Fifty Fifth Petal

36 4 1
                                    

Kizuna-sensei membaringkan jasad Yukina di salah satu kasur di UKS, lalu menutup sekujur tubuh dengan selimut putih. Beliau menghela napas pasrah melihat muridnya meregang nyawa secara mengenaskan.

Mastermind bahkan sama sekali tidak membantu untuk menghubungi orangtuanya atau polisi. Atau memang dia sengaja melakukan hal itu. Jadi tujuan asli dari camp ini adalah menjadi permainan bertahan hidup yang sebenarnya. Dan sekarang sosok itu menghilang entah kemana, tanpa ada minat untuk menjelaskan lebih lanjut tentang permainan itu.

Kizuna-sensei memandangi Yukina untuk terakhir kalinya. "Beristirahatlah, Aragi-san. Biarkan kami yang membalas kematianmu. Semoga jiwamu tenang di alam sana."

Pria itu pun berjalan keluar dari UKS. Di depan pintu, Shiragiku dan Tsubaki menunggunya. "Sensei... apakah sensei akan menelepon seseorang dari luar sekolah? Atau memberitahukan hal ini kepada orangtua Yukina?" tanya Tsubaki.

"Sayangnya Mastermind tidak main-main soal kalimatnya barusan. Kita memang terjebak di sini. Saya sudah berusaha untuk mencari jalan keluar, namun semua pintu terkunci. Pintu laboratorium Kimia juga sama. Untuk saat ini, kita hanya bisa berharap semoga saja masih bisa keluar meskipun entah kapan itu," jawab Kizuna-sensei dengan nada pasrah.

"Jadi kita benar-benar terjebak di sini?" ujar Shiragiku.

"Sialnya, iya. Kita akan terjebak di dalam sekolah setidaknya sampai saya bisa menemukan jalan keluar lain. Untuk sementara, kalian tetaplah ikuti acara camp hingga hari terakhir. Nanti saya akan coba hubungi polisi dan juga orangtua Aragi-san untuk mengabarkan bahwa putrinya dibunuh oleh penyelenggara tidak bertanggung jawab."

Si kembar Hanazuki hanya saling melempar tatapan. Kizuna-sensei memijat kening. "Kalian kembalilah ke kelas dan jangan keluar tanpa ada pengarahan. Saya juga harus memikirkan cara lain agar kita bisa setidaknya mendapat kontak dengan dunia luar."

Keduanya mengangguk. Mereka pun berlalu meninggalkan Kizuna-sensei dan kembali ke kelas. Senbonzakura yang lain pun terlihat sama khawatirnya setelah kejadian di kafeteria membuat semua peserta syok setengah mati. Misao sampai hampir menangis, karena dia sudah cukup dekat dengan Yukina.

Kanzaki memeluk kedua kakinya. "Aku tidak percaya hal seperti ini akan benar-benar terjadi. Kukira tidak akan ada lagi insiden seperti ini."

Tsubaki duduk di futon-nya. "Aku sendiri tidak percaya kalau kita akan berhadapan dengan skenario berdarah lagi. Sebetulnya apa yang Mastermind pikiran hingga tega mengakhiri nyawa Yukina seperti itu?"

Shiragiku menggigit bibir bawahnya. "Mastermind... dia ternyata senang mempermainkan nyawa seseorang, ya."

Tsubaki mendesah pasrah. "Kalian juga jangan lengah. Aku takut Mastermind akan mengincar nyawa kita. Untuk sementara, kita akan coba untuk ikuti permainan macam apa yang akan dimainkan selagi mencari cara agar bisa kabur dari sini."

Shiragiku, Kanzaki, dan Misao mengangguk setuju.

Malam itu seluruh peserta benar-benar diliputi oleh ketakutan. Beberapa orang sama sekali tidak bisa tidur, dan memilih untuk tetap terjaga walaupun tidak akan ada hiburan yang bisa mengisi kekosongan waktu. Para gadis di masing-masing fraksi sampai tidur berdekatan saking ketakutannya. Pukul setengah sebelas malam, listrik di SMA Miharayama mati total. Bukan hanya lampu, namun aliran listriknya juga diputus tanpa sebab.

Kizuna-sensei sendiri tidak tidur. Beliau mondar-mandir keliling kamar keempat fraksi dan memastikan semua peserta sudah terlelap dengan bermodalkan sebuah senter yang cahayanya mulai berkedip-kedip tidak karuan. Dalam hati beliau berharap setidaknya bisa menghubungi Kazuyuki dan mengabari keadaannya dan Hibiki yang terperangkap di SMA Miharayama.

[End] Chrysanthemum & Camellia 3: Final JudgementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang