Tapi mungkin Dewa tahu yang terbaik baginya. Tak mempertemukan dirinya dengan sosok yang paling ia rindukan itu menjadi salah satu bentuk kebaikan sang Dewa padanya. Karena jika ia bertemu dengannya, ia hanya akan merasakan kehancuran yang lebih parah dari yang ia rasakan sekarang.
Karena benang merah itu tak mungkin terikat di jari kelingking yang lain.
Seolah melihat masa lalu melalui mimpi tak cukup dijadikan penderitaan baginya, Dewa memberikan anugerah lain padanya. Anugerah yang bagaikan mimpi terburuk dibanding melihat masa lalunya.
Saat itu ia berusia dua tahun. Ia yang seharusnya menggapai mainan mobil berwarna merah di dekatnya salah meraih benda lain yang juga berwarna merah. Sebuah tali tipis, begitu tipis dan berujung pada dua orang yang ada di dekatnya saat itu.
Di usianya yang genap dua tahun, Dewa memberikannya kemampuan untuk melihat benang merah, yang saling mengikat di ujung kelingking satu dengan yang lain. Benang takdir pertama yang ia lihat adalah benak takdir kedua orangtuanya. Benang itu saling terhubung, meski menjuntai panjang, namun ujungnya tetap tersambung membentuk sebuah ikatan.
Orangtuanya adalah pasangan takdir yang ditentukan oleh sang Dewa.
Ia baru memahami semuanya saat usianya menginjak tujuh tahun. Saat ia menyaksikan bagaimana paman yang tinggal di sebelah rumahnya berangkat begitu pagi dengan sejumlah barang yang tidak bisa dibilang sedikit dan meninggalkan perkarangan rumahnya. Saat mobil itu melaju, Viole melihat benang merah yang bergerak menjauh. Benang merah yang ujungnya tak mengikat pada bibi yang tinggal bersama paman itu.
Paman itu tak penah kembali lagi. Kemudian ia pun sadar, sejak awal dua ujung benang takdir paman dan bibi itu tak pernah terikat satu sama lain. Itu tak membentuk sebuah untaian benang yang tersambung. Paman dan bibi itu bukan lah pasangan takdir.
Sejak saat itu ia selalu memperhatikan benang-benang merah yang terikat di jari kelingking orang-orang di sekitarnya. Ia selalu ada di sana, ketika orang-orang terdekatnya dipersatukan oleh untaian benang merah itu. Tapi tak jarang pula ia menyaksikan, bagaimana orang-orang terdekatnya bersatu tanpa ujung benang yang saling tersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bamkhun's Journey
AcakThey said, "We have something to tell you about our pages. Will you desire to open our journey?" Hanya kumpulan ide-ide BamKhun yang langsung dituangkan dalam cerita sebelum ide menguap.