Bagian 6 (Idaman)

81 23 7
                                    

Selamat Membaca!☀

🌤🌤🌤

Motor Arga berhenti pada parkiran rumah sakit. Seorang perempuan turun dari motor dengan memegangi pundaknya.

"Hati-hati," ucap Arga lembut.

Dinda melepas helmnya dan menyerahkan ke Arga. Namun pemuda itu malah menahan senyum melihat rambut Dinda yang sedikit berantakan. Tangannya terulur untuk merapikan rambut Dinda dengan sedikit modus.

"Berantakan ya?" tanya Dinda bercermin pada ponsel.

Arga menggeleng. "Enggak. Masih cantik kok. Ayo masuk," ajak Arga, dan tak ketinggalan tangannya menggenggam tangan Dinda. Tapi baru beberapa langkah, gandengan itu terlepas saat ponsel Arga berdering. "sebentar."

"LO DIMANA SIH?!"

Arga sedikit menjauhkan ponselnya dengan wajah masam. Dinda pun langsung tau apa yang terjadi. Apalagi kalau bukan Vanya yang meneriaki Arga.

Arga memaksakan senyumnya. "Di parkiran," jawabnya ramah. Tak mungkin ia balas berteriak saat bersama Dinda. Jaga image itu penting di depan gebetan.

"Mana bubur ayam gue??" tanya Vanya ngegas.

"Iya udah beli," balas Arga selembut mungkin. Walaupun nada suara Vanya mencak-mencak tak sabaran.

"Yaudah, buruan jangan lemot. Beli bubur ayam aja lama banget. Keasikan kencan ya lo?!"

"Ya lo pikir aja Nya. Jalanan macet. Bukannya terima kasih malah marah-marah."

"Gue udah laper, Ar. Jangan banyak alasan, cepetan kesini."

"Ya lo juga udah disiapin makanan dari rumah sakit gak mau makan," ucap suara lain yang bersama Vanya.

"Gak enak. Coba lo yang makan. Gue mah ogah."

Arga berdehem pelan. "Nevan di situ?"

"Iyaa."

Tutt..

Arga mematikan telepon sepihak. "Ayo. Sebelum Vanya ngamuk lagi," ajak Arga kembali menggandeng tangan Dinda.

Mereka berdua menuju ruang inap Vanya. Dengan kebetulan, seorang pemuda baru saja keluar dari ruangan itu. Dan pandangan mereka bertemu. Arga tersenyum sembari berjalan mendekat.

"Nevan, lo udah mau pergi?" tanya Arga merangkul bahu Nevan singkat.

"Iya. Gue di sini udah dari tadi. Udah ditunggu juga."

"Oh iya kenalin, ini Dinda. Din, dia Nevan, temennya Vanya," ucap Arga memperkenalkan mereka berdua.

Mereka berbasa-basi singkat.

"Vanya kena DBD karena gue ajak camping kemarin mungkin."

Arga tertawa dan menggeleng. "Gak masalah. Dianya juga seneng."

"Yaudah ya kalau gitu, gue pamit... Titip salam sama Tante Vira ya. Bye Dinda, nice to meet u," pamit Nevan.

Arga dan Dinda memandangi kepergian Nevan sampai pemuda itu menghilang di belokan. Setelah itu Arga mengajak Dinda masuk.

"Akhirnyaaa. Lo muterin Jakarta dulu apa gimana? Cacing di perut gue udah meronta-ronta nih," kesal Vanya.

Arga mendengus, berjalan mendekat dan menyerahkan bungkusan styrofoam. "Gak usah bawel bisa gak?"

Perkataan Arga diabaikan begitu saja karena Vanya memilih fokus untuk memakan bubur pesanannya. "Van, gimana kondisi lo?" tanya Dinda.

"Baik. Cuma lemes dikit. Tapi kadang pusingnya suka kumat kalo Arga udah ngajak ribut." Dinda tertawa anggun mendengarnya. Lalu ikut duduk di samping Arga yang menatap Vanya sinis.

Just The Way You Are Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang