"Aras, udah jadian sama Fira?"
"Hah?!"
Mamanya terkekeh sejenak. "Kamu, Ras, sama Fira udah pacaran atau belum?" tanyanya lebih jelas lagi.
Aras sedikit bingung dengan pertanyaan Mamanya. Tidak biasanya beliau menanyakan hal seperti ini. Biasanya juga, hanya bertanya tentang teman-temannya atau sekolah. Jika menanyakan perihal Fira, hanya sesekali saja.
"Nggak pacaran, Ma," jawabnya dengan mantap.
Mamanya sedang masak untuk makan malam. Zara sedang bermain di ruang tengah. Sedangkan Aras duduk di meja makan sambil menggigit buah pir yang tersisa setengah. Jadi, Aras dan Mamanya mengobrol hanya di sekat oleh bar dapur saja.
"Kalau mama kasih tahu sesuatu ke kamu, apa itu bakal ngerubah status kalian?"
Aras menekuk alis. Sedikit risih karena mamanya terus memancing dirinya. Ia juga tidak suka karena dirinya justru merasakan penasaran apa yang akan diberi tahukan oleh mamanya itu.
Apa mamanya itu tahu sesuatu tentang Fira?
Atau, sesuatu yang menyangkut Fira dan dirinya?
Tapi, apa?!
Oke, rasa penasarannya sudah tidak bisa dibendung lagi karena membawa-bawa nama Fira dan statusnya dengan gadis itu. Padahal, bisa saja ia bersikap cuek, namun nyatanya ... tidak bisa.
"Apa, Ma?"
"Tapi, kalau mama kasih tahu hal ini, kamu bakal percaya gak?"
Aras menggigit pirnya lagi. "Percaya, Ma, aku selalu percaya kalau sama mama," jawabnya dengan gereget. Hatinya menjerit, Ayo dong, Ma, kasih tahu hal apa yang mama tahu!
"Waktu malam Minggu itu, yang Fira ke sini, kamu tahu kalau Fira masuk kamar kamu gak?"
Apa?!
"Fira masuk kamar aku? Dan Mama ngijinin? Ma, yang bener aja?!" Aras menatap Mamanya yang masih asyik menatap isi panci. Karena tidak tahan lagi, ia bangkit dan mendekati Mamanya. Ia duduk di atas bar dapur dekat westafel dan dekat dengan mamanya juga.
Mamanya mengangguk mengiyakan. "Mama suruh Fira bangunin kamu karena udah sore dan kasihan kalau dia nungguin kamunya nanti lama. Tahunya, lima menit gak balik lagi. Mama khawatir dia diapa-apain sama kamu, Ras," ucapnya menoleh sebentar pada Aras yang memasang raut penasaran.
"Aku gak tahu Fira masuk kamar atau nggaknya, kan pas aku bangun juga dia ada di bawah, main sama Zara, Ma. Dan, aku gak bakal berani apa-apain tuh orang. Gak ada terbesit niat aneh-aneh kalau sama cewek, Ma," sahut Aras.
"Iya, mama juga tahu kalau itu. Cuma, emangnya anak laki-laki remaja enam belas tahun kayak kamu nggak ngerti apa itu bibir ketemu bibir, hah? Mustahil kalau nggak tahu artinya apa, Aras," keukeh Mama Aras dengan opini keibu-ibuannya itu.
Aras mendengus. "Aku nggak pernah macem-macem ya, Ma. Pacaran aja baru sekali dan itu cuma satu minggu."
Benar, Aras hanya pernah berpacaran sekali dan itu waktu kelas 2 SMP. Pacaran hanya iseng-iseng saja. Lalu, seminggu kemudian putus karena Aras merasakan risih. Lalu, setelah itu tidak berpacaran lagi karena belum ada keinginan. Padahal, yang menyukainya ada saja, meski tidak banyak.
Mamanya tertawa. Wanita itu mematikan kompor dan menutup panci. Beralih ke kompor sebelahnya. Menaruh wajan dan menuangkan minyak goreng. Ia akan menggoreng ayam tepung.
"Iya, habis itu kamu gak pernah pacaran lagi. Kenapa, sih, nggak pacaran? Betah banget jadi jomblo!"
"Gak minat aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You, Aras! (SUDAH TERBIT)
Ficțiune adolescențiKata sebagian orang, sebuah usia adalah patokan yang menjadi penghalang untuk siapapun dalam menjalani suatu hubungan. Tapi, tidak untuk Aras dan Fira. Fira usianya dua tahun di atas Aras. Namun, ia menyukai lelaki itu. Naasnya, Aras cukup pendiam d...