Selamat Membaca!☀
🌤🌤🌤
Suara pekikan dari pengunjung kantin mengiringi pertarungan kedua siswi tersebut. Seperti perempuan pada umumnya, yang jadi sasaran tentu adalah rambut. Vanya mengerang saat rambutnya ditarik kencang oleh Sania. Jambak-jambakan bukanlah level Vanya. Jika ia mau, satu tinjunya bisa saja membuat Sania pingsan.
Selvi berlari menghampiri kerumunan berusaha memisahkan. Tapi tentu saja kewalahan. Dua orang itu tetap tak mau menjauh. Vanya mencengkeram kulit kepala Sania atas rasa sakit dikepalanya. "Woy stop!! Kalian bisa botak!" teriak Silvi tapi tak berpengaruh apa-apa.
Sedangkan kedua anak buah Sania malah menyoraki mendukung. "Sania sialann!!" geram Vanya.
"Lo lebih sialan bitch!"
Terpancing emosi, cengkeraman tangannya di kepala Sania mengencang membuat sang empu berteriak menahan sakit. Sania balas menarik rambut Vanya kencang. Selvi terlihat frustasi dan bingung ia harus melakukan apa. "Arga kemana sih?!! Van, stop. Lo bisa gundulin anak orang. Sania bukan lawan lo!" ucap Selvi dengan intonasi tinggi melihat wajah Sania memerah akan menangis.
Kantin begitu ricuh. Dan Selvi berbinar melihat ada seseorang yang bisa mengatasi ini. "Arga!! Sini lo! Itu Vanya bisa kena masalah. Lo kan pawangnya!" teriak Selvi pada Arga yang segera berlari begitu tau apa yang terjadi.
"Vanya!! Lo ngapain astaga!!" ucap Arga dan menuju ke tengah.
"Ya beratem lah goblok. Lo gak liat?!" cetus Selvi begitu kesal.
Arga berusaha sekuat tenaga menjauhkan tangan Vanya dari kepala Sania. Orang-orang di sekitar juga membantu memisahkan. Tapi tau saja jika tenaga Vanya sangat kuat. "Vanya, stop!" Dan,
Bug..
"Awwhs." Siku Vanya yang begitu tajam menghantam sudut bibir Arga dengan keras. Kesabaran Arga habis. Sebelah tangannya melingkar di leher dan pinggang Vanya. Lalu mengangkat tubuh Vanya menjauh.
Arga memeluk Vanya erat yang masih meronta-ronta. Sedangkan Sania sudah tampak mengenaskan dan menangis sesenggukan. "Vanya, hey. Ini gue. Lo mau ngabisin gue juga ha?!" Vanya pun berhenti memukul dada bidang Arga dan mengatur napas.
"Semua yang ada kaitannya sama keributan ini ikut gue ke ruang OSIS sekarang!!" ucap sang ketua OSIS yang datang bersama Arga tadi dengan keras dan tegas.
Satu-persatu orang menjauhi kerumunan. Sania yang lemas dibantu oleh kedua anak buahnya untuk ke ruang OSIS. Sedangkan Selvi begitu mendengar suara seram ketos, langsung berlari ngibrit untuk membelikan Vanya air.
Isakan pelan terdengar membuat Arga mengeratkan pelukannya. "Maaf," ucap Vanya dengan suara sangat pelan. Arga membiarkan Vanya menangis sebentar di dadanya. la tau, Vanya tak mau terlihat lemah di depan semua orang.
🌤🌤🌤
Suasana ruang sidang sekolah begitu tegang. Sania dan Vanya hanya menunduk diam. Setelah dari ruang OSIS, mereka berdua kembali di bawa menuju ruangan ini berhadapan langsung dengan waka kesiswaan dan guru BP. Selain kedua guru tersebut, Saga sebagai ketua OSIS dan Arga sebagai wakil ikut berada di sini.
Vanya sesekali melirik kecil ke arah Arga yang duduk di seberangnya. Dan ia baru tau ada memar keunguan di sudut bibir Arga. Apa itu karena dirinya?
"Kalian berdua sadar apa yang kalian lakukan?! Bukan hanya sekali-duakali, tapi berkali-kali!" ucap Bu Yuli selaku guru BP yang terkenal tegas dan killer. "Apa belum cukup satu surat peringatan yang dikirim ke orang tua kalian bulan lalu?! Mau lagi?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Just The Way You Are
Roman pour AdolescentsArga Leo Raskal. Tetangga samping rumah yang kerjaannya merecoki hidup Vanya itu tampak sempurnya. Ibu-ibu yang suka bergosip di tukang sayur menjulukinya, "Mas Arga anaknya bu dokter Dyah yang cakep, sopan, ramah, baik hati dan rajin menabung." I...