Autobiography | 13

26 3 0
                                    

Muslimah. Kita itu berharga, jaga diri baik-baik ya.
❤️

Di tempat tidur, aku membolak-balikan tubuhku tak enak. Pernyataan Kak Ghozi tadi sangat diluar ekspektasi. Seharusnya aku senang? Tapi kenapa perasaanku justru tak tenang, semacam terbebani?

Aku mengambil ponsel, membuka chat room WhatsApp. Kemudian mengetikkan sesuatu pada kontak yang ku namai, Diraya. Namun sayang, hanya terpampang centang 1 abu. Mencoba mencari kontak lain, terlintas nama Khanif. Tapi aku sedikit ragu untuk bercerita padanya. Pasti dia akan meledek ku.

Ah, bukannya tidak boleh su'udzon? Tidak ada salahnya coba bercerita padanya, mungkin dia punya solusi. Melihat akhir-akhir ini, dia bersikap baik.

Ting!

Khanif membalas.

Baru aku mengetik ingin bercerita tentang masalah Kak Ghozi, dia langsung memutus dengan menyuruh ku membaca buku yang dia pinjami kemarin. Aku malah tak ingat jika dia meminjami ku buku.

Dia membalas lagi, katanya setelah aku membaca buku itu baru dia boleh bertanya lagi padanya. Aku malah jadi penasaran sebenernya apa sih isi buku itu, sampai Khanif benar-benar ingin aku membaca itu. Jadi kuputuskan membacanya sekarang.

📝

Aku membuka pintu kamar, berjalan menuju meja makan aku sudah lengkap dengan seragam. Ku lihat mama masih berkutat di dapur, entah memasak apalagi karena meja makan sudah penuh dengan makanan.

Aku menghampiri mama di dapur, namun langkahku berhenti di ambang pintu. Mama sepertinya tidak menyadari keberadaan ku. Ku pandangi mama dari sini, terlihat cekatan kesana sini untuk menyelesaikan memasaknya.

Tidak terasa setetes air jatuh dari pelupuk mataku, rasa bersalah tiba-tiba menyeruak menyesakkan dada. Entah kenapa aku--

"Zafa, kamu ngapain disitu?" suara mama menginterupsi menyadarkan ku sepenuhnya. Aku mengerjapkan kedua mataku dan menghapus cairan bening itu cepat agar mama tidak melihat ku menangis.

"Emm, engga cuma mau ambil gelas." jawabku sedikit terbata, kemudian menuju rak gelas.

Mama mendekati ku, "Zafa, kalau ada masalah di sekolah atau apa kamu bisa cerita sama mama, mama kan udah janji akan nemenin kamu terus." ujar mama sambil mengelus pundakku sambil tersenyum hangat.

Aku hanya tersenyum kaku, kemudian melangkah ke meja makan terlebih dahulu menyisakan mama di dapur.

📝

'

Islam tidak mengharamkan cinta. Islam mengarahkan cinta agar ia berjalan pada koridornya. Bila bicara cinta diantara lawan jenis, satu-satunya jalan adalah dengan pernikahan, yang dengannya cinta menjadi halal dan penuh keberkahan.' - Buku Udah Putusin Aja (Ust. Felix Siauw)

Aku terduduk di sebelah jendela masjid, merenungkan masalah kemarin. Seperti yang dibilang Dira juga, kita terlalu berharga untuk sekedar hari ini.

Cinta itu memang fitrah, namun cara penyampaiannya juga jangan sampai salah. Dengan berjamaah bersama orang-orang yang sholeh akan membuat kita lebih mudah beristiqomah. Termasuk perihal menjaga hati.

Jika masih sulit, melangkah menjauh dari orang-orang yang memberikan pengaruh kurang baik, juga bisa menjadi langkah awal. Tak masalah sedikit memberi jarak, untuk bisa bertahan dengan kuat.

Mungkin aku perlu berbicara juga dengan Kak Ghozi. Karena setiap keputusan juga harus ada alasan.

Aku mengambil ponsel yang tergeletak di samping tubuhku. Aku mengirim pesan pada Kak Ghozi untuk kita bertemu nanti istirahat ketiga di taman depan.

