Taman kompleks perumahan adalah tujuan seorang gadis bernama Fira sore hari ini. Gadis berambut sebahu dan memiliki tumbuh kurus yang pendek itu mengayunkan kedua kakinya tanpa henti. Bersenandung riang menikmati angin sore yang menerpa wajahnya.
"Kau boleh jauhi diriku, namun ku percaya, kau kan mencintaiku, dan tak akan pernah, melepasku ...."
"Pede banget kamu, Fir, Fir. Jangankan mencintai, dilirik aja nggak!" racau Fira. Mukanya sedikit cemberut. Mengingat betapa kejamnya orang yang ia sukai tidak balik menyukai dirinya. "Lagian, kenapa gitu, kenapa para oppa nggak ngasih tahu gimana kriteria pacar idaman mereka?"
Terus meracau, Fira sampai tidak sadar jika sudah berada di taman kompleks. Di sana ada lapangan basket berukuran sedang. Sore hari ini, taman sepi. Fira hanya mendapati seorang laki-laki memakai kaus abu sedang duduk di tepi lapangan. Di dekatnya ada bola orange yang ia tahu adalah bola basket.
"Ganteng banget, ih!" ucap Fira. Kemudian ia berdecak girang. Menggelengkan kepalanya sekali, hingga poninya bergoyang indah.
Gadis itu berjalan mendekati seorang lelaki yang sedang duduk tadi. Mendengar suara derap langkah mendekati, lelaki itu menoleh dengan wajah datar. Meski datar, kadar tampannya tidak berkurang di mata Fira.
"Hai!" sapa Fira dengan ramah. Menarik senyum lebar. Kedua matanya menyipit indah. Ia mengambil duduk di samping lelaki itu.
Laki-laki itu menaikkan satu alisnya. Belum membuka suara. Ahh ... Fira berasumsi jika lelaki itu hanya jual mahal. Malu jika harus menyapa balik. Ya, itulah yang ada di pikiran Fira.
"Kamu sendirian? Habis main basket, ya?"
Kepala lelaki itu mengangguk sekali. Masih asyik menatap Fira. Hal itu membuat Fira salah tingkah. Aduh, meleleh deh! jerit Fira dalam hati.
"Rumah kamu di kompleks ini?"
Mengangguk, lagi. Untuk yang kedua kalinya.
"Kok aku baru lihat kamu? Aku ke taman ini hampir setiap hari, tapi kok baru lihat kamu. Kamu orang baru?"
Untuk yang ketiga kalinya, mengangguk.
"Rumah kamu deket sini, gak?"
Lagi, mengangguk.
Fira mendengus. "Angguk mulu, awas lehernya sengklek!" katanya dengan kesal.
Mata itu akhirnya mengalihkan tatapan ke arah lain. Lelaki itu mengambil bola basket dan memainkannya di lantai lapangan. Hanya mendorongnya ke depan dan belakang menggunakan jari.
"Kacang mahal, tahu!"
Gerakan laki-laki itu terhenti. "Apa?" Untuk pertama kalinya, ia membuka suara. Fira melotot kegirangan.
"Akhirnya, kamu mengeluarkan suara bass-mu itu!" ungkapnya dengan senang.
"Aku Safira, panggil aja Fira. Kalau Safi entar jadi hewan pemakan rumput. Umur otw ke delapan belas tahun. Kelas dua belas SMA, ambil jurusan IPA. Rumah aku nomor seratus tiga! Kalau kamu?" Fira menjelaskan cukup detail dengan dirinya. Penjelasannya tadi bisa dijadikan sebagai bionarasi sebuah karya novel yang ada di halaman belakang.
Lelaki yang bernama Aras itu menoleh. Menatap uluran tangan dari seorang gadis yang sekarang ia tahu bernama Fira. Cukup terkejut karena gadis seimut--ralat, seperti Fira ini anak kelas 12 SMA dan beranjak ke umur 18 tahun. Ini gila. Ia hampir tidak percaya.
Pada akhirnya, ia menyambut uluran tangan itu. "Aras. Kelas sepuluh IPS. Enam belas tahun. Nomor seratus sepuluh," balasnya dengan mantap.
Sejak saat itu, Fira tahu kalau sebuah perasaan tidak bisa ditolak kehadirannya hanya karena perbedaan umur yang ada.
Karena hari-hari berikutnya, di mana ada Aras, maka di sana juga akan ada Fira.
...
AN:
Cerita ini aku ikut sertakan ke event nulis bersama Samudera Printing dengan tema Berondong.
Jadi, udah siap open your mind tentang 'cinta itu buta'? Atau tentang 'perasaan tidak pandang usia'?
Ah, apalah itu, yang penting kalian menikmati cerita ini ya
Jangan lupa vote dan komen segudangnya.
Love,
Nung, ind 06/09/20
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You, Aras! (SUDAH TERBIT)
Teen FictionKata sebagian orang, sebuah usia adalah patokan yang menjadi penghalang untuk siapapun dalam menjalani suatu hubungan. Tapi, tidak untuk Aras dan Fira. Fira usianya dua tahun di atas Aras. Namun, ia menyukai lelaki itu. Naasnya, Aras cukup pendiam d...