Forty Eighth Petal

30 5 16
                                    

"Tsubaki...,"

Si camellia merah mendongak. Shiragiku tampak menghampirinya yang sedang duduk di atap sekolah siang itu. "Shiragiku...,"

Gadis itu duduk di sebelahnya dengan membawa kotak bento. "Kanzaki dan Misao mana?"

"Masih di bawah. Diminta menghadap sensei untuk membicarakan tentang pertemuan orangtua murid nanti. Kanzaki ingin menanyakan apakah boleh orangtuanya mewakili mendiang orangtua Misao dalam pertemuan itu," sahut Shiragiku.

"Benar juga. Pastilah harus ada yang menjadi wali Misao di pertemuan itu," kata Tsubaki. Dia menghela napas, lalu membuka kotak bento-nya. Sesaat kemudian, si camellia menepuk kepala. "Hei, Shiragiku."

"Ada apa?"

"Pulang sekolah nanti aku boleh pinjam tantou, tidak?"

"Memangnya kenapa?"

"Aku ingin menebas kepala Shion-nii saat ini juga." Tsubaki menunjukkan kotak bento-nya yang berantakan. Sang kakak tampaknya diam-diam menyiapkan makan siang mereka, tapi tidak bisa menyusunnya dengan rapi. Malah buah tomat kecil yang biasa ada di atas nasi malah terkubur, sementara tamagoyaki-nya sedikit gosong.

Saudarinya turut menepuk kepala. Pantas saja kenapa Tsubaki ingin menebas kepala kakaknya dengan tantou, ternyata karena itu. "Besok aku saja yang memasak sendiri untuk membuat bekal," gerutu si camellia merah.

Shiragiku kemudian berdiri. "Aku ke toilet sebentar. Sekalian mau cuci tangan."

"Baiklah."

Si krisantemum putih berjalan menuruni tangga menuju ke toilet di lantai tiga. Begitu selesai, dia keluar dari salah satu bilik dan mencuci tangan. Kemudian merapikan jepit rambut yang sedikit berantakan sembari menatap pantulan diri di cermin. Halusinasi kemarin masih terputar jelas di benaknya, dan suara Akane yang sinis berusaha untuk menghasutnya. Masih untung dia tidak sampai termakan oleh hasutan itu.

Shiragiku meyakinkan diri sendiri untuk tetap waras. Halusinasi seperti itu takkan bisa menghalanginya.

"Sebaiknya aku segera menghilangkannya. Aku yakin pasti ada penyebab kenapa aku bisa berhalusinasi kemarin," batin Shiragiku.

Ketika melangkah keluar dari kamar mandi, terlihat seorang pria berpakaian serba biru dengan kain biru yang menutup kepalanya keluar dari toilet laki-laki. Shiragiku heran, apakah itu seorang janitor? Rasanya jarang ada yang dipekerjakan untuk menjaga kebersihan area sekolah. Ya, sebenarnya memang ada satu janitor yang ditugaskan oleh kepala sekolah untuk membersihkan toilet dan semacamnya. Tapi jam segini biasanya tidak terlihat.

Atau dia saja yang tidak terlalu memperhatikan sampai tidak sadar. Shiragiku sudah berpikiran begitu saat Rito turut keluar dari toilet. Dia terkejut saat melihat si krisantemum putih yang tengah berdiri di dekat pintu toilet laki-laki. "S-Senpai...,"

"Kau...,"

Rito melirik ke arah lain. "Ano... senpai... soal yang waktu itu, aku...,"

Shiragiku hanya diam menunggu apa yang ingin dikatakan olehnya. Namun Rito tampak memaksakan diri untuk melanjutkan. "Itu... soal itu aku... sebenarnya masih sedikit merasa bersalah kepadamu. Jadi... senpai...,"

"Apa?"

Rito meneguk liur gugup. "Aku sebetulnya... membuatkan bento untukmu sebagai permintaan maaf kepadamu dan Tsubaki-senpai atas kejadian kemarin. Aku tidak berani memberikannya langsung karena Kanzaki-senpai dan Misao-senpai pasti tidak akan memperbolehkan. A-Aku bisa mengambilkannya jika mau."

[End] Chrysanthemum & Camellia 3: Final JudgementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang