Chapter 1 - Insomnia

5.4K 139 2
                                    

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK VOTE DAN COMEN NYA.

TERIMAKASIH

-------------------------------------------------------

"Hanya bersamamu, aku bisa tersenyum dengan tulus."
Rose

Di sebuah kamar luas dengan dekorasi elegan bernuansa putih dan abu-abu, Rose terbangun dari tidurnya. Ia mengerjapkan mata, melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 04.05 pagi. Matanya terasa berat, tetapi pikirannya terlalu aktif untuk tidur kembali. Insomnia kembali menyerang.

Rose duduk di atas ranjang, merapikan rambut panjangnya yang sedikit kusut. Ia memandangi sekeliling kamar yang sunyi. Tidak ada suara selain detakan jam dinding yang terasa lambat dan menghantui.

"Kenapa aku selalu begini?" gumamnya pelan sambil menghela napas panjang.

Dengan langkah gontai, ia menuju kamar mandi. Air dingin menyentuh kulitnya, membuatnya sedikit lebih segar. Setelah selesai mandi dan mengenakan seragam sekolahnya yang rapi, Rose mematut diri di depan cermin. Gadis itu cantik dengan kulit putih bersih dan rambut hitam berkilau, tetapi ada kesedihan di balik matanya yang tajam.

Ia melangkah turun ke ruang makan, di mana seorang pelayan sudah menyiapkan makanan di atas meja panjang. Aroma makanan menguar memenuhi ruangan, tetapi nafsu makan Rose seakan menguap begitu saja.

"Nona sudah bangun," sapa pelayan itu sambil tersenyum ramah.

Rose mengangguk kecil. "Sudah. Mama dan Ayah sudah pulang?" tanyanya, suaranya terdengar datar.

"Belum, Nona. Tuan dan Nyonya baru akan pulang bulan depan," jawab pelayan itu sopan.

Mendengar jawaban itu, wajah Rose berubah murung. Ia menunduk, memainkan ujung rambutnya untuk mengalihkan rasa kecewanya.

"Oh... Baiklah," ucapnya pelan. Ia mencoba tersenyum, tetapi jelas terlihat senyum itu dipaksakan.

Rose mengambil beberapa suap makanan, tetapi rasanya hambar di mulutnya. Tanpa banyak bicara lagi, ia bangkit dari kursinya dan berjalan keluar rumah, diantar oleh sopir pribadinya.

Setibanya di sekolah, suasana mulai ramai. Rose turun dari mobil dengan langkah anggun. Seperti biasa, kehadirannya menarik perhatian banyak siswa. Penampilannya yang sempurna, ditambah aura percaya diri yang ia miliki, selalu menjadi magnet bagi semua orang.

Namun, Rose tidak peduli dengan tatapan itu. Ia berjalan lurus menuju kelasnya. Di dalam kelas, Jisoo, sahabat dekatnya, sudah duduk di kursinya. Gadis itu tampak termenung, menatap jauh ke luar jendela dengan pandangan kosong.

Rose menghentikan langkahnya sejenak. Ia mengenal Jisoo lebih dari siapa pun, dan ia tahu ada sesuatu yang mengganggu pikiran sahabatnya. Dengan niat menghibur, Rose mendekati Jisoo dengan langkah pelan.

Saat jaraknya sudah cukup dekat, Rose memukul meja Jisoo dengan keras. "Woi!" serunya, membuat Jisoo terlonjak kaget.

"Apa sih, Rose! Bikin kaget aja!" protes Jisoo dengan nada kesal. Ia memonyongkan bibirnya, membuat Rose terkikik pelan.

"Ulululu, imut banget sih kalau lagi marah," goda Rose sambil mencubit pipi Jisoo.

"Sebal!" Jisoo menjauhkan tangannya sambil mengusap pipinya yang merah.

Rose duduk di samping sahabatnya. Ia menatap Jisoo dengan tatapan penuh perhatian. "Kamu kenapa? Dari tadi melamun terus."

Jisoo terdiam, ragu untuk bercerita. Namun, setelah beberapa detik, ia akhirnya menghela napas panjang. "Aku bertengkar lagi dengan Mama."

Rose mengerutkan kening. "Kenapa kali ini?"

Jisoo menunduk, memperlihatkan lengannya yang memar. "Cuma masalah kecil. Aku jatuh di tangga," jawabnya dengan senyum tipis.

Rose meraih lengan Jisoo dan memeriksa memar itu. "Soya, jangan bohong. Aku tahu ini pasti karena perlakuan ibumu," katanya dengan nada tegas.

Jisoo hanya tersenyum kecil, tidak membantah. "Tapi mereka keluargaku, Rose. Bagaimanapun, aku menyayangi mereka."

Rose menggelengkan kepala, merasa frustrasi. "Mereka sudah keterlaluan! Kalau seperti ini terus, aku tidak akan tinggal diam."

"Jangan, Rose!" Jisoo memegang tangan Rose dengan erat. "Aku tidak ingin membuat masalah jadi lebih besar."

---

Saat bel istirahat berbunyi, Rose meninggalkan Jisoo sendirian di kelas. Ia sengaja melakukannya untuk memberikan waktu pada sahabatnya. Namun, saat berjalan di lorong, Rose mendengar suara ribut.

Ia berbalik dan melihat Jisoo terjatuh di lantai. Siku Jisoo berdarah, sementara seorang gadis lain, Jennie, berdiri di depannya dengan ekspresi dingin.

"Soya!" Rose langsung berlari menghampiri Jisoo.

Jisoo buru-buru bangkit. "Aku nggak apa-apa, Rose. Tadi aku nggak sengaja nabrak Jennie," ujarnya, mencoba meredakan situasi.

Rose menatap Jennie dengan tajam. "Kamu sengaja, kan?!"

Jennie mendengus sambil melipat tangan di depan dada. "Dia yang salah jalan, bukan urusanku kalau dia ceroboh."

Emosi Rose memuncak. Ia ingin melabrak Jennie, tetapi Jisoo menahannya. "Rose, jangan. Aku nggak mau ada keributan," ucap Jisoo dengan nada memohon.

"Soya, dia sudah keterlaluan! Kenapa kamu selalu membela mereka?"

"Karena mereka keluargaku, Rose," jawab Jisoo dengan lirih.

Rose menatap sahabatnya dengan perasaan campur aduk. Ia tidak mengerti kenapa Jisoo bisa begitu baik pada orang-orang yang jelas-jelas menyakitinya.

Akhirnya, Rose menghela napas panjang. "Baiklah. Tapi kita harus obati lukamu dulu."

Ia memapah Jisoo ke ruang UKS dengan hati yang masih dipenuhi kemarahan. Dalam hati, Rose berjanji tidak akan membiarkan sahabatnya terus disakiti seperti ini.

To be continued!!

Gimana ceritanya seru gak. Kalo suka di vote ya.

Jangan lupa follow, vote dan comen ya.
Ikuti terus cerita nya.

Love you readers❤

Im Normal | Chanrose |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang