-"Perlu waktu yang lama untuk membangun, namun hanya butuh sedetik untuk menghancurkannya"-
▪️▪️▪️Kalau saja tadi lebih jeli, pasti ia akan menolak menginjakkan kaki di tempat laknat ini.
Kawanan cantiknya memesan satu ruang VIP di dalam sebuah klub elit yang terletak di Seoul. Dengan dekorasi khas dan juga pernak- pernik bridal shower biasanya.
Hanya empat wanita muda itu yang berada dalam ruangan VIP. Lisa, Jisoo, Rose dan tentunya si pemeran utama Jennie.
Memang tak lengkap rasanya jika teman yang ingin menikah tidak diberikan perayaan bridal shower-- sebuah selebrasi untuk merayakan lepasnya masa lajang seorang perempuan sebelum hari pernikahannya.
Well, aneka hadiah mereka berikan pada Jennie Kim, pemeran utama malam ini. Mulai dari lingerie seksi, kue berbentuk nyeleneh, parfum dengan wangi menggoda, hingga kolase foto unik yang khusus Rose desain sendiri untuk sahabatnya itu.
Melupakan sedikit kegundahan hatinya, ia tentu tersentuh dengan apa yang teman- temannya siapkan itu.
"Dari ribuan lokasi cantik yang ada, kenapa kalian memilih tempat ini?" mulai menyuarakan rasa penasarannya.
Tiga gadis cantik dihadapannya saling bertatapan, bersamaan dengan seutas senyuman nakal yang ketiganya ukir.
"Sudah lama sejak terakhir kali kau pergi ke tempat ini, kan?" tanya Jisoo.
Jennie mengangguk, "yaa, dia pasti melarangku," jawabnya malas.
"Well, hadiah terbaik dari kami adalah memberikanmu kesempatan semalam penuh untuk kembali menjadi the wildest Jennie Kim! This is maybe your last dance in club before your marriage. Jadi, nikmati detik- detik terakhir lajangmuu!" gadis bermarga Park itu berseru.
Tak lama sebuah tombol dipencetnya, membuat pintu VIP mereka terbuka. Menampilkan suasana riuh yang ramai akan kegilaan puluhan manusianya.
Jennie Kim menatap ketiga sahabatnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Tersenyum miring bersamaan ketika dengan cepat ia menanggalkan blazer semi formalnya, menyisakan crop top berwarna gelap dengan tali tipis yang menggantung di bahunya. Setidaknya, itu sedikit caranya melepas beban, bukan?
Mereka berempat melangkah ke lantai dansa. Meliukkan tubuh seirama DJ. Berkeringat disana seolah tak peduli lagi pada apapun.
Jennie Kim terlampau girang sehingga tak menyadari bahwa dirinya kini berada hampir ditengah kerumunan, memisahkan diri dengan tiga sahabatnya.
Merasa cukup lelah dengan aktivitasnya, ia berjalan gontai kearah meja bar. Memesan cairan berwarna merah sedikit transparan lalu meneguknya sampai tak bersisa.
Pandangannya kini menatap kosong lantai dansa yang dikerumuni orang- orang berjiwa gila sepertinya. Sudut bibirnya tertarik sedikit, mengingat bahwa orang- orang itu mungkin sama saja sepertinya. Berusaha mencari pelarian dan pura- pura bahagia atau menghindari masalah mereka untuk sementara waktu.
Cairan yang terasa cukup keras di tenggorokannya itu nyatanya justru membuatnya ketagihan. Melayangkan beberapa lembar tip untuk bartender tampan yang melayaninya dengan cekatan. Merekomendasikan aneka minuman dan menuangkannya secara bertahap.
Entah sudah gelas keberapa, yang jelas kini kepalanya terasa sedikit berat. Selain aroma alkohol yang memenuhi rongga penciumannya, ada aroma memabukkan lain yang kini mendekatinya.
Mata sayunya kini menangkap presensi lelaki berkemeja hitam dengan dua kancing terbuka. Lengannya tergulung hingga siku, menampakkan kulit kecoklatan lelaki yang sedikit berkeringat itu.
Pandangan gelapnya membuat Jennie merasakan sesuatu. Ia yakin bahwa mata kelam ini sempat mencuri pandang kearahnya beberapa saat yang lalu.
"Sendirian?"
Suara baritone itu menggema dalam pendengarannya yang kian tuli. Namun masih cukup jelas untuk mendengar kalimat lanjutan yang membuatnya bergidik setengah sadar.
"Aku tahu kau butuh bantuanku," sebuah kecupan basah di telinganya secara kurang ajar mendarat begitu saja.
Jika kini Ia dalam kondisi sadar, sudah jelas ia akan menendang lelaki sialan dihadapannya. Namun kini ia hanya diam, justru terkesan menunggu dan membiarkan adam dihadapannya itu bertindak.
Mata mereka bertemu setelah Jennie bak menelanjangi lelaki didepannya dengan pandangan intimidasi. Entah setan apa yang merasuki dirinya.
Salahkan alkohol mahal yang membuatnya ketagihan itu. Mencuri lebih dari separuh kesadaran dan akal sehatnya.
"Bantuan? Bisakah kau benar- benar membantuku?
Bersamaan dengan kalimat terakhir, lengan padat sang lelaki mencengkram tubuhnya. Merapatkan tubuh mereka sebelum mencuri kecupan kecil dari bibir sang gadis.
"Aku anggap itu sebuah persetujuan."
***
Jangan misuh dulu guys, gapapa ya pemanasan :)

KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE D'DAY ✔️
Roman d'amourIt's all about trust, loyalty, and love. SHORT STORY