05

11 7 0
                                    

Feiro pergi lebih awal ke pantai. Penjaga lain masih mengantre untuk membersihkan diri. Saat sudah berada dekat dengan undakan tangga, Feiro teringat satu hal. Dia memutar balik menuju toko roti. Setidaknya ikan bakar dapat menyuap Telstar sedikit.

Lebih banyak penduduk bekerja di permukiman daripada lapangan, semenjak pengumunan penjaga dipasang. Jalanan lebih padat.

Feiro kembali berpapasan dengan orang yang bersamanya saat di hutan. Dia hanya tersenyum lebar sembari memikul sekarung beras menuju sebuah warung.

Feiro kembali berjalan menuju toko roti. Beberapa orang keluar masuk. Feiro salah satunya. Tidak ada Chloe di sana. Entahlah kemana perginya wanita itu. Feiro mendekat ke meja kasir, tepatnya ayah Chloe. Dia tengah sibuk membungkus beberapa roti dengan daun lalu menatanya apik ke keranjang.

"Oh... Feiro... senang berjumpa denganmu lagi. Bukankah penjaga sudah mulai dibuat sibuk sekarang?" kata pria gemuk itu ramah. Mungkin sebenarnya Chloe lebih mirip ibu dibanding ayahnya. Hanya saja, gaya berpenampilannya saja yang sama. Tangannya tak berhenti membungkus beberapa roti. Dan kumis lebatnya terus bergerak selama dia bicara. Laki-laki itu adalah orang yang paling Feiro suka saat berbicara. Ramah dan tanpa maksud tersembunyi. Walau terdengar cukup aneh serta terkadang berlebihan.

"Begitulah... tapi, kelihatannya kau lebih sibuk daripada penjaga," kata Feiro. Pria tersebut tertawa tanpa mengalihkan perhatian ke roti roti panas di atas meja.
"Oh... kau ingin mengambil ikan ikanmu ya?" ujar laki laki tersebut.
"Bisa kau mengambilnya sendiri di belakang, aku menaruhnya di bawah meja," sambungnya. Feiro mengintip ke balik meja susun penuh roti. Terdapat meja panjang di sana. Dan di bawahnya penuh akan peralatan kotor berlumurkan tepung.

Tiga ikan yang diikat dengan tumbuhan papirus tergeletak di sana. Feiro melirik ayah Chloe, terus-terusan menggerutu dengan alis bertautan.
"Bisa bisanya anak itu menghilang. Padahal pesanan masih banyak. Siapa juga yang akan menjaga toko kalau begitu." Sesekali dia berdecak, Feiro tahu ucapan tersebut mengarah pada anaknya.

"Apa kau butuh bantuan?" tawar Feiro untuk menolong pria gemuk itu.

"Kau mau membantuku? syukurlah masih ada anak yang perhatian pada pria tua malang sepertiku ini. Sebentar...," ujarnya dramatis. Seakan akan air mata meluncur deras, pria itu berpura pura menghapusnya menggunakan punggung tangan.

Lemak di tubuhnya bergerak saat berjalan mendekati Feiro. Sedikit berdesak desakan di jalan sempit untuk mengambil satu keranjang penuh roti, di rak atas meja. Feiro terpaksa sedikit menyingkir memberi jalan. Pria itu menyingkirkan kertas yang menyelimuti roti, menghitung setiap makanan tersebut sudah pas atau belum.

"Penasihat Snort memesan beberapa roti. Kurasa simpanannya habis lagi dalam semalam. Bisa kau mengantarnya," kata pria tersebut memberi keranjang pada Feiro.
"Tentu." Feiro berjalan meninggalkan ayah Chloe, hingga beberapa langkah, dia berbalik. "Bukankan para pemimpin dan beberapa penduduk sedang melakukan, apa... upacara?"

"Ya, tapi tidak semua. Kalau tidak salah, masih ada tiga penasihat yang berada di desa."

Awalnya Feiro tidak ingin peduli. Pikirannya kemana mana. Kuda, sarang musuh, para penjaga, hingga ayam jantan yang kabur ke hutan. Dia berasa ada kaitan semua hal tersebut. Jika kuda kuda hitam tersebut merupakan mata mata, mungkin para penasihat tahu suatu hal. Hanya mereka saja.

Tanpa sadar, Feiro sudah berada di daerah perumahan pemimpin. Cukup sepi, dengan beberapa keluarga mereka bagi yang sudah menikah. Dia sedikit kesulitan menemui rumah Penasihat Snort. Feiro lega, tatkala matanya menangkap sosok pria berpakaian cokelat-hitam, dan sedikit kehijaun beserta aksen bulu yang merupakan ciri khas pemimpin di bawah pohon. Senyum lebarnya selalu menghias wajah itu. Dia Penasihat Snort yang Feiro yakini menulis suatu hal mengenai keamanan desa. Barangkali itu yang sedang diincar para kuda hitam.

NolanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang