Huh...
Jeya memdesah pelan. Lorong kelas yang di lewatinya mengapa sangat ramai? Sungguh ia sangat kesusahan berjalan di tengah jalan yang penuh sesak dengan beban di tangannya. Di tambah ia harus mencari di mana letak lokernya.
Rasa sedikit lega hinggap di hatinya saat jalannya saat ia tak lagi berada di lorong sesak. Dan sekarang tinggal mencari letak lokernya.
"Mari ku bantu"
Beban di tangannya kini hilang, buku-buku di tangannya itu telah berpindah pada lengan kokoh di depannya. Jeya menatap pria itu. Topi hitam, masker hitam, kacamata hitam dan jaket jeans. Seperti pernah melihatnya. Auranya hangat namun berkarisma.
"Terima kasih" Jeya sedikit membungkuk pada laki-laki itu setelah cukup lama dengan keterkejutannya.
Keduanya diam, hanya sesekali saat pertanyaan muncul dari pria itu dan hanya di jawab Jeya seadanya.
Setelah Jeya membungkuk berterima kasih, pria itu hanya mengangguk dan tersenyum, Jeya tahu meski pria itu mengenakan masker, terlihat dari sudut matanya yang terangkat. Setelahnya laki-laki itu segera pergi, terlihat buru-buru. Tapi tunggu, apa ia seorang guru? Mengenakan pakaian kasual?, Jeya heran melihat itu.
Sudahlah, Jeya meninggalkan lokernya untuk mencari kelas yang akan di tempatinya. Ia sempat mendapat informasi ada di lantai dua. Dan lagi-lagi, mengapa hari ini terlihat sangat ramai dan sedikit gaduh?, apakah setiap harinya seperti ini?, atau ada sebuah acara?
Jeya hanya terus berjalan dengan kebingungannya. Dan ia sampai. Tak terlalu banyak orang di depan kelas, dan juga tampak lebih tenang. Jeya berjalan ke dalam, sepi sekali?, fikirnya. Karena memang benar, hanya ada satu orang di dalam sana.
Jeya terdiam dengan bibir terkatup saat satu-satunya orang, laki-laki di dalam kelas itu menyadari kehadirannya. Tadinya ia sedang asyik bermain game di ponselnya.
"Mencari seseorang?" Tanyanya setelah melirik ke kiri dan ke kanan mencari orang lain.
Jeya menggeleng. Ia masih di depan kelas, belum masuk lebih dalam kelas dan lagi-lagi di kejutkan dengan orang yang di temuinya.
"Lalu?"
"Emh... aku murid pindahan"
"Oh!" Laki-laki itu cukup terkejut dengan jawaban Jeya "selamat datang di kelasmu" katanya setelah berdiri dan sedikit membungkukkan diri.
Jeya tersenyum kecil balas membungkuk.
"Dan kupikir kau bisa duduk di bangku belakangku, di sana kosong"
"Baiklah"
Jeya berjalan mendekat pada laki-laki itu, menuju tempat yang di tunjukkan padanya. Sebelum sampai ia berhenti di samping laki-laki itu.
"Terima kasih" ia sedikit membungkuk.
"Huening Kai" laki-laki itu mengulurkan tangannya.
Jeya mendongap pada laki-laki tinggi di hadapannya, tersenyum ramah dan menjabat tangannya.
"Jeon Jeya"
***
Rasya mengetuk pelan pintu di depannya itu. Pagi ini ia datang ke dorm tempat adiknya tinggal. Ia ingin tahu keadaan adiknya dan berniat membawanya menemui ayahnya. Sejak semalam ia sudah berkali-kali menghubungi adiknya, tapi nihil tak ada jawaban.
Pintu itu terbuka hingga ada satu sosok gadis bersurai sebahu di hadapannya.
"Kak Jaehan?"
Rasya mengangguk, dulu ia datang ke sana, dan adiknya itu mengenalkannya sebagai Jaehan, bukan Rasya.
KAMU SEDANG MEMBACA
still with you
Fanfiction*disarankan untuk baca Trainee terlebih dahulu Sekarang namanya Jeya, Jeon Jeya, dan bukan yang lain. Sekarang hidupnya yang baru dan kisahnya yang baru, tapi tak memungkinkan kisah lama tak akan datang. Haruskah ia kembali? Atau tetap pergi?