Menikah dengan Farid membuka banyak hal yang selama ini tidak Sisil ketahui tentang suaminya. Farid ternyata tidak bisa lepas dari banyak wanita lain di sekelilingnya. Meski Sisil tahu Farid bermain di belakangnya, ia mencoba untuk bertahan. Berhara...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sayang, mau aku buatin kopi?" tanya Farid lalu mengecup pipi Sisil yang sedang tekun membaca buku resep. Bermacam-macam judul dari berbagai buku resep jenis makanan bertumpuk di atas kitchen island. Menanti giliran untuk dibuka.
Sisil mengangguk dan menerima kecupan lagi di pipi, sebelum suaminya itu bergegas membuat kopi. Ibu mertuanya sudah pulang sejak satu jam yang lalu. Sehingga sisa Sabtu ini dilewatkan oleh mereka berdua di rumah.
"Memangnya kamu mau masak apa lagi?" tanya Farid sambil memasukkan bubuk kopi ke dalam coffee maker.
"Kamu maunya apa?" Sisil balik bertanya tanpa mengalihkan pandangan. Halaman yang tercetak gambar bolu gulung menarik perhatiannya. Cara membuatnya terlihat mudah.
Namun Sisil teringat brownies yang pernah ia buat waktu Camila dan Keenan bertandang ke rumah. Browniesnya gagal total. Kering sekali. Sampai membuat meringis begitu ia mencicipinya.
"Terserah kamu, Sayang. Semampunya kamu aja."
Sisil mendesah. Merasa insecure dengan kemampuannya sendiri. "Tapi kebanyakan nggak mampunya, kan?"
"Jangan pesimis begitu. Namanya belajar, pasti ada salahnya." Farid menenangkan lalu menutup bagian atas coffee maker dan menyalakan tombol yang berada pada bagian samping.
Farid lantas menghampiri Sisil dan memeluknya dari belakang. Mengecup puncak kepala istrinya itu berkali-kali. "Semangat, dong!"
Sisil memegangi sebelah lengan Farid yang melingkari dadanya. "Aku pengin pintar memasak seperti Camila. Keenan pasti beruntung banget kalau nanti jadi suaminya. Setiap hari bisa dimasakin enak."
Kemampuan memasak Camila memang membuat Sisil merasa tertinggal jauh di level terbawah. Camila selalu bisa membuat makanan yang enak dan bervariatif. Sehingga Sisil sempat beberapa kali meminta bantuan temannya itu untuk langsung mengajarinya memasak di rumah.
"Eh, kok, malah banding-bandingin begitu. Aku juga beruntung jadi suami kamu."
"Tapi, memang begitu kenyataannya. Maaf, ya, masakan buatanku kadang nggak enak," keluh Sisil.
Farid mencubit pelan pipi Sisil."Jangan berpikiran seperti itu lagi, kalau nggak mau pipi kamu aku cium sampai habis," ujarnya dan langsung menghujani pipi Sisil dengan kecupan. Bahkan merembet hingga ke leher jenjangnya.
Otomatis Sisil menelengkan kepalanya karena merasa geli. Ia tertawa begitu mendengar kata-kata nakal yang dibisikkan Farid ke telinganya.
Bercinta di dapur?
Sisil menjadi gemas dengan imajinasi nakal suaminya yang sepertinya butuh satu tarikan keras di hidung, agar tak berpikir yang aneh-aneh. Tangan Sisil sudah akan mengarah ke hidung mancung Farid, tapi laki-laki itu bisa dengan cepat menghindar.