Juno mengetuk pelan pinti besar di hadapannya menunggu seseorang membukanya. Dong Jae di sampingnya tampak heran, temannya itu mendadak menjadi sangat pendiam setelah bertengkar dengan Jeya.
Juno mendongak saat pintu itu terbuka.
"Juno..."
Ariana terkejut saat ia melihat putra keduanya itu pulang di tengah malam dan langsung menubruknya, memeluknya erat.
"Mom pikir kau tak pulang" Ariana mengusap pelan surai putranya. Sebenarnya ada yang aneh dengan Juno.
Juno masih bergeming, ia tetap memeluk ibunya erat. Itu pelukan ternyaman dan akan selamanya nyaman untuknya. Jujur ia tertohok dengan kata-kata Jeya tadi. Jeya benar, tak akan ada yang bisa melupakan sosok yang telah melahirkannya. Ia tetap membutuhkan ibunya.
"Juno sayang sama mom"
Ariana kembali mengeryit heran, sebenarnya ada apa dengan putranya. Mendadak pulang dan berbicara bahasa Indonesia padanya. Ia menatap Dong Jae di belakang Juno, mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan putranya. Tapi teman putranya itu malah menggeleng tak tahu.
"Mom juga sayang Juno" Ariana melepas pelukan putranya dan menatapnya lembut "sekarang masuk dan istirahat" katanya.
"Ayo Dong Jae, sebaiknya kau menginap"
"Baik, bibi"
***
Juno menekan dengan cepat kode keamanan apartemen milik Jeya. Hatinya tengah kalut. Pagi tadi ia ingin menjumpai sepupunya itu untuk kembali meminta maaf. Tapi yang ia jumpai adalah kursi yang kosong. Dan yang Juno tahu dari Sun Hee, teman supunya itu bilang jika Jeya tak masuk. Seketika itu fikiran Juno berkelana, menduga-duga mengapa Jeya tak masuk. Apa karena ia, atau hal buruk lainnya.
Juno mencari ke seluruh ruangan tapi ia tak menemukan tanda-tanda keberadaan Jeya. Dan hal itu sukses menambah kekalutan di hati Juno. Ia takut Jeya kenapa-napa, ia takut hal buruk menimpa gadis itu. Sekarang Juno menyesal, dan sekarang ia tahu yang di lakukan Jeya itu tak salah. Sebenci-bencinya seseorang pada ibunya, mereka akan tetap terikat dan tak akan terlepas. Sejauh apapun Jeya berlari, ibunya tetaplah tempat untuk pulang. Mau ia mencoba lupa atau memang lupa, ia akan tetap menyayangi ibunya sebesar ibunya membencinya. Juno tahu Jeya tak bisa membenci ibunya.
Juno menghela nafas pelan. Kepalanya sedikit menengok nakas di samping tempat Jeya tertidur. Ada satu bingkai foto dan satu-satunya bingkai foto dalam apartemen besar yang Juno pijak. Ia menyentuh pelan pigura itu, pada gambar sosok gadis kecil yang selalu bermain dengannya dulu.
"Maaf, Jey..."
Tepat setelah Juno mengatakan itu ponsel di sakunya berdering nyaring. Sebuah panggilan langsung saja ia jawab.
"Jae..." panggilnya pada sosok di seberang sana.
"Aku melihatnya"
Kentara sekali raut lega memancar di wajah Juno. Ia menghela nafas pelan, sebelah tangannya memegangi dadanya. Sebelumnya Juno pergi bersama Dong Jae, tapi lelaki bersurai abu tua itu bilang akan mencari Jeya di tempat lain. Saat itu Juno sedang kalut hingga tak peduli dengan apa yang Dong Jae katakan. Dan sekarang temannya itu melihat Jeya.
"Kau dimana?" Tanyanya cepat.
"Sungai Han"
"Aku akan segera ke sana" Juno hendak berlari keluar saat Dong Jae di seberang sana mengintrupsikan agar ia tak datang.
"Jangan kemari"
"Kenapa?"
"Biarkan ia sendiri. Kau tenang saja, aku bersamanya"

KAMU SEDANG MEMBACA
still with you
Fanfiction*disarankan untuk baca Trainee terlebih dahulu Sekarang namanya Jeya, Jeon Jeya, dan bukan yang lain. Sekarang hidupnya yang baru dan kisahnya yang baru, tapi tak memungkinkan kisah lama tak akan datang. Haruskah ia kembali? Atau tetap pergi?