2 : IMPERFECT

1.4K 184 17
                                    

-"Mungkin ketidaksempurnaan adalah ketika kau tak bisa mensyukuri apa yang telah kau genggam selama ini"-

▪️▪️▪️

Apa lagi yang kau butuhkan saat rasanya hidup ini sempurna?

Lahir di keluarga terhormat, hidup bergelimang harta dan kasih sayang, melakukan pekerjaan sesuai dengan minat dan bakatmu, diberkahi dengan fisik sempurna dengan pahatan yang nyaris diimpikan oleh berjuta gadis di dunia.

Kemanapun kaki itu melangkah, sepertinya dewi fortuna selalu memihaknya. Seolah tak ada satupun hal gagal setelah disentuh jemari cantiknya.

Menginjak usia 26 tahun, Jennie Kim mungkin bisa disebut sebagai wanita paling keren di generasinya. Ia cerdas, mapan dan tentunya cantik.

Sebut saja beberapa brand fashion yang hampir gulung tikar, lalu ia akuisisi. Tak butuh waktu lama, penjualannya justru meroket naik.

Wajahnya terpampang hampir diseluruh sudut kota. Menjadi brand ambassador beberapa produk fashion dan kecantikan, wara-wiri di aneka majalah terkenal, namanya melambung tinggi sebagai ikon kesuksesan.

Jennie's pick. Then everyone will pick it too.

Efeknya mungkin terlalu dahsyat. Entah pesona apa yang membuatnya selalu laris manis begitu.

Tapi lagi, tak ada sesuatu yang benar- benar sempurna.

"Tidak. Aku tidak suka yang ini!"

Pandangannya beralih pada setumpuk desain yang telah menggunung di keranjang plastik.

"Tidak bisakah kalian membuat sesuatu yang lebih baik?"

Tiga orang dihadapannya menunduk.

"Itu seluruh karya kami, miss," jawab pegawai satunya.

Kalau terlalu perfeksionis, apa itu bisa disebut juga sebagai kesempurnaan?

"Aku tidak peduli. Aku ingin karyamu yang terbaik. Aku tidak membayar kalian secara cuma- cuma untuk pekerjaan semacam ini!" nadanya tidak meninggi, namun jelas tersirat tuntutan disana.

Tiga orang pekerja itu jelas tahu, tak mudah memenuhi standar yang ditetapkan oleh seorang Jennie Kim.

Apalagi ini menyangkut tentang hari bahagianya.

Dari kursinya yang berputar, ia menghela nafas pelan. Berusaha sedikit mengumpulkan kesabarannya.

"Tiga hari. Kuharap itu cukup bagi kalian untuk memberikan hasil yang maksimal," nadanya terdengar sedikit lebih tenang sekarang.

Mereka menunduk sebentar sebelum mengambil setumpuk karya yang Jennie anggap gagal itu. Keluar dari pintu besar yang selama ini paling ditakuti seantero gedung.

Ruangan utama Ruby Corporation.

Memijit keningnya yang terasa lebih berkedut. Sebelah jemarinya meraih ponsel yang tergeletak di meja kerja. Menuliskan beberapa note pada planning kerja yang ia susun dengan rapi.

Menjatuhkan wajahnya di meja, ia menenggelamkan kepalanya disana. Berharap aroma kayu dari meja mahalnya mampu memberi sedikit ketenangan.

Getaran ponsel mengejutkan istirahatnya, menggeser icon berwarna hijau lalu mendekatkannya ke telinga.

"Hm.."

"Kau terdengar kelelahan,"

"Ya, aku sangat lelah sekarang ini."

"Kau habis membentak karyawanmu lagi?"

Malas untuk menjawabnya dengan kata, memilih untuk berdehem pelan.

"Ruby, santai sedikit. Jangan terlalu memporsir mereka begitu,"

Entah kenapa suara favoritnya itu kini justru terdengar menyebalkan.

"Aku tidak membayar mereka untuk karya sepayah itu," ucapnya.

"Ruby...."

"Aku hanya ingin semuanya sempurna di hari spesial kita nantinya. Apa aku salah?"

"Bukan begitu, hanya saja.."

"Apa? Kau akan bilang aku terlalu diktator? Dan kau lelah dengan semua sikap perfeksionisku ? Begitu?"

"Dengarkan aku.." suara itu kian melembut.

"Aku tidak mau dengar lagi kalau kau hanya akan memaksaku untuk bersikap sesuai yang kau ingin,"

"Jennie Kim, tenanglah! Bisa kau dengar aku sebentar?"

Helaan nafas memberat diseberang.

"Semuanya akan baik- baik saja. Kau dan aku akan segera bersatu. Apa itu tidak cukup ? Apa lagi yang ingin kau kejar?"

Jennie merasa marah entah kenapa, "Aku ingin yang terbaik, kau tau aku--"

Ucapannya tercegat saat mendengar suara lain di ujung telepon. Suara wanita, yang rasanya cukup ia kenal.

"Kau masih disana ?"

"Siapa?"

"Apanya yang siapa?"

"Siapa wanita yang tadi memanggilmu?"

Helaan nafas berat terdengar lagi, "lusa aku akan kembali ke Seoul, aku akan membantumu mengurus pernikahan kita. Jangan terlalu lelah dan istirahatlah malam ini. Aku mencintaimu."

Sambungan telepon terputus.

Istirahat?

Bagaimana ia bisa istirahat dengan tenang ketika acara pernikahan yang ia jadwalkan kurang dari sebulan lagi itu masih jauh dari kata sempurna?

Dan bagaimana ia bisa tenang ketika suara wanita yang terdengar familiar itu justru menyapa lembut calon suaminya? Apa mereka sedang bersama?

Kegundahannya bertambah berkali- kali lipat. Kecurigaan yang kian mengaduk perasaannya membuat seluruh tubuhnya terasa panas kini.

"Unnie!"

Gadis pirang masuk kedalam ruangannya tanpa permisi. Pekikannya cukup untuk membuat Jennie mendelik kesal kearahnya yang masih memasang senyuman cerah tanpa dosa.

Setelan santai dan wajah riang itu mendekati mejanya.

"Ada apa, Lis?"

Berusaha menetralkan aura gelapnya, menatap sahabat tersayangnya yang kini menatapnya penuh harap.

"Apa sekarang terlalu dini untuk merayakan bridal shower untukmu?"

***

Sabarr sabarrrr😂

BEFORE D'DAY ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang