Forty Third Petal

33 6 16
                                    

Hari selanjutnya...

"Ani-sama."

Shion yang sedang membersihkan peralatan dapur menoleh. "Ah, Shiragiku. Kau sudah bisa bersekolah hari ini?"

"Memang. Tapi...," si krisantemum putih menunjukkan kotak bento-nya. "aku mau tanya kenapa makan siangku dan Tsubaki ada yang gosong begini?"

"Eh?!" Shion melihat tamagoyaki yang sudah disusun di kotak makan kedua adiknya. Padahal sudah ditutup oleh nasi dan saus tomat, namun bekas gosong di telurnya masih terlihat. "A-Ah itu...,"

Tsubaki berkacak pinggang. "Shion-nii... jangan bilang kau nekat memasak lagi tanpa bantuan siapapun. Ditambah, kau menggunakan bahan dari kebun belakang, ya? Kau maling dari hasil petikan Marry dan Sayuri atau bagaimana?"

Shion hanya nyengir. "Ketahuan, deh."

Tsubaki menepuk kepala. "Sudahlah, kami saja yang membuat sarapan. Dan bersyukurlah karena Shiragiku sudah bisa membantu memasak," ujarnya. Kemudian berpaling ke arah saudarinya. "Shiragiku, kau bisa petik tomat dan sayur di kebun belakang?"

Yang diminta pun mengangguk, kemudian menggulung lengan kemeja sekolahnya dan pergi ke kebun belakang. Sementara Tsubaki memakai celemek. "Shion-nii, kau jadi asistenku saja. Ingat, jangan macam-macam di dapur. Salah sedikit dan kejadian di pondok terulang, tidak kuberi jatah kudapan, ya."

"Baiklah, kulakukan," sahut Shion sambil mendumel pelan. "Adikku galak juga...,"

Di kebun belakang, Shiragiku memetik beberapa buah tomat dan timun, lalu menaruhnya di keranjang kayu kecil. Kebun belakang terlihat terawat dan hasil petikannya selalu bagus. Keluarga Hanazuki sengaja membuat kebun sendiri untuk menanam buah dan sayuran karena Kuroba menyarankan para pekerja menggunakan hasil panen kebun.

Shiragiku menghela napas setelah selesai memetik beberapa timun dan tomat. Pukul tujuh kurang, masih ada waktu sekitar satu jam hingga sekolah dimulai. Sudah lama juga tidak mengurus kebun. Dia lebih sering di dalam kediaman membaca buku di perpustakaan atau di taman dalam, atau berlatih pedang dan bela diri di dojo.

"Tidak bisa dimaafkan...,"

Si krisantemum putih tersentak. Dia mendengar suara itu lagi, suara yang sejak kemarin mengusiknya seolah benar-benar ada orang yang membisikkan hal itu di telinga. Halusinasi lagi, atau memang kepalanya sedang tidak beres.

"Pendosa sepertinya tidak bisa dimaafkan...,"

Suara tersebut terdengar lagi. Shiragiku menoleh ke sekeliling. Tidak ada siapapun, hanya ada penjaga kebun yang sedang mengurus daikon (lobak putih) dan buah stroberi milik Tsubaki, itupun letaknya agak jauh.

"Bunuh dia. Penggal kepalanya...,"

Shiragiku menggelengkan kepala dan memejamkan mata. "Ini hanya halusinasi... ini hanya halusinasi...," batinnya sambil mencoba meyakinkan diri.

Tanpa berpikir panjang, gadis itu berdiri dan segera membawa hasil petikannya ke dapur. Dia membantu Tsubaki untuk membuat tamagoyaki yang baru, ditambah dengan sayur yang dipetiknya barusan. Si camellia merah tampak baru saja selesai memotong-motong telur yang sudah digulung menjadi beberapa potong, kemudian ditaruh di kotak bento masing-masing.

Shiragiku menyendok nasi dan menaruhnya di kotak bento. Lalu memotong timun dan meletakannya di sebelah tamagoyaki yang sudah dibuat Tsubaki. Di atas nasi, dia menaruh tomat kecil. Selesai sudah mereka membuat ulang bento-nya.

Tsubaki menghela napas sembari melepas celemek. "Akhirnya jadi juga. Dan kita masih ada waktu empat puluh lima menit untuk ke sekolah."

Keduanya menutup kotak bento dan membungkusnya dengan kain putih dan merah. "Shion-nii, kami pergi dulu," kata Tsubaki.

[End] Chrysanthemum & Camellia 3: Final JudgementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang