18

1.7K 279 72
                                    

Kevin menepuk pundak kembarannya yang sedang melamun.

"Ngapain lu?"

"Lagi ngegalau ala-ala drama gitu. Depan jendela pas ujan."

Tanpa ba bi bu, Kevin menyentil dahi Juyeon. "SERIUSAN INI WOE!"

"Pengen banget diseriusin korban PHP satu ini."

"Bicit lu tukang PHP."

Mereka berdua terdiam. Duduk dipinggir kasur Juyeon yang empuk. Hujan makin lama makin deras. Begitu juga dengan mood Juyeon yang makin lama makin rusak.

"Nggak mau nyamperin mama?"

"Buat apaan?"

"Durhaka! Masa pake nanya buat apa nyamperin mama? Minta maap kek lu udah tua banyak dosa."

"Apasi." Juyeon memasang wajah jutek. "Ga, ga mau. Bukannya yang sana harus minta maaf ke gue?"

"Astaghfirullah kamu berdosa banget." Kevin menggelengkan kepalanya.

"Tapi bener kan?" Kali ini Juyeon berpindah posisi. Berbaring dikasurnya diikuti Kevin yang juga capek bolak balik ngejar Hwall yang mandi ujan.

Tadi pas dilihat tau-tau Hwall lagi mandi hujan sama Sunwoo. Ditambah bajunya yang kece abis dibawah ujan. Nyaris lepas baju. Jangan tanya itu baju dibeliin siapa.

Tentu saja tuan muda Hyunjae. Gimana ya, kayak bajunya Hwall tuh 45% dibeliin daddynya, terus selain itu Hyunjae demen beliin baju.

"Apanya?" Mata Kevin menatap langit-langit kamar.

Memang benar, kamar Juyeon ini suasananya hangat. Hawa nya juga adem. Entah kamarnya disini atau di rumah yang dulu. Pokoknya kamar yang dihuni Juyeon tetap ada kesan hangatnya.

Itulah sebabnya Kevin suka nemplok di Juyeon pas hujan. Alasannya selain suka jahili Juyeon, pelukan Juyeon dulu tuh kelewat hangat. Ga tau kalau sekarang, jangankan pelukan, tatapan lima detik aja udah geli sendiri. Ditambah Hwall yang sering menyusup buat bobo dipeluk kakaknya.

Apa nggak gemas lihat Hwall yang mungil itu dipeluk.

Kevin jadi sulit bayangin gimana Hwall dan Sunwoo yang statusnya adek kesayangan Kevin itu tumbuh dewasa, sekolah, mandiri, bahkan nikah--

--itu terlalu sulit dibayangin.

Kalau boleh jujur, Kevin mau selamanya berumur tujuh belas tahun.

"Beliau bahkan ga pernah minta maaf." Juyeon mencicit pelan. Sengaja make kata beliau daripada kata dia.

Semarah-marahnya Juyeon dia punya rasa takut juga ya. Kesannya keterlaluan kalau marah sampai nggak menghormati mamanya. Gimanapun juga, Mommy Raisa itu orang yang ada di samping mereka walaupun beberapa tahun.

Ga lucu kalau dia dikutuk jadi piso daging, berubah genre dong ff ini.

"Gimana mau minta maaf kalau nggak ada kesempatan bicara sama lo?"

"Tapi--"

"Dengar, gue jujur aja," Kevin bangkit dari posisinya dan menatap kembaran satu-satunya itu serius. "Gue tau ini sakit. Rasa sakit gue yang ditinggalin depan kue ulang tahun mungkin ga ada apa-apanya dibandingkan lo yang nangis dibawah hujan sampai jatuh sakit kak. Tapi yang perlu lo tau, kita ini satu. Iya, berat rasanya berdamai dengan mommy yang dulu ninggalin di waktu istimewa. Maksud gue diantara semua hari kenapa harus hari itu? Hari ulang tahun kita?"

Kali ini Kevin mengambil nafas. "Gue udah ngomong sama mommy. Gue tolak tawarannya dengan halus. Gimana pun juga kita keluarga. Maafin dia Juyeon. Ayo ngomong. Lo nggak bisa mendam semuanya sampai dijemput sama malaikat maut. Maafin dia, bayangin betapa bangganya daddy lihat kita tumbuh se-dewasa ini hm?"

[ i ] HOME | THE BOYZ ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang