Kirana menatap kakak laki-lakinya dengan tatapan menyelidik. Matanya menyipit, kening berkerut dan alis bertaut. Seseram-seramnya Kirana saat ini, Rigel bahkan tak peduli, ia hanya memakan sarapannya. Ia bahkan tak menghiraukan keberadaan adik perempuannya itu.
"Abang tau kan, dimana Icha?" Tanya gadis itu penuh tuduhan.
Rigel yang sedang meminum segelas susu hanya melirik sekilas, bahkan tak peduli dengan tuduhan adiknya.
"Jawab ABANG!"
"Apa, sih?" Rigel mendelik.
"Abang pasti ta..."
"Nggak tahu"
Kirana diam masih dengan mulut yang terbuka. Sedetik kemudian rautnya berubah kesal pada kakaknya yang duduk di seberang tempatnya duduk. Menyebalkan, dalam hati Kirana terus-terusan mengatakan itu. Kirana menatap jengkel pada Rigel yang duduk bersandar tenang sambil menatapnya, seolah menantang.
"Abang pasti..."
"Apa?" Lagi-lagi Rigel memotong ucapan Kirana. Selanjutnya ia beranjak pergi dengan menyampirkan tasnya di sebelah punggungnya. Ia tak peduli dengan rasa kesal adiknya.
Kirana menatap kesal pada kakaknya itu. Ini sudah kesekian kalinya ia mencoba mengorek informasi dari kakaknya. Bahkan ia juga mencari informasi dari ayah dan juga kakak pertamanya, Antares. Tapi semuanya sama, nihil alias nol besar. Kirana juga mencoba bertanya pada anak-anak trainee mulai dari Shakira hingga Bintang.
Kirana menghela nafas pelan. Sebelah tangannya meraih ponsel di depannya. Mengetikkan sesuatu. Sebenarnya sahabatnya itu menghilang kemana. Fikiran-fikiran itu terus terulang di kepalanya. Beragam hal telah ia lakukan tapi tetap saja tak mendapat jawaban. Kirana menempelkan ponselny di telinganya.
"Halo"
"Gimana, Kir?"
"Nol besar"
"Lo kali yang salah strategi"
"Alah sok tau lo!"
"Terus gimana selanjutnya?"
"Kita ketemuan aja, deh" Kirana berbicara sambil bersandar pada kursi. Ia lelah harus berbuat apa lagi.
"Ntar gue chat" lanjutnya.
Terdengar helaan nafas di ujung sana "gue bingung mau nyari kemana lagi, Kir" nadanya terdengar putus asa.
"Emang lo doang? Gue juga kali, Yon" Kirana menyahut sewot.
"Menurut lo sekarang Iliya ada di mana?"
"Menurut gue?" Kirana mengetukkan jarinya di dagu, tampak ia tengah berfikir "menurut gue, sih di Seoul. Karena lo tahu lah, Iliya lahir di sana dan kemungkinan dia tinggal sama saudaranya di sana"
Beberapa saat keduanya yang terpisah jarak itu diam. Di tempatnya Orion tampak berfikir tentang apa yang Kirana ucapkan. Ia fikir ada benarnya. Fakta jika Iliya adalah keturunan Korea-Indonesia, itu cukup kuat untuk mencarinya di sana. Tapi masalahnya, Korea itu tak hanya seluas meja ping-pong yang bisa langsung melihat lawannya di depan mata. Sama halnya dengan kota-kota besar lainnya, Seoul itu padat. Dan mencari Iliya di sana sama seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Ia dan Kirana tak punya petunjuk apapun, kota Seoul saja masih perkiraan tentang keberadaan Iliya.
"Kita ketemuan sekarang aja, gue jemput"
"Oke deh, lumayan lagi kagak ada supir di rumah"
Setelah memutus sambungan dengan Orion Kirana segera bergegas untuk bersiap sebelum jemputannya itu datang. Baru saja berbalik ia sudah di buat terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
still with you
Fanfiction*disarankan untuk baca Trainee terlebih dahulu Sekarang namanya Jeya, Jeon Jeya, dan bukan yang lain. Sekarang hidupnya yang baru dan kisahnya yang baru, tapi tak memungkinkan kisah lama tak akan datang. Haruskah ia kembali? Atau tetap pergi?