Glek!
Yodo meneguk salivanya susah payah, pintu geser kelasnya terbuka, disambut kedinginan sang sahabat jidatnya, terpampang wajah dengan mata setajam elang juga aura-aura tak mengenakan didekatnya.
Onyx sehitam malam disertai sorotan setajam elang yang mampu membuat siapa saja bertekuk lutut.
Melalui ekor matanya saja Yodo sudah mengetahui bahwa sahabat lainnya tengah bersusah payah menenangkan Sarada, dia berharap nyawanya masih bertahan ditubuhnya.
"Kita bicara empat mata" ucapan dingin dari Sarada cukup membuat seisi kelas menghembuskan nafasnya yang sedari tadi mereka tahan, seorang Queen ice yang sesungguhnya ternyata lebih menyeramkan dari pemikiran mereka.
"A-aku h-hanya" kikuk Yodo menggaruk lehernya yang tak gatal sembari tertawa canggung
"Tidak masalah"
"E-eh"
"Aku tidak memiliki hak untuk memarahimu jika kau pulang malam, aku bukan keluargamu yang akan marah ketika kau pergi kebar dengan seorang pria, aku hanya teman sebayamu yang cuma bisa khawatir, aku sama sekali tidak memiliki hak yang kutuntut sama sekali bukan? lagipun kau bisa bebas seperti yang kau mau, bukan?"
Yodo tertegun, netranya membulat sempurna.
Sarada menarik nafas perlahan "Nikmati kebebasanmu selagi bisa, karena suatu saat nanti, tangan kita tidak sebersih ini" lirihnya menatap Yodo
"Ha'i! arigatou!"
~~~
"ASTAGAAA!!!! BERKAS-BERKAS SIALAN INI MUSTI KUBAKARRR!!!" Sumire menatap datar sang bawahan yang sedari tadi menjerit frustasi dengan dokumen-dokumen yang ia kerjakan.
Daripada meladeni Kagura yang sibuk mencerocos sendiri, Sumire lebih baik melakukan kebiasaannya disaat saat bosan.
Ia menggigiti bibir bawahnya bahkan hingga berdarah sekalipun, sejak kecil kebiasaan ini tidak bisa hilang sedikitpun.
"Kau suka sekali menggigiti bibirmu, wanita aneh!" sindir Kagura menatap remeh Sumire yang membelakanginya
Sumire berbalik, darah segar mengalir dari ujung bibir manisnya "Apa pedulimu?"
"Tidak baik loh, jika darah mengalir deras begitu, jika kau makan kan tidak baik" ucapnya mengusap sedikit darah Sumire diujung bibir gadis itu.
Rona tipis membaluti pipi gadis ungu tersebut, seumur-umur dia tidak pernah usap bibirnya oleh seorang lelaki, bahkan ayahnya sekalipun.
"Sini kuobati lukanya" dengan telaten, Kagura mengusap darah-darah Sumire, lalu membelai pipi porselennya.
"Jika begini akan lama sembuhnya"
Dia mendekatkan wajahnya kewajah Sumire, sang empu tidak khawatir sama sekali, toh, Kagura adalah lelaki yang tahu diri, ia tidak akan melakukan apapun kepadanya, hanya sebatas melihat luka yang bahkan ia buat sendiri.
Chu!
Bagaimana Sumire tidak terkejut? dengan mudahnya Kagura mempertemukan bibirnya dengan bibir Sumire, belum lagi ketika lidah nakal Kagura mulai menjuluri bibirnya yang berdarah, serta sedikit memberikan lumatan.
Sialnya, Sumire sendiri menikmati ciuman itu, semakin memperdalam dengan menggelantungkan lengannya keleher Kagura, merasakan tangan kekar Kagura sendiri memeluk pinggangnya posesif.
Lumatan yang dibuat Kagura cukup menjadi jadi semakin lama, Sumire tak menolak, kapan lagi bibirnya dilumatkan seorang pria tampan? ah, mungkin setelah ia menikah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Smile{Hiatus}
Romansa[On going] [ Jangan plagiat!] Arigatou Terkadang, semesta amat suka bercanda, dimana ada yang terluka disitu ada yang berkorban Kejadian itu, benar-benar membuat mereka depresi, bahkan sedikit dari mereka hilang ingatan Menolong-ditolong, berkorban...