Selamat Membaca🍄
🌤🌤🌤
Perempuan berambut sebahu itu berjalan dengan langkah lebar menuju rumah di samping kediamannya. Menjinjing ranselnya, dengan seragam ketat dan rok di atas lutut, bahkan dasinya tak terikat dengan rapi. Memencet bel rumah dengan brutal sembari menggerutu. "ARGA!!" Bibir tipisnya berteriak keras memanggil sang pemilik rumah.
Pintu akhirnya terbuka membuat Vanya mundur satu langkah. "Waras lo?! Masih pagi teriak-teriak. Mau digrebek warga?" kesal seorang pemuda yang terlihat sangat frustasi dan kesal di pagi hari.
Vanya mendengus, menyampirkan jas almamater di pundaknya. "Siap-siap aja lama banget sih kayak cewek. Lo liat sekarang udah jam berapa? Mau telat? Terus gue yang disalahin lagi?"
"Bawel lo. Lo mah biasa juga telat."
"Nama gue udah ditulis empat kali di buku hitam minggu ini Arga!!" Vanya menarik-narik ransel Arga.
"Ck, bentar dulu. Liat penampilan lo! Mau tawuran, hah?"
Vanya menatap kesal pemuda tampan di depannya ini. Tapi jika diperhatikan lagi, tak ada yang salah sih. Penampilannya terlihat jomplang jika di samping Arga yang kemejanya selalu licin, dasi terpasang rapi, rambut tertata dan jaket almamater yang selalu melekat di tubuh tegapnya.
Arga menatap Vanya dari kepala sampai ujung kaki, lalu maju selangkah membuat Vanya mundur selangkah. "Mau apa lo?!"
"Diem!" Ia mau tak mau diam saat tangan Arga begitu lihai merapikan dasinya yang semula hanya diikat asal. Tak sampai di situ, Arga memakaikan jaket almamater ke tubuh langsingnya tak lupa megancingkannya.
"Lo apa-apaan sih? Dasinya nyekek gue. Terus ini almamater bikin gerah tau gak," protes Vanya membuat mulutnya langsung terbungkam dengan tangan Arga.
"Ssstt. Jangan protes atau gue tinggal. Sekarang yang terakhir."
Vanya melongo saat Arga mengeluarkan sisir kecil dari kantong celananya. "Anjir. Lo bawa sisir juga?."
"Apa salahnya," ucap Arga menyisir pelan rambut halus Vanya yang berantakan sementara tangan satunya menahan sisi kepala Vanya. "Gak mandi ya lo?" tanya Arga iseng. Walaupun dengan jelas indra penciumannya menangkap aroma strawberry dari sampo yang dipakai Vanya.
"Sembarangan. Mau gue jambak?!" jawab Vanya ngegas. Bibirnya di tepuk pelan oleh tangan Arga.
"Tangan lo gak akan baik-baik aja kalau sampe nyentuh rambut gue yang udah rapi pagi ini," ancam Arga setelah selesai menyisir rambut Vanya.
Vanya mendongak melihat rambut Arga yah memang benar rapi. Dan tentu terlihat tampan.
"Cewek bar-bar. Rambut gue rontok terakhir kali lo jambak," dengus Arga saat mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Kemudian memungut tas Vanya yang tergeletak begitu saja di bawah.
Vanya memalingkan mukanya kesal. Membiarkan Arga memakaikan ranselnya. "Kalau pake tas itu begini. Bahu lo sengklek sebelah baru tau rasa lo."
"Gak sekalian ke ring tinju aja nih? Tangan gue udah gatel pengen nonjok orang pagi-pagi," ucap Vanya geram.
Arga mengabaikan perkataan Vanya lalu menatap puas penampilan Vanya saat ini karena dirinya. "Udah oke kan sekarang. Lo kelihatan kayak siswi teladan. Walaupun covernya doang sih."
Vanya melotot dan menginjak sebelah kaki Arga. "Lo beneran ngajak berantem ya."
Bukannya kesakitan, pemuda itu tertawa pelan. Merasa senang telah berhasil membuat sahabatnya ini kesal. "Udah-udah iya maaf," ucapnya menepuk-nepuk puncak kepala Vanya bermaksud menenangkan. Dan ajaibnya dengan cara itu bisa langsung membuat Vanya kalem. "Ayo berangkat sekarang. Nama baik gue bisa tercoreng kalau sampe telat apalagi sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just The Way You Are
Teen FictionArga Leo Raskal. Tetangga samping rumah yang kerjaannya merecoki hidup Vanya itu tampak sempurnya. Ibu-ibu yang suka bergosip di tukang sayur menjulukinya, "Mas Arga anaknya bu dokter Dyah yang cakep, sopan, ramah, baik hati dan rajin menabung." I...