Aku memasukkan ponsel ke dalam saku rok. Ku tarik napas dalam, dan ku buang perlahan. Aku bangkit dari duduk, melangkah menuruni tangga masjid menuju ruang kelas.

Akhirnya bel istirahat ketiga terdengar, jam dinding menunjukkan pukul 2 kurang lima belas menit. Dira dan Khanif juga sudah berjanji menemani ku menemui Kak Ghozi. Kami segera menuju taman depan, aku harus segara menyelesaikan masalah ini.

Benar saja, taman depan tidak terlalu ramai. Dan Kak Ghozi sudah berada di sana terlebih dahulu. Aku mendekat, namun masih memberi jarak. Dira dan Khanif berada di belakang ku. Ku tarik napas pelan, semua harus diakhiri hari ini juga.

"Kak," panggilku pelan. Dia berbalik menghadap ku, terlihat sedikit terkejut dengan keberadaan Dira dan Khanif di belakang ku. Keningnya berkerut menuntut jawaban.

Aku menyodorkan secarik kertas, "Semua yang gue tulis di kertas ini akan menjelaskan semuanya. Gue ngga mau kita jadi orang yang ngga berguna kak, gue ngga mau kita langgar lagi apa yang Allah perintahkan. Gue tau gue juga bukan orang baik, tapi gue sadar kita harus berubah. Mungkin ini bisa jadi langkah awal kita, dengan adanya batasan itu memang untuk kita menjaga. Menjaga dari rasa yang belum sepantasnya ada. Gue harap lo ngerti."

Aku menghela napas lagi, "Gue balik kak". Tanpa melihat kearah Kak Ghozi lagi aku bersama Dira dan Khanif bergegas pergi. Aku yakin ini keputusan yang baik untuk kita berdua.

Jadi surat yang ku kasih ke Kak Ghozi, adalah surat yang berisi penjelasan untuk jarak yang akan terbentang nantinya. Itu semua juga berkat perkataan Dira ditelpon tadi malam.

"Assya, aku pernah ngerasain itu waktu SMP. Ya walaupun mungkin itu cuma rasa ketertarikan biasa. Dan saat itu ngga ada satupun orang yang tahu, aku sempat bingung harus cerita sama siapa." 

"Selama itu, aku ngga pernah ngobrol apapun. Karena memang kami ngga pernah dekat. Aku cuma perhatiin dari jauh, dan entah kenapa aku ngerasa dia punya ketertarikan yang sama."

"Allah tu baik banget, disaat-saat sulit itu Allah pertemukan aku dengan orang-orang sholeh. Mereka bantu buat aku sadar dan semakin yakin batas itu memang untuk saling menjaga."

"Akhirnya, 3 tahun itu Allah izinkan aku berhasil. Berhasil menjaga dari rasa yang belum sepantasnya ada."

"Ayatnya juga udah jelas, janganlah kamu mendekati zina. Mungkin ini bakal berat, buat kamu yang udah terlanjur dekat. Tapi, memang semua harus dicegah sebelum terlambat."

"Kamu mau kan, jadi istri sholehah untuk suami kamu nanti. Dengan menjaga kemurnian hati, menanti seseorang terbaik yang Allah siapkan untuk datang nanti."

"Jadi kalau mau sama yang terjaga, kita juga harus berusaha menjaga. Dan fokus sama prosesnya, ngga usah menduga-duga siapa yang bakal tiba."

Dan pada akhirnya, pacaran memang hanyalah gerbang untuk kemaksiatan selanjutnya. Kita takkan pernah tau ketika setan sudah ikut campur mengatur nafsu.

Muslimah. Kita itu berharga, jaga diri baik-baiknya!


❤️
—————

Kembali lagi🤗
Makasih buat temen-temen yang udah setia baca sampai chapter ini..
Bisa support aku juga dengan vote & comment apaapa yang perlu diperbaiki ya..
Semoga sedikit pesan kebaikan ini bisa tersampaikan dan bermanfaat..

Stay tune¡

AUTOBIOGRAPHYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang