"Kau itu..., kenapa tidak bilang jika ingin ke Seoul!" Suaranya meninggi pada gadis bersurai sebahu di sebelahnya itu.
"Kau tahu? Aku mati-matian meminta izin pada atasanku hanya untuk menjemputmu! Dan juga, pamanmu itu sangat menyebalkan!" Katanya lagi dengan sesekali memukul stir mobil, meluapkan kekesalannya.
Tapi gadis bersurai sebahu itu justru menyamankan posisinya, membenamkan airpod di telinganya. Namun saat baru terpasang kembali terlepas.
"Yak! Kau sangat tidak sopan! Aku mengajakmu berbicara!" Sekarang gadis cantik itu benar-benar kesal pada remaja yang usianya saja belum tujuh belas tahun di sampingnya.
Gadis itu mendelik lalu melirik sosok gadis yang tengah menyetir itu "kau itu cerewet sekali" ungkapnya "lagi pula aku tak menyuruhmu menjemputku, aku bisa pulang sendiri. Dan lagi, pamanku itu juga pamanmu, kalau kau lupa nona Jeon Yeonseo"
Gadis yang di panggil Jeon Yeonseo itu kembali mendengus kesal untuk kesekian kalinya.
"Karena aku eonnimu!"
"Sudahlah diam, dan antarkan aku ke Hannam"
"Hannam?" Tanya Yeonseo tak percaya, tapi tak ada sahutan apapun "kau ingin tinggal di sana?"
Gadis remaja itu melirik "memangnya kenapa?"
"Kau tinggal sendiri? Tidak ingin tinggal denganku?"
"Kenapa tidak? Kupikir nyaman tinggal di sana meski sendiri, keamanannya bagus ketimbang aku tinggal denganmu"
"Ingin ku pukul wajah datarmu itu" cibir Yeonseo.
"Kau pukul pun kau tetap lebih jelek dariku"
Yeonseo memilih diam untuk meredam emosinya dan mencoba bersabar pada adik sepupunya yang sangan menyebalkan dan suka mengejeknya itu, untunglah ia sayang.
"Kau tahu?"
"Tidak"
"Aku belum selesai bicara" kesalnya "aku meninggalkan acara sebelum di mulai, dan aku hampir di pecat"
"Tidak peduli"
Yeonseo melirk remaja itu, tengah duduk tenang memejamkan matanya menikmati alunan musik dari airpodnya. Meski tampak tenang, tapi mulutnya tetap sangan menyebalkan. Sebelah tangannya terangkat ke udara ingin mencakar sesuatu sangking gemasnya ia.
"Itu semua karenamu!"
"Aku tidak menyuruhmu melakukan itu, eonnie"
"Haha, lucu sekali" tawanya sumbang dan wajahnya sebal bukan main.
Kembali hening, Yeonseo sudah terlanjur sebal pada gadis remaja itu. Jika Jaehan yang bersama gadis itu, maka akan berbeda, gadis itu akan berubah menjadi anak kucing yang kalem dan menggemaskan. Berbeda sekali saat dengannya, mirip sekali dengan kucing yang menyebalkan dan suka mencibir. Yeonseo kesal sekali dengan itu.
"Kenapa kau ingin tinggal di Hannam? Jika tak ingin tinggal denganku kau bisa tinggal dengan paman Sean. Kupikir Hannam terlalu luas dan terlalu mewah untuk gadis kecil sepertimu"
Yeonseo tahu jika gadis bersurai malam itu mungkin tak akan mendengarnya dan seolah berbicara sendiri. Tapi entahlah, ia ingin saja mengatakan itu.
"Setidaknya aku tak seceroboh dirimu"
Setelah cukup lama terdiam gadis itu menjawab, dengan nada menyebalkannya.
"Setidaknya hidupku tak semenyeramkan dirimu"
Yeonseo melirik, merasa ada yang aneh saat mendadak suasanya cukup tegang. Gadis di kursi penumpang itu hanya diam menatap ke depan, wajahnya pun datar dan terkesan dingin. Yeonseo merasa bersalah mengungkit pasal kehidupan gadis itu.
"Cepatlah, aku lelah duduk lebih dari tujuh jam"
***
"Kakek tidak adil" kesal Yeonseo pada gadis yang tang berdiri di depan kaca besar yang menampilkan suasana musim semi kota Seoul, begitu indah.
"Kau bisa protes pada kakek"
Yeonseo hanya mencebikkan bibirnya kesal lalu menidurkan kepalanya di atas meja. Sungguh nyaman tinggal di sini. Siapa yang tak tahu komplek apartemen Hannam The Hill, hanya konglomerat yang mampu menempatinya. Dan gadis di depannya itu mendapatkannya dengan percuma, meski masih atas nama sang kakek, tapi tetap saja gadis itu mendapatkannya dengan mudah. Apartemen ini luas dan mewah, sungguh sebanding dengan harga yang membuat perut melilit. Dan tentu saja sangat nyaman dengan pemandangan sungai Han dan keamanan yang super ketat untuk menjaga privasi penghuninya.
"Kau tidak takut tinggal sendirian di apartemen seluas ini?" Tanyanya mendekat pada gadis bersurai sebahu itu.
"Lebih menyeramkan tinggal denganmu"
Ingin sekali Yeonseo melempar batu bata pada gadis itu sekarang juga. Tapi ia masih ingin hidup tenang tanpa di hantui rasa bersalah dan pastinya ia akan tersiksa karena kakek gadis itu dan jangan lupakan Jaehan yang sangat menyayanginya.
"Boleh aku tinggal di sini?"
"Tidak"
"Kenapa?"
"Kau itu merepotkan"
"Baiklah kau menang. Aku memang selalu kalah jika denganmu" Yeonseo mengangkat kedua tangannya ke udara tanda ia menyerah berdebat dengan gadis remaja itu. Sungguh ia lelah dengan celaan gadis itu yang semakin menjadi. Dan juga, ia menarik kata-katanya untuk tinggal bersama gadis itu, bisa cepat tua jika terus bersama gadis itu.
"Memang seharusnya begitu"
Ia sudah mengalah pun masih di cela, sungguh sepupu menyebalkan. Yeonseo kembali dudup pada sofa di ruangan itu, sungguh melelahkan meladeni sosok gadis bersurai sebahu itu.
"Tak bisakah kau berbicara baik-baik denganku. Aku lelah berdebat denganmu"
Gadis remaja itu menatap Yeonseo "kupikir selama ini aku berbicara baik-baik denganmu. Justru kau yang sering menggunakan otot" jawabnya santai.
"Itu karena kau menyebalkan!" Kesalnya lalu mendengus kasar mencoba mereda emosi.
"Baru saja ku bilang dan kau sudah melakukannya" sahut gadis itu.
Yeonseo sangat kesal sekarang ini, terlihat sekali dari wajahnya yang tengah menahan amarahnya dan tangannya yang mengepal kuat. Bebrapa kali Yeonseo menghembuskan nafas perlahan untuk meredam emosinya. Untunglah ia sayang pada gadis itu.
"Aku lapar, bisakah kau memasak sesuatu?"
"Pergilah, kau harus bekerja"
"Kau mengusirku?" Tanyanya tak percaya.
"Kau harus kembali bekerja, ini belum jam pulang kerja. Jangan memakan gaji buta" sahut gadis itu yang langsung pergi membawa koper dan tas ranselnya.
"DASAR JEON JEYA MENYEBALKAN"
"Tak perlu berteriak, suaramu itu sangat tak mengenakkan. Dan aku masih bisa mendengar dengan baik" suara itu terdengar dari ruangan sebelahnya.
"Menyebalkan!"
"Jika aku menyebalkan kau bisa pergi agar tak kesal"
Yeonseo melirik pada perbatasan antar ruangan itu. Gadis bersurai sebahu itu tampak menyandarkan badannya di dinding.
"Jika kau lapar kau bisa makan di luar. Aku baru datang dan tak ada apapun disini. Aku juga ingin beristirahat. Pergilah, eonnie"
"Huh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
still with you
Fanfiction*disarankan untuk baca Trainee terlebih dahulu Sekarang namanya Jeya, Jeon Jeya, dan bukan yang lain. Sekarang hidupnya yang baru dan kisahnya yang baru, tapi tak memungkinkan kisah lama tak akan datang. Haruskah ia kembali? Atau tetap pergi?