-"The Payment for sins can be delayed. But they can't be avoided"-
▪️▪️▪️Dengkuran halus berpadu suara jarum jam menjadi nyanyian pilu yang membius selama beberapa menit. Mata kucing yang telah terbuka, menatap langit- langit ruangan yang terasa asing baginya.
Menarik nafas perlahan, penciumannya dipenuhi aroma menjijikkan yang memenuhi ruangan.
Aroma alkohol dan pergumulan.
Jantungnya berdebar kencang, suara apapun yang saat ini bisa ia dengar justru membuatnya kian gusar.
Tubuhnya tak bergeming sejak pertama ia membuka mata lima menit lalu. Masih berusaha mencerna satu per satu bayangan yang muncul di pikirannya bak kilas balik. Mendadak membuatnya sakit kepala dan merutuki kebodohan dirinya.
Tangannya kini mencengkram kain tebal yang menutupi tubuh polosnya. Menyalurkan segala emosi dan takut yang menyerang dunianya.
Tubuhnya meremang ketika kasur berdecit karena pergerakan disebelahnya. Bahu lebar polos yang membelakanginya itu nampak familiar. Rona kecoklatan kulit lelaki itu membuatnya sedikit bergidik. Oh tuhan, apa yang telah ia lakukan?
Ini mungkin pagi terburuk yang ia hadapi selama 26 tahun hidupnya.
Matanya memejam kuat, menahan sesak yang tiba-tiba menyerang ulu hatinya. Merapalkan segala macam maaf yang ia rasa perlu untuk diutarakan.
Tepat ketika bahu sebelah bergerak, ia memejamkan matanya rapat- rapat. Meremas kuat selimut diatas dada.
Terpaan nafas kian menggelitik kulit lehernya. Tangan kekar memeluk tubuh mungil sang gadis, melingkar dan mendekapnya erat.
Satu kecupan mendarat di pipi kirinya.
"Selamat pagi, sayang."
Panggilan itu terasa menjijikkan di telinganya. Apalagi ketika lelaki dengan surai panjang itu mulai menjamah lembut bibirnya.
Masih enggan membuka mata. Wanita cantik itu kini menitikkan setetes air dari pelupuk matanya.
"Buka matamu," bak sihir, secara refleks ia membuka mata.
Semakin membenci pemandangan indah yang kini mengukung tubuhnya. Wajah tampan dengan sorot mata tajam itu menatapnya lamat. Dibarengi seutas senyuman tipis yang hinggap di bibir tebalnya. Dari jarak sedekat ini, ia dapat melihat bulu-bulu halus yang tumbuh sedikit di dagu tajam iblis itu.
Manik mata kecoklatan mengunci pandangannya, menariknya dalam sebuah dekapan laknat yang memabukkan.
Bibir kasar itu kembali menyentuh kulitnya, menyisakan beberapa bekas di sekujur tubuhnya. Bekas tadi malam masih bertengger, dan lelaki gila itu justru menambahkannya lagi sekarang.
Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk berlanjut pada sebuah penyatuan. Tanpa basa- basi dan permisi, tubuh mereka kembali menemukan tempatnya. Mencari kehangatan dosa di pagi hari.
Jennie Kim melenguh pelan, bersamaan dengan air matanya yang lagi dan lagi menetes.
Jemarinya kini mencengkram kuat punggung pria diatasnya. Lalu memandang sedih cincin berwarna perak yang melingkar manis di jarinya.
Ini salahnya.
Andai ia mampu menolak ajakan teman-temannya untuk pergi ke klub.
Andai ia tak bersikeras dengan egonya dan meninggalkan lelakinya dengan semburat kemarahan.
Andai ia tak meneguk beberapa botol cairan sialan itu.
Andai ia tak bertemu iblis berwajah malaikat yang kini mengukung tubuhnya.
Andai saja ia tak pergi, semua ini takkan terjadi.
Berandai-andai, namun tak satupun dapat menjawab kegelisahannya. Semua telah terjadi.
Apa yang akan calon suaminya lakukan ketika tahu dirinya kini berada di ranjang lelaki lain?
Tak ada satupun kata yang lebih pantas daripada penyesalan.
Menggigit bibirnya, berusaha menahan lenguhan sialan yang ingin lolos dari bibirnya.
"Maaf," lirihnya dalam hati.
Maaf. Sebuah kata yang mungkin hanya ia ucapkan beberapa kali, masih dapat ia hitung dengan jari.
Dan hanya dalam kurun waktu semalam, kata itu telah memenuhi relungnya hingga rasanya hampir mengubur dirinya hidup- hidup.
Jennie Kim tak pernah merasa selemah ini sebelumnya.***
Short book yang ini chapternya bakalan pendek-pendek guys :)
Siapa tau kalian bosen baca tulisanku yang selama ini 1 chapternya seribu kata mulu 😂