Sabtu pagi pertama di kota Seoul. Jeya memutuskan di rumah saja dan mungkin menyapa tetangga apartemennya. Sejak pagi gadis bersurai sebahu itu telah sibuk di dapur membuat cake coklat. Sambil menunggu matang ia membersihkan apartemennya. Sebenarnya tak kotor mengingat ia tinggal sendiri dan ia bukan tipe manusia yang rusuh dengan barang-barang rumah tangga.
Hari ini jadwalnya mencuci baju, sejak kedatangannya di Seoul tiga hari lalu ia belum mencuci baju-bajunya. Jeya berhenti melakukan aktifitasnya memasukkan baju-bajunya ke dalam mesin cuci saat di rasa ada hawa yang berbeda di apartemennya, rasanya ada hal buruk yang akan terjadi. Jeya menoleh, tak ada apapun. Bukan Jeya takut, ia hanya tak nyaman. Ia percaya adanya hantu, bahkan ia pernah melihatnya saat kecil. Menurutnya asal ia tak mengganggu, maka penghuni alam lain itu tak kan mengganggunya.
Jeya berjalan pelan menuju dapur. Ini masih sangat pagi, apa ada hantu yang berkunjung?. Tak ada apapun. Ia berlanjut ke ruang tamu, netranya melebar seketika. Sosok itu, tengah berdiri di depan pintu apartemennya, baru saja menutup pintu itu. Sosok berhodie pink itu hanya menyengir saat melihatnya berdiri menatapnya garang.
"JUNO!" Desisnya.
"Kejutan" remaja laki-laki yang di panggil Juno itu hanya mengatakan satu kata sambil tersenyum masam.
Jeya menghela nafas pelan "kau bisa mengetuk pintu, Juno"
"Bukan kejutan jika aku masuk dengan permisi" jawabnya cengengesan.
"Terserah"
Jeya kembali untuk melanjutkan pekerjaannya. Ia memilih tak menghiraukan kehadiran Juno di apartemennya. Juno sedari tadi hanya mengikutinya keluar masuk apartemennya, persis anak itik dan induknya.
"Jey, kenapa kau tak memberitahuku jika ke Seoul, bahkan dad juga tak memberitahuku. Kalian sungguh keterlaluan"
Jeya diam.
"Kau tahu, aku sejak kemarin mencarimu di sekolah, tapi tak menemukanmu. Kau itu di kelas mana? Di lantai mana? Sampai-sampai aku tak menemukanmu"
Jeya tak menanggapi.
"Aku bahkan tak tahu kau tinggal di mana, dad tak memberitahuku. Saat aku ke apartemen Yeonseo, gadis tua itu seperti biasa tak ada di rumah. Lalu Jean hyung bilang kau tinggal di sini"
Jeya tak peduli.
"Jey... aku lapar"
Jeya melirik Juno, remaja itu tengah menatapnya dengan sok imutnya. Jeya menghela nafas kasar lalu melanjutkan kegiatannya mengambil cake coklat dari oven.
"Itu untukku? Tapi aku ingin makanan Indonesia" netra Juno berbinar melihat loyang dengan cake coklat yang sangat menggoda itu. Tapi tetap, ia juga ingin makan nasi.
"Tidak" jawab Jeya singkat dan datar.
"Lalu?"
"Kau bisa membuat ramyeon jika kau lapar"
Juno memanyunkan bibirnya. Bagaimana bisa sepupunya itu tak memberinya makan saat berkunjung.
"Jangan sok imut, Juno, tak cocok dengan badan besarmu itu" Jeya berbicara dengan Juno tapi tak menatapnya barang sedikitpun. Dalam hati ia tersenyum kecil melihat tingkah sepupunya yang bak anak kecil itu. Jeya memang senang mengerjai Juno sejak kecil, bahkan Juno juga sering mengerjainya. Dan dari semua kejailan Juno satu yang selalu Jeya ingat saat Juno memboncengnya naik sepeda dan berakhir keduanya jatuh. Itu kenangan masa kecil.
Jeya masih sibuk mengupas wortel, sesekali ia melirik Juno yang terlihat masih kesal padanya.
"Aku masak nanti siang, makanlah apa yang ada" Jeya mengacak surai Juno sambil tersenyum manis lalu pergi untuk mencuci tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
still with you
Fanfiction*disarankan untuk baca Trainee terlebih dahulu Sekarang namanya Jeya, Jeon Jeya, dan bukan yang lain. Sekarang hidupnya yang baru dan kisahnya yang baru, tapi tak memungkinkan kisah lama tak akan datang. Haruskah ia kembali? Atau tetap pergi?