Rambut hitam bergelombang terikat rapih sebagian, wajah seputih salju teroleskan sedikit bedak, bibir kemerahan - merahan dengan sepasang mata tajam menatap pantulan dirinya didalam cermin.
"Sudah cukup..."
"Baik nyonya" Pelayan yang melayani menunduk mengundurkan diri.
Daphne Libet Helios baru sebulan ini menjadi seorang Duchess, hari ini juga kali pertama dia akan bertemu sang suami yaitu Grand Duke Albert Charon Thales. Siapa yang mengira seorang cantik Daphne akhirnya dihiraukan oleh Duke yang terkenal dingin itu, setelah hari pernikahan mereka Arron pergi ke perbatasan tanpa menemui Daphne terlebih dahulu.
Sungguh kejadian yang membuat Daphne tidak bisa menahan tawa, apalagi namanya menjadi headline berita utama. Sekarang dia menatap Leinchester, wilayah kekuasaan Thales yang hampir separuh wilayah tertutup salju. Kastil megah dibangun menjadi tempat tinggal turun - temurun keluarga Thales, sebenarnya bisa dikatakan tidak lebih megah dari kastil keluarga Helios tapi Daphne harus tinggal disini mengikuti suaminya.
Salju yang turun diluar, menutupi hamparan arnica kuning yang bertahan untuk menampilkan sedikit saja kecantikan bunganya. Taman luas dan disatu titik depan pintu lorong yang jarang di kunjungi, bunga - bunga dirawat dengan baik tumbuh subur dari sebuah harapan, duchess yang meninggal setelah melahirkan putrinya tidak merasa kesepian.
"Nona...anda pasti bisa" Bisik Khalista menyemangati sang nona, membuat Daphne seketika tersenyum.
Krieett......suara pintu besar ruang makan terbuka, Dari dalam sang grand duke bersama sang putri sudah menunggu.
"Selamat pagi....Yang Mulia" menyapa dengan hormat Arron yang sekarang melihat kearahnya sekilas.
"Selamat Pagi Rea"
Rea Oretha Thales anak dari sang duke dari pernikahan sebelumnya, tidak sedikit pun menoleh kearah Daphne.
"Duduklah" Arron menyuruhnya duduk bersebrangan dengan Rea, tidak ada obrolan dimulai hanya keheningan diantara mereka yang menghabiskan makanan dihidangkan.
"Papa....bisakah kita bermain bersama hari ini?" Rea yang sudah menghabiskan makanannya, mulai bersuara menatap penuh harap pada sang ayah.
Arron mengangguk menyetujui, "horeee..." antusias Rea tidak terbendung, Arron mengusap lembut rambut anaknya itu.
Daphne sejak tadi menjadi penonton hanya menghiraukan interaksi ayah dan anak itu, menghabiskan sisa makanannya dengan tenang.
"Sekarang Rea, pergi terlebih dahulu keruang belajar" mengisyaratkan sang pengasuh dibelakang Rea untuk membawa nonanya pergi.
"Tidak, aku ingin pergi dengan papa..." cemberutnya, menolak uluran tangan sang pengasuh.
"Ada sesuatu hal yang perlu Papa bicarakan, setelah itu Papa akan datang" mengendong anaknya untuk turun dari kursi, mencoba membujuknya.
"Janji..."
"Ya...."
Rea akhirnya mau pergi dengan pengasuh, Arron kembali ke posisi awal menyuruh pelayan lain keluar dari ruangan meninggalkan mereka berdua.
"Apa kau tidak akur dengannya?"
Daphne masih terdiam, menatap Arron yang berada tidak jauh darinya secara menyeluruh. Pria yang terkenal akan kepintaran serta wajah tampan, dilengkapi postur tubuh menawan bak dewa yang sering Daphne dengar, mungkin jika itu orang lain sedetik pun dia akan langsung jatuh cinta tapi itu tidak berlaku bagi seorang Daphne.
"Tidak mudah, mendekati seorang anak"
"Kau tidak mencoba mendekatinya" Cibir Arron.
Daphne melirik kearah Arron, "tuan duke, saya akan jujur bahwa saya tidak menyukai anak kecil"
Arron tertawa sekarang, "itu terdengar lucu"
"untuk itu marilah kita akhiri hubungan yang menganggu ini" Jelas Daphne dengan ekspresi datarnya.
Arron mencoba mengatur ekspresi wajahnya, jawaban Daphne yang didengarnya sedikit membuatnya terkejut. "Apa itu yang kau inginkan?"
"Ya..." Siapa juga yang menginginkan pernikahan ini, persetan dengan wajah tampan, gelar maupun prestasinya. Daphne juga seorang putri Duke, wajah cantiknya akan sangat disayangkan jika akhirnya dia hanya menjadi seorang ibu tiri yang bahkan tidak dihiraukan sedikitpun.
"Aku akan memikirkannya" Berjalan keluar tanpa berekpresi sedikit pun.
Daphne menarik nafas dalam sesuai perkiraannya, pria itu akan tetap bermuka datar saat bersamanya. Pernikahan ini hanya sekedar politik belaka sangat jauh dari harapan akan ada cinta yang tumbuh, lagipula apa mereka hidup di dunia novel yang bisa langsung jatuh cinta.
"Nona...." Kalista langsung menghampiri, wajahnya yang cemas mengenggam tangan Daphne.
"Aku tidak apa - apa" menenangkan pelayannya itu, berdiri dari tempat duduk.
Tidak semenakutkan yang dia pikirkan, tapi Daphne juga bersyukur setidaknya pria itu tidak langsung menolak keinginannya.
"Sebenernya aku tidak terlalu suka menjadi istri dari pria yang sudah menikah sebelumnya" guman Daphne berjalan menuju hamparan salju.
Membiarkan tubuhnya sedikit kedinginan, menjernihkan pikiran Daphne bahwa dia sangat merindukan keluarganya.
"Nona...kita tidak bisa berlama - lama disini" Kalista merekatkan kembali mantel nonanya agar suhu tubuh Daphne terus terjaga, sangat berbahaya jika tiba - tiba nonanya itu terjatuh pingsan.
"Apa kita kabur saja sekarang?" Usul Daphne tiba - tiba, Kalista memijat keningnya inilah sifat asli nonanya.
"Sebaiknya kita lebih baik masuk dulu dibanding mati kedinginan" Menarik nonanya berjalan masuk kedalam ruangan yang lebih hangat.
"Jika, tubuhku menerima dingin lebih baik seharusnya kita bisa membuat boneka salju" guman Daphne menaruh telapak tangannya yang pucat dijendela.
'Trackkk.....' suara diikuti kemunculan es seketika memenuhi jendela.
"Nona....." Khalista membalut tangan Daphne, melihat kesekitaran. "Itu sangat berbahaya" tangannya yang bergemetaran mencoba menenangkan diri.
"Kita harus kembali ke kamar"
Daphne tidak menolak, dia hanya mengikuti Khalista yang masih terlihat gugup disebelahnya. "Tenang saja takkan ada yang tahu"
Tapi disatu sisi seorang yang sejak tadi menyaksikan kejadian tadi tersenyum puas, mengambil kepingan es.
-
-
-
-
-
-
-
--------''''-------'''''"""'-----'''''''''----------''''--------
Selamat membaca 😇
Dan selalu bahagia semua.Nama Daphne ini sebenernya aku pake karna setelah baca komik, ini nama nempel terus dan btw ini cerita aku terinspirasi dari beberapa komik tema kerajaan karna memang lgi demen ajh
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duchess
RomancePernikahan didasarkan pada hubungan politik pasti tidak akan pernah bahagia, itulah yang dipikirkan Daphne sampai pada akhirnya ia melayangkan keinginan bercerai dari suami yang baru saja ditemuinya, tapi yang didapatnya bukan surat cerai melainkan...