Fifty Third Petal

42 6 29
                                    

29 September, Tokyo...

Seorang pria berusia tiga puluhan terlihat berjalan sembari membawa parasol biru bermotif bunga. Pria itu mengenakan kimono berwarna biru dan outer bewarna senada. Dia berhenti sesaat di depan sebuah pohon sakura yang terletak di sebuah tanjakan yang mengarah ke aliran sungai yang jernih dan berkilauan tertimpa sinar matahari.

Angin berhembus dengan pelan, memberikan hawa sejuk di siang yang terik. Pria itu memandangi bunga sakura di hadapannya sesaat. Dia teringat dengan pertemuan pertamanya dengan wanita yang dia cintai. Wanita yang kini entah bagaimana kabarnya.

Ingin sekali dia bertemu lagi dengannya, namun rasanya sudah tidak mungkin.

Pria itu mengepalkan tangan. Bimbang apakah dia seharusnya bertemu lagi dengan wanita itu, atau tetap seperti ini? Menjauh dari semua orang dan mencari keberadaan orang yang bisa membantunya?

"Aku sudah tahu kau akan di sini."

Pria berkimono biru itu tertegun, lalu menoleh ke belakang. Terlihat seorang pemuda yang berjalan ke arahnya. "Nanase...," desisnya.

Kizuna berhenti di depan pria itu. "Aku terkejut kau masih mengingatku. Dan kau tidak berubah sama sekali."

"Kau juga sama. Kau tidak berubah sama sekali sejak kita terakhir bertemu."

"Memang." Kizuna menghela napas. "Lalu, kau mau sampai kapan mau seperti ini terus?"

"Maksudmu?"

"Kau sebenarnya ingin bertemu dengan mereka lagi, 'kan? Meskipun tidak berani, namun jauh di dalam hatimu ada jawaban lain."

"Kenapa kau berpikir demikian?"

"Aku mungkin hanya seorang guru, tapi aku memahami perasaan mereka seperti anak sendiri. Mereka ingin bertemu denganmu, jadi jangan buat mereka menunggu. Apalagi kau seorang ayah yang tidak pernah lagi memberikan cinta kepada anak-anakmu."

Pria itu memalingkan wajah saat Kizuna berbicara, seolah dia tidak berani untuk bertatapan dengan teman lamanya itu. "Apakah kau masih menginginkan mereka sebagai anak-anakmu? Harusnya kau—"

"Sudah cukup!"

Kizuna tidak terkejut sama sekali, dia tahu pria itu takkan tahan mendengar ucapannya. Dia hanya menghela napas pelan. "Aku mengerti perasaanmu. Dan aku tahu kalimat yang keluar dari adikmu waktu itu memang menyakitkan. Tetapi ketahuilah, putri bungsumu sudah mengatakan jika beliau mulai berubah pikiran."

Pria itu berpaling ke arah Kizuna. "Siapa... yang kau maksud?"

"Seseorang yang mungkin ingin kau dengar lagi namanya. Tidak hanya satu, tapi tiga orang. Dan mereka adalah orang yang berarti bagimu. Ah, malah empat orang. Salah satunya adalah wanita yang kau temui di bawah pohon sakura ini."

Pria tersebut terdiam. "Aku ingin memberitahumu sesuatu, dan kuharap kau mau berubah pikiran," ujar Kizuna lagi. "Mereka sedang berada di dalam jebakan iblis. Aku tahu jika kau bisa mengenali siapa yang kumaksud."

"Aku tidak akan memahaminya jika kau tidak bilang."

"Kau kenal baik orang itu, 'kan? Orang yang sama yang hampir dihabisi oleh wanita berkimono merah pada malam pembantaian para yankee?"

Lawan bicaranya seketika membatu. Kizuna melipat kedua tangan di dada. "Hanya itu yang ingin kukatakan. Mereka berdua ada di bawah tanggung jawabku. Sementara dua lagi... aku tidak bisa seterusnya menjaga mereka."

"Hei...," akhirnya pria itu membuka suara. "kau masih menjadi guru mereka, 'kan?"

"Ya, lalu?"

[End] Chrysanthemum & Camellia 3: Final JudgementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang