you never walk alone

722 86 11
                                    

Big house... big cars... big rings...

Tau kata-kata itu? Mimpi banyak orang dan Jeya punya semuanya. Tapi baginya itu bukanlah mimpi atau kebahagiaannya. Hanya hiasan baginya. Jeya merasa dirinya tak lebih dari lonely whale, tahu kisah itu? Kisah si paus 52 hertz yang tak bisa berkomunikasi dengan teman-teman dan keluarganya. Sama seperti itulah Jeya. Mungkin ia punya Kirana, Sun Hee, Yeonseo, Juno, Jean dan juga teman traineenya. Ia tahu mereka sayang padanya, dan Jeya tahu mereka. Tapi mereka tak lebih mengenalnya, siapa ia dan bagaimana perasaannya. Mereka tak bisa mendengarnya, mendengar hatinya dan keadaannya. Mereka tak tahu apa yang Jeya rasakan dan harus bagaimana kedepannya. Orang bilang hidup itu pilihan, dan dari pilihan itulah kita hidup. Tapi Jeya, pilihan hidupnya sulit, sangat sulit hingga ia bingung harus bagaiman mencari jalan keluarnya.

Entahlah... Jeya sendiri tak tahu apa kemauannya. Ia sendiri bingung dengan dirinya. Ia memiliki tempat bercerita tapi ia memilih diam, karena ia tahu mereka hanya memberi solusi menurut pandangannnya, bukan dari dirinya. Ia hanya bisa mengadu pada Tuhan. Apa jawaban kalian jika di tanya tempat paling nyaman untuk bercerita setelah Tuhan? Tentu ibu lalu sahabat. Dan Jeya tak punya ibu, maka tak akan sampai ke sahabat atau yang lain.

"Asik sekali acara melamunmu?"

Jeya menoleh lalu terkekeh kecil penuh rasa kecewa di hidupnya. Tangannya terkepal dan terangkat meninju lengan kokoh di sampingnya. Jean hanya tertawa menanggapi sepupunya itu.

"Kau sampai tak tahu aku datang" lanjutnya.

"Kau yang seperti hantu" Jeya berjalan pergi meninggalkan Jean di pembatas sungai dan duduk di bangku taman.

Jean mengikuti gadis bersurai hitam sebahu itu.

"Hey! Aku itu tampan dan kau mengataiku seperti hantu?"

Jeya melirik "semakin lama kau mirip dengan Juno"

Jean menampakkan wajah protesnya "tidak! Aku lebih baik dari si bodoh itu"

"Yang kau bilang bodoh itu adikmu" Jeya terkekeh setelah mengatakan itu.

"Jadi... kenapa kau menyuruhku kemari?" Tanya Jean.

"Bagaimana kabarmu?"

"Cukup baik, seperti yang kau lihat" jawabnya "jadi...?"

"Kau akan ke bighit?"

Jeon Jean, pemuda berusia sembilan belas tahun itu hanya memgangguk.

"Ya... aku ada jadwal latihan malam ini"

Jeya mengangguk paham, sepupunya itu adalah seorang dancer. Ia dan team dancenya mempunyai kontrak kerja sama dengan bighit entertainment sebagai back dancer sejak tiga tahun lalu. Sungguh beruntung Jeya memiliki dua sepupu yang bekerja di agensi sebesara itu.

"Antarkan ini pada eonie" Jeya menyerahkan paper bag besar pada Jean "dan ini untuk TXT" ia menunjuk paper bag yang lebih kecil di sampingnya.

Jean mengerutkan kening "TXT?" Tanyanya.

"Kau tak sedang memanfaatkanku, kan? Karena aku bekerja di bighit?"

"Tentu tidak" sahut Jeya cepat "aku kenal salah satu dari mereka"

"Siapa?"

"Huening Kai" jawab Jeya "dia teman pertamaku di Seoul. Dan ini hanya untuk berterima kasih"

Jean, pemuda seringgi satu koma delapan meter itu hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Baiklah" jawabnya "oh? Aku hampir lupa, mom dan dad menyuruhmu datang berkunjung"

still with youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